◆ Hujan Februari-Park Jisung

29 0 0
                                    

wantsumlemon

***

Hiruk pikuk orang-orang menghiasi café kecil yang terletak di Jalan Pahlawantrip, tapi aku sama sekali tak terganggu oleh mereka.  Hujan yang tengah menghiasi langit telah mencuri perhatianku. Orang-orang mulai berlari mencari tempat untuk berteduh namun rintikan hujan pada bulan Februari tak pernah deras.

Sembari menatap rintikan air itu telinga ku di hias oleh sebuah lagu yang tengah di maikan oleh para pelayan di café tersebut. Kalau tidak salah judul dari lagu ini adalah Intuisi yang dinyanyikan oleh Yura Yunita. Entah mengapa suasana ini membuat ku teringat akan masa-masa ku di SMA.

Hujan pada bulan Februari telah menjadi bulan yang selalu terkenang di dalam buku hidup ku dan hujan pada bulan Februari telah menjadi saksi buta apa yang telah aku lalui. Ia menjadi saksi dari semuanya, mulai dari saat aku tertawa, aku menangis, aku kesal, aku kesepian hingga ia juga menjadi saksi buta saat diri ku jatuh hati kepada seorang lelaki.

cling cling

Suara dentuman bel terdengar merdu di telinga ku, dengan sigap aku menoleh ke arah pintu café. Terlihat seorang lelaki mengibaskan sisa tetesan air hujan yang masih tersisa di rambutnya. Ia mengenakan leather jacket berwarna hitam, t-shirt putih dan tas yang ia gendong di punggungnya.

Sang lelaki menoleh ke arah ku dan memberi ku sebuah senyuman, bukan senyuman ceria namun ia memberikan ku sebuah senyuman canggung. Ia berjalan ke arah meja dimana aku tempati, ia dengan pelan menarik kursi yang ada di depan ku lalu duduk dan meletak kan tasnya.

"Hai, Amira. Lama tidak berjumpa."

"Hai juga, Kak Arkan. Sepertinya sudah tiga tahun."

"Ternyata kau menghitung nya. Haha, kau tidak berubah sedikit pun, Amira."Aku tertawa kecil sebagai jawaban. Mata ku kembali menatap jalanan yang masih tertutupi oleh rintikan hujan, "Indah bukan?" Tanya Kak Arkan tanpa harus menatap wajahnya aku mengangguk setuju.

"Entah mengapa hujan selalu mengigatkan ku akan waktu itu." 
"Waktu dimana aku bertemu dengan gadis kelas 10 yang tengah menunggu jemputan nya di bawah gazebo sembari memeluk almamater sekolah."

Aku menoleh ke arah Kak Arkan yang tengah menatap ku lembut. 'Rupa nya ia masih ingat.' Ujarku dalam hati dengan mata yang masih tertuju kepadanya.

Hujan pada bulan February membuat diri ku dan Kak Arkan mengingat masa-masa pertama kali kami bertemu. Di bawah atap gazebo yang tengah melindungi kita dari derasnya rintikan hujan, disanalah aku bertemu dengannya. Sosok lelaki yang sangat aku sayangi hingga detik ini.

Dengan pertemuan yang tak kami duga ternyata menanam kan sebuah benih asmara di dalam hati ku. Perlahan aku mulai mengingat wajahnya, nada bicaranya dan juga senyumannya.

Tak lama kemudian kami berkenalan, kami menjadi dekat di sosial media maupun di sekolah. Ia selalu menunggu di depan kelas ku dan mengajak ku berlari ke arah kantin supaya kami tidak telat untuk memesan makan siang. Kami membicarakan banyak hal dari apa yang kami suka hingga yang kami benci, setiap kita berbincang hati ku tak akan berhenti berdetak cepat, kupu-kupu dalam perut ku juga tak berhenti untuk berterbangan.

Namun, hingga suatu saat di mana ia harus konsentrasi menghadapi Ujian. Perbincangan kita semakin sepi, ia tak ada lagi buat diri ku. Hari demi hari ia semakin menjauh dari ku, meninggalkan diri ku sendiri.

Tak lama kemudian saat yang ia nanti-nanti tiba, yaitu kelulusan. Ia lulus dengan nilai yang sempurna dan ia di terima di sebuah Institut yang ternama di luar kota. Hati ku terlukai, ia akan pindah ke luar kota dan tidak menceritakan apa pun kepada diri ku.

Amarah telah merasuki diri ku, mulai saat itu aku membenci dirinya. Aku memaksakan diri ini untuk melupakan semua kenangan manis antara aku dan Kak Arkan. Namun, itu tak berhasil.

Hari-hari ku terpenuhi oleh kesepian, aku mulai merindui sosok lelaki tersebut. Rasanya aku ingin berbicara dengan dirinya, namun rasa sensi ku menduduki hati dan pikiran ku dan akhirnya aku tidak mengabarinya selama dua tahun.

"Maafkan aku." Ia menggumam, aku menghela nafas lalu meminum secangkir kopi hangat yang ada di depan ku. "Buat apa Kakak meminta maaf?" Jawab ku tanpa menatap mata Kak Arkan.

"Maafkan diri ku yang telah meninggalkan mu. Seharus nya aku merelahkan sedikit waktu ku untuk dirimu. Tapi tidak, aku tidak melaku kannya. Malah yang aku lakukan adalah diam dan perlahan menjauh dari diri mu."

"Itu bukan kesalahan Kakak. Sudah seharusnya engkau menjauh dari ku dan konsentrasi untuk Ujian. Oh sudahlah, Kak! Mari lupa kan masa lalu, masa itu telah menjadi sebuah cerita di hidup kita."

"Apa aku tidak bisa memulai nya kembali?"

Aku terdiam, aku tak bisa berkata apa-apa. Sejujurnya aku ingin mengulangi nya kembali namun aku tak ingin jatuh kedalam lubang yang sama.Aku menunduk kan kepala ku lalu menggelengkan nya pelan, "Tidak. Kita tidak bisa mengulangi nya kembali." Ujar ku tegas namun dengan hati yang bergitu berat.

"Sudah saat nya diri kita menjalani hidup yang berbeda. Aku sendiri dan Kak Arkan sendiri."

Aku berdiri dari kursi ku dan mulai merapikan buku-buku yang berserakan di atas meja. Setelah meletak kan nya ke dalam tas ku, aku menatap Kak Arkan yang tengah menatap ku kembali.Aku mengulurkan tangan ku sembari tersenyum kepada Kak Arkan. Ia menerima uluran tersebut dan membalas senyum ku dengan senyuman kecut milik nya.

"Senang mengenal mu, Arkan Wijaya. Semoga kau akan menemukan seseorang yang dapat menggantikan ku."

Ia terkekeh sedih.

"Kau juga, Amira Amaliya. Semoga suatu hari nanti kau akan bertemu dengan orang yang dapat menggeserkan posisi ku."

— end

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— end

Cerita dari MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang