Sepanjang sisa hari itu, Kyla memutuskan untuk berdiam diri di kamar rawat Bundanya. Tidak membaca novel di taman seperti kemarin, melainkan lebih memilih untuk mengobrol menemani Bunda.
"Oh iya Bun, tadi katanya Rafid mau kesini sama Mamanya. Mau jenguk Bunda. Kayaknya sih dikit lagi dateng," ucap Kyla mengalihkan pertanyaan Bunda yang menanyakan mengapa dia tidak ke taman sore-sore seperti ini.
Tepat setelah Kyla mengatakan itu, pintu kamar rawat Bunda terbuka, dan munculah sosok laki-laki tampan berambut acak-acakan didampingi oleh sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.
"Zahra ya ampun, maaf saya baru bisa jenguk sekarang. Kemarin sibuk ngurusin keberangkatan papanya Rafid ke Paris." Tante Leni, yang sudah dianggap sebagai mama kedua Kyla, langsung berhambur ke hadapan Bunda. "Gimana keadaanmu? Membaik?"
Bunda membalasnya dengan anggukan dan senyum yang masih terlihat lemah. "Nggak papa kok Len. Ada apa papanya Rafid ke Paris?" Tanya Bunda. "Alhamdulillah udah nggak terlalu lemas."
"Oh itu, diundang sama calon investor perusahaannya. Alhamdulillah kalau begitu,"
"Cepet sembuh Bun. Kata Mama rumah sepi nggak ada Bunda, jadi Mama nggak ada temen masak deh." Ujar Rafid sambil berjalan kearah Kyla dan duduk disamping gadis itu.
"Aamiin, doain aja ya Raf."
Melihat Kyla yang lagi duduk kalem, Rafid tidak bisa menahan keinginannya untuk tidak mengganggu gadis itu. Dengan cepat tangannya terulur untuk mengacak rambut Kyla.
"Elah Rafid is!"
"Kangen lo deh, nyuk."
"Najis." Reaksi Kyla itu sontak membuat Rafid tergelak dalam tawanya.
Rafid menaik turunkan sebelah alisnya, menggoda. "Najis-najis nanti lo demen lagi sama gue."
"Geli tau nggak sih nyuk dengernya."
"Kyla pulang sekolah langsung kesini?" Tanya Mama Rafid menghentikan pembicaraan antara Kyla dengan anak sulungnya.
Kyla menoleh kearah Mama, lalu mengangguk. "Iya Ma,"
"Duh kamu nih. Pantes Mama tungguin daritadi nggak nyampe-nyampe rumah. Mama kan semalem udah bilang, kamu pulang sekolah makan siang dulu di rumah Mama, terus baru ke rumah sakit. Uangnya kan sayang kalau buat dibeli makanan diluar mulu. Belum tentu sehat juga kan makanannya." Omel Mama Rafid.
Nah kan, ini yang dimaksud Kyla bahwa beliau ini sudah dianggap sebagai mama keduanya. Omelannya hampir ngalahin omelan Bunda. Dan karena Kyla dan Rafid sudah berteman dan bersahabat sejak TK, maka Kyla tidak canggung memanggil mamanya Rafid dengan sebutan Mama, dan Rafid memanggil bundanya Kyla dengan sebutan Bunda. Begitu juga dengan Ayah Kyla dan Papa Rafid.
"Kyla kenapa nggak ngasih tau Bunda? Kalau gitu Bunda nggak akan izinin kamu pulang sekolah langsung kesini." Timpal Bundanya juga.
"Abisnya Kyla kira Mama nggak jadi masak. Tadi Rafid bilang kan mau jenguk Bunda."
"Mama tetep masak dong, Sayang. Yaudah, besok-besok Kyla pulang sekolah makan dulu ya ke rumah Mama. Nanti dianterin ke rumah sakitnya sama Rafid." Katanya lagi dan dibalas dengan anggukan Kyla.
✖✖✖
"Raf," panggilan Kyla berhasil membuat cowok dihadapannya ini menghentikkan aktifitasnya sejenak.
"Apaan?"
"Lo pernah ngerasain suka pada pandangan pertama nggak?"
Mendengar pertanyaan Kyla, sukses membuat Rafid tersedak bakso yang sedang dimakannya. Wajahnya memerah karena tidak bisa bernafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Hope
Teen Fiction"When I first met you, I honestly didn't know you were gonna be this important to me." -Kyla Zenata Mahardika. "When I first met you, I never realized how much you would end up meaning to me." -Yoza Althaf. © 2015 by rick-thebieber