prolog.

154 4 0
                                    

Gadis berambut ikal itu berjalan terburu-buru di koridor rumah sakit, masih dengan memakai seragam sekolah putih abu-abunya. Hanya saja, kemeja sekolahnya terbalut sweater tipis berwarna beige. Gadis itu mendesah berkali-kali, matanya mencermati setiap nomor kamar rawat yang ia lalui.

Tepat di depan kamar bernomor 206, langkahnya berhenti. Ia mencocokkannya dengan pesan yang dikirim kakak laki-lakinya beberapa menit yang lalu. Setelah ia yakin, tangannya bergerak membuka kenop pintu. Suara derit pintu terdengar, sampai akhirnya pintu itu terbuka lebar. Dan disanalah Bundanya terbaring lemah.

"Bunda..." lirih gadis itu sambil melangkahkan kakinya mendekati ranjang rumah sakit tempat Bundanya berbaring.

Dilihatnya wajah Bundanya itu menyunggingkan senyum menenangkan. "Kyla," balas Bunda dengan suara lirih.

"Bunda gimana keadaannya? Bunda sakit apa?" Kyla tidak bisa menahan rasa sesaknya. Dipeluknya tubuh Bundanya erat.

"Bunda cuma kecapean aja, Sayang."

"Bunda sakit apa?"

"Bunda sakit tifus." Sahut seseorang dari arah belakang Kyla. "Udah jangan ditanyain macem-macem dulu. Mending lo makan nih," orang itu memberikan bungkus makanan dengan brand yang cukup terkenal kepada Kyla.

Kyla mengangguk. Diciumnya Bunda sekali lagi, baru kemudian ia menghampiri Bara, kakak laki-lakinya. Tanpa banyak omong, Kyla memakan makanan yang dibelikan Bara dengan lahap.

Gadis itu sampai tidak makan saat jam istirahat tadi. Ia bilang nafsu makannya mendadak hilang karena mendapat kabar Bundanya dirawat di rumah sakit.

"Bun, Bara mau ke kampus dulu ya. Ada tugas yang harus di kumpulin. Cuma sebentar doang kok," pamitnya pada Bunda.

Bunda mengangguk, "Hati-hati ya, Sayang. Ayah kamu kesini jam berapa?"

"Kata Ayah sih tadi abis ashar jalannya."

"Yaudah,"

Beberapa menit setelah Bara keluar, Kyla pergi ke kantin rumah sakit ingin membeli camilan untuknya. Langkahnya tiba-tiba terhenti saat matanya menangkap sosok laki-laki yang sedang berusaha menarik infusannya dengan kasar. Melihat itu, Kyla bergegas menghampirinya. Karena memang hanya dirinyalah yang melihat kejadian itu.

"Kamu ngapain?" Tanya Kyla. Tangannya menahan lengan laki-laki itu dari belakang.

Cowok itu menoleh, matanya menyipit menatap Kyla. "Apa urusan lo?!" Bentaknya kasar.

Bukannya takut, Kyla malah makin mengeratkan cengkraman tangannya. "Kamu mau ngebunuh diri kamu sendiri ya?"

"Kalo iya, emangnya kenapa? Ada urusan sama lo?"

"Bukannya gitu. Emangnya kamu ngga kesakitan infusnya ditarik paksa gitu? Aku aja ngeliatnya ngilu." Kyla memasang wajah polosnya. Biasanya, itu akan berhasil jika ia sedang membujuk seseorang.

"Nggak." Cowok itu menghentakkan tangannya, membuat cengkraman tangan Kyla terlepas. "Daripada lo ikut campur urusan gue, mending lo pergi deh sana."

Kyla menghela nafas. "Aku ngga ikut campur urusan kamu. Aku cuma ngasih tau kamu kalo infusannya ditarik paksa gitu nanti tangan kamu bisa berdarah. Kalo mau dicabut, mending minta tolong sama suster aja." Jawabnya dengan nada santai. Gadis itu tidak terpengaruh sama sekali dengan bentakan dan ucapan kasar cowok di hadapannya itu.

Cowok itu terdiam, matanya menatap Kyla lekat-lekat. Ditatap seperti itu, membuat Kyla menjadi salah tingkah.

"Yaudah terserah kamu deh, aku kan cuma ngasih tau. Kalo gitu, aku pergi dulu ya." Kyla berbalik, lalu berjalan meninggalkan cowok yang masih membisu itu.

Gadis itu kembali melangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit. Setelah membeli beberapa camilan dan minuman yang ia inginkan, Kyla berjalan kembali ke kamar rawat Bundanya.

Saat ia sudah hampir sampai di kamar rawat Bundanya, langkahnya terhenti seketika. Matanya fokus menatap objek yang kini sedang ia lihat. Cowok yang ia temui tadi sedang berjalan memasuki kamar yang berada tepat didepan kamar rawat Bundanya. Seketika itu juga ia mengagumi ketampanan cowok itu.

Setelah cowok itu menutup pintu kamar rawatnya, Kyla baru kembali melanjutkan langkahnya. Gadis itu mendesah pelan, kini kepalanya dipenuhi oleh sosok cowok asing itu.

✖✖✖

"When I first met you, I honestly didn't know you were gonna be this important to me." -Kyla Zenata Mahardika.

"When I first met you, I never realized how much you would end up meaning to me." -Yoza Althaf.

A HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang