Gadis itu melangkahkan kakinya ragu. Ia bahkan sampai menggigit bibir bawahnya cukup keras karena saking gugupnya. Berkali-kali ia menoleh ke belakang, tempat seseorang berdiri sambil mengacungkan kedua ibu jarinya, menyemangatinya. Gadis itu tersenyum tipis. Setelah memantapkan niatnya, ia berjalan menghampiri seorang cowok yang sedang duduk di bangku taman belakang, sesuai janjinya tadi.
"Rio," panggilnya lirih, hampir seperti bisikan.
Cowok itu mendongak, menatap Kyla yang sedang berdiri tidak jauh darinya. "Thanks for coming."
Tanpa berkata apapun gadis itu duduk tepat disamping Rio. Matanya menerawang jauh. Dan otaknya, kini sedang memutar memori antara dirinya dan cowok yang pernah mengisi hari-harinya dulu.
"Gue tau ini telat banget buat minta maaf sama lo atas apa yang udah gue lakuin dulu. There's a reason that I couldn't to tell you. But, it doesn't matter at all. Karena sekarang yang terpenting adalah gue minta maaf atas semuanya yang terjadi dulu." Jeda sejenak. Dan Kyla tidak ada tanda-tanda akan menanggapi. Maka dari itu Rio melanjutkan ucapannya.
"Ya gue brengsek, lo bisa sebut itu. Gue bego karena udah sia-siain lo. Gue nyesel. Tapi waktu nggak bisa diulang kan? Gue juga nggak yakin lo bakal ngasih gue kesempatan kedua setelah apa yang terjadi. Jadi tolong maafin gue Kyl, seenggaknya itu bisa membuat gue tenang dan nggak dihantui rasa bersalah terus menerus." Ia menyunggingkan senyum miris diakhir penjelasannya.
Kyla terdiam cukup lama. Ia merasa sesak pada dadanya. "Gue maafin lo, Rio. Jujur, gue emang benci sama lo. Gue sakit hati atas perlakuan lo dulu. Dan sekarang lo dengan seenaknya ngajakin ketemuan untuk minta maaf. Dan jujur juga, gue ngerasa gue masih sayang sama lo. Tapi menurut gue nggak ada untungnya juga gue tetap jaga perasaan ini sedangkan orang yang gue sayangin nggak ngehargain perasaan gue." Gadis itu meremas kedua tangannya yang basah karena keringat. "Dan lo benar, gue nggak akan ngasih lo kesempatan kedua. Karena kita udah selesai dari dua bulan lalu, kan? Dan sekarang, it's time to move on."
Rio merasa lega, dan juga sesak di waktu yang bersamaan. Di satu sisi, ia lega karena di maafkan. Tetapi di sisi lain, ia sesak karena ternyata cewek yang pernah disakitinya itu masih mempunyai perasaan padanya yang bahkan baru diketahuinya tadi. Jika saja ia tidak menunggu selama ini untuk meminta maaf, mungkin saja akhir ceritanya akan berbeda. Mereka tidak berpisah seperti ini.
"Makasih Kyl udah maafin gue. Harusnya gue nggak menunggu selama ini untuk minta maaf sama lo."
Kyla mendongak, memberanikan diri menatap mata kelabu milik Rio untuk yang terakhir kalinya. "Semuanya udah terjadi, Rio. Tuhan mempunyai kisah yang berbeda untuk kita." Katanya lembut.
Rio mengangguk, membenarkan. Tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Kyla dengan sayang, seperti kebiasaannya dulu. "Gue harap lo bahagia."
Kyla tersenyum tulus. Sekarang, ia sudah bisa bernafas lega.
-###-
Memasuki hari ke-12 di rawat inap, Yoza masih tampak menikmati keberadaannya di rumah sakit. Biasanya ia akan meminta pulang, tidak peduli dengan keadaannya yang masih belum terlalu pulih. Tetapi sekarang, sejak bertemu dengan gadis itu, Yoza tidak lagi merasakan kebosanan itu. Bahkan ia menginginkan berada disini lebih lama, hanya untuk melihat Kyla.
Tiga hari berlalu sejak kejadian perkenalan ulang antara cowok itu dengan Kyla. Dan sejak hari itu pula hubungan keduanya bertambah akrab. Kecanggungan diantara keduanya sudah musnah tidak berbekas. Kini yang terlihat adalah kedekatan mereka yang sudah seperti berteman lama.
Fani---Mama Yoza---mengerutkan kening bingung saat melihat anaknya itu tersenyum sendiri. Matanya terlihat tidak fokus dengan tontonan di hadapannya. "Kenapa kamu senyum-senyum gitu? Ada yang lucu?" Tanyanya sambil melangkah mendekati Yoza.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Hope
Teen Fiction"When I first met you, I honestly didn't know you were gonna be this important to me." -Kyla Zenata Mahardika. "When I first met you, I never realized how much you would end up meaning to me." -Yoza Althaf. © 2015 by rick-thebieber