Author's POV
"Kenma, kau ingin pergi ke mana?!" tanya (Y/n) sambil mengejar Kenma yang mulai berjalan menjauh.
Kenma tak menyahut. Ia hanya terus berjalan menjauh. Namun, ketika sebuah pintu yang bercahaya muncul di depannya, ia berhenti dan menoleh ke belakang.
Tatapannya yang sendu tertuju kepada (Y/n). Gadis itu hanya bisa terdiam. Ia masih terlalu bingung hanya untuk mengucapkan satu patah kata.
"Aku akan pergi ke tempat yang jauh. Jangan bersedih jika aku sudah tidak bersamamu lagi," ucap lelaki itu.
Ia menatap (Y/n) lagi. Melemparkan senyum tipis ke arahnya, lalu berbalik dan berjalan memasuki pintu itu.
"Kenma!"
***
"(Y/n), kau tak apa-apa?!"
Seruan itu membangunkan (Y/n) dari mimpi buruknya. Raut wajah khawatir milik Kiyoko terpampang di depannya ketika ia membuka matanya. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya. Pandangan (Y/n) terasa berkunang-kunang ketika ia menatap langit-langit kamarnya.
"Demammu tinggi sekali. Tiga puluh delapan derajat. Apa saja yang kau lakukan?" Kiyoko berkacak pinggang sambil menatap (Y/n) dengan heran.
"Tidak ada," jawabnya dengan suaranya yang terdengar serak.
Mimpi buruknya tadi sudah cukup membuatnya sakit. Bukan, bukan sakit secara fisik. Namun, hatinya akan sakit jika mimpi itu benar-benar kenyataan.
"Minum dulu, (Y/n)." Kiyoko menyodorkan segelas air putih kepada (Y/n). (Y/n) bangun untuk duduk bersandar pada tempat tidurnya.
"Jarang sekali aku melihatmu dalam kondisi seperti ini, (Y/n). Cepatlah sembuh," ujar Kiyoko sambil mengusap surai (h/c) milik adiknya.
"Nee-chan," panggil (Y/n) sebelum Kiyoko menutup pintu kamarnya.
Kiyoko membatalkan niatnya untuk menutup pintu. Ia menoleh lagi pada (Y/n). "Apa?"
"Jangan beritahu Kenma jika aku sedang sakit sekarang," pinta (Y/n) pada kakaknya itu.
Kiyoko terdiam sejenak. Lalu, ia mengangguk paham.
"Terima kasih, Nee-chan."
Kiyoko tersenyum simpul. Lalu ia keluar dari kamar (Y/n).
Sebenarnya (Y/n) masih merasa mengantuk. Namun, ia khawatir jika ia akan melihat mimpi yang sama dengan yang tadi. Pikirannya masih dipenuhi oleh perasaan-perasaan tak enak tentang Kenma.
Apakah aku harus menghubunginya? pikir (Y/n).
Kemudian ia menggeleng. Menolak kuat-kuat apa yang otaknya pikirkan tadi. Tidak, ia tidak boleh menghubungi Kenma. Ia masih tak tahu harus menjawab apa jika tiba-tiba Kenma mengutarakan perasaannya lagi kepadanya. Lagi pula, Kenma akan khawatir jika lelaki itu tahu (Y/n) sedang sakit sekarang.
(Y/n) menoleh ke kanan. Ke arah meja nakas di samping tempat tidurnya. Di atas sana, pandangannya tertuju pada sebuah jepitan rambut dengan hiasan berbentuk kepala kucing berbulu cokelat muda. (Y/n) mengambilnya. Detik selanjutnya, ia mulai larut dalam pikirannya sendiri.
***
Kenma menelusuri koridor sekolah dengan tergesa-gesa. Pasalnya, sejak pagi tadi, ia tak melihat (Y/n) di manapun. Padahal biasanya gadis itu akan menyapanya di pagi hari dan mengajaknya makan siang ketika jam istirahat. Namun, di saat bel istirahat telah berbunyi, (Y/n) masih belum menampakkan batang hidungnya.
Karena Kenma sudah tak tahu harus mencari ke mana lagi—ia juga sudah mencari ke seluruh ruangan di dalam gedung sekolah—akhirnya ia memutuskan untuk bertanya pada Yachi. Ia baru teringat dengan teman (Y/n) itu beberapa detik yang lalu. Ah, mungkin ini karena ia terlalu khawatir dengan gadis itu dan langsung mencarinya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Beat Me! ✧ Kozume Kenma
Fanfic"Jika aku kalah, maka aku harus menjadi pacarmu selama satu bulan." ────── Berawal dari sebuah tantangan yang dilontarkan olehmu, kau pun berujung menjalani sebuah tandingan dengan teman seangkatanmu. Kozume Kenma. Adalah teman seangkatanmu yang kau...