38. Teror

333 58 11
                                    

⚠Koreksi jika ada typo

Happy Reading💙
**

Sudah tiga hari lamanya Mars dan yang lain berusaha mencari kebenaran tentang foto Bulan yang beredar. Sudah tiga hari juga hubungan Dirga dan Mars kurang baik. Mars menyangkal bahwa Dirga bersikap sedemikian karena waktu itu Mars meninggalkan Bulan. Anggota Cloris yang lain juga berpikiran sama halnya dengan Mars. Setiap ditanya, Dirga selalu diam tak berniat menjawab. Akhir-akhir ini Dirga juga jarang ikut kumpul. Padahal Mars berusaha berbuat sesuatu agar Dirga mau memberitahu kesalahannya, tapi sepertinya Dirga enggan berdamai.

Hari ini Mars berniat untuk menjenguk Rea di rumah sakit. Keadaan Rea sudah dibilang cukup membaik dari sebelumnya. Kali ini Mars menjenguk Rea ditemani oleh Bulan. Ini kemauan Bulan sendiri ingin menjenguk Rea, alhasil Mars menurutinya.

"Mars, aku ke toilet dulu, ya," ucap Bulan setelah sampai di depan ruangan Rea.

"Mau gue anter?"

Ucapan Mars ternyata membuat Bulan berpikiran negatif. Tabokan pelan kemudian berhasil mendarat di bahu Mars. Membuat sangat empu mengaduh kesakitan.

"Aws! Kok gue ditabok?" ringis Mars.

"Aku bisa ke toilet sendiri!"

Mars mengernyit. "Gue cuma nawarin, kali. Barangkali lo nggak tahu letak toiletnya ," jelas Mars.

Bulan menjadi salah tingkah sendiri. Otaknya itu selalu saja tidak bisa diajak kompromi. "Y-yaudah aku ke toilet dulu."

Mars mengangguk.

Kemudian Mars memasuki ruangan Rea. Di dalam sana ternyata sudah ada Rehan, Papa Rea. Mars pun segera menyalami Rehan.

"Om," sapanya.

"Kebetulan kamu ada ke sini, Mars. Om mau ngomong sesuatu sama kamu," ujar Rehan terdengar serius.

"Papa mau ngomong apa?" tanya Rea menatap Rehan dan Mars bergantian.

"Papa mau ngomongin hubungan kalian."

"Hubungan?" Pikiran Mars seketika langsung melayang pada ucapan Rehan waktu itu. Ucapan Rehan yang menyuruhnya untuk segera melamar Rea.

Kemudian Rehan menyuruh Mars untuk duduk terlebih dahulu di kursi ruangan Rea. "Sebelumnya om pernah bicarain ini sama kamu," ujar Rehan.

Mars mengerutkan keningnya. Begitupun dengan Rea. "Ucapan Papa bikin aku deg-degan, deh! Ngomong aja langsung, Pah," kesal Rea. Padahal gadis itu sudah sangat penasaran.

"Kapan kamu lamar Rea?"

Hening.

Beberapa detik hening. Rehan berdehem untuk mencairkan suasana.

"Hah? Lamar? Papa ngomong apa, sih!" sangkal Rea.

"Papa nggak ngomong sama kamu, Rea. Kamu tinggal dengerin aja," ujar Rehan membuat Rea membalakan matanya. Bagaimana bisa ia tidak berkomentar, orang pembicaraannya saja berhubungan dengannya.

"Tapi ini-"

Tangan Rehan terangkat menandakan menyuruh Rea untuk diam. Alhasil Rea memilih diam.

Lain lagi dengan Mars. Otaknya seketika langsung blank akibat perkataan Rehan. Sudah berapa kali ia mengatakan jika hubungannya dengan Rea adalah sahabat. Tapi Rehan seolah-olah menyudutkan Mars agar segera melamar Rea.

"Kamu nggak lihat kondisi Rea yang sekarang? Rea butuh kamu, Mars. Om nggak bisa menjamin bisa jagain Rea terus. Om pengin serahin Rea ke kamu sepenuhnya, tapi kamu selalu nolak." Rehan menghela napasnya kasar. "Apa yang membuat kamu selalu nolak permintaan om? Apa kamu sudah punya pacar?"

Do You Miss Me? [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang