🍁 BAB 6 🍁

4.9K 700 31
                                    

Lastri sampai di rumah kontrakan ketika waktu sudah memasuki waktu jam 8 malam. Tubuhnya letih karena ia membereskan kamar lebih dari biasanya. Lastri hanya mencoba untuk menghindar dari kejaran bosnya dengan mengambil beberapa pekerjaan yang seharusnya dikerjakan temannya.

Ia mendudukan tubuh di kursi meja makan berukuran kecil sambil menaruh mie instant yang baru selesai ia masak. Lastri menyuap satu suap mie instant itu ke mulutnya dan rasanya sedikit bisa menahan lapar.

Gaji yang baru ia datkan dua hari lalu sengaja Lastri tabung untuk kebutuhan dan masa depan Aldi mengejar sekolah. Ia memilih menyetok mie instant dan makanan yang murah untuk menjadi makanan utama ia sebelum berangkat kerja dan selepas pulang kerja.

Lastri meraih ponselnya, menelepon nomor telepon Aldi. Ia sengaja meninggalkan ponsel jadulnya yang satu lagi agar Lastri masih bisa berkomunikasi dengan putra kecilnya.

"Halo, Mama." Suara di sebrang sana terdengar sangat antusias.

Lastri tersenyum. Seberapa lelah tubuhnya sekarang jika sudah mendengar suara Aldi semuanya terasa berjalan baik-baik saja. Hanya putranya yang bisa memberikan kebahagiaan ke dalam hidupnya seperti ini.

"Halo Sayang. Lagi ngapain?"

"Lagi mau bobok Ma sama simbok."

"Oh iya bobok yang nyenyak ya. Mimpiin Mama."

"Iya Ma. Mama kapan pulang Aldi kangen."

"Nanti Mama pulang kalau ada hari libur. Aldi harus sabar ya nunggunya."

"Siap Ma. Aldi selalu sabar kok."

"Bagus itu baru anak Mama."

Tok tok tok

Obrolan mengasyikan mereka terinterupsi dengan keutan pintu. Lastri menoleh ke arah pintu sambil berbicara pada anaknya.

"Sayang Mama tutup dulu ya. Nanti Mama telpon lagi."

"Baik Ma."

Lastri langsung menutup ponselnya. Keluar dari kursi melangkah menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.

Ketika baru saja ia membuka pintu dan belum sempat melirik siapa yang mengetuk pintu Lastri harus tersentak kaget dengan seseorang yang tiba-tiba mendorong pintunya dan masuk menyelonong begitu saja. Dan lebih mengejutkan lagi bibir seseorang itu tengah menempel dengan bibirnya.

Wanita itu tidak bisa berbuat banyak saat tubuhnya di giring mundur dan bibirnya tetap di permainkan secara brutal oleh mulut lelaki itu. Lastri berberapa kali memukuli bahu lelaki itu namun cukup sulit karena perbedaan tinggi mereka yang sangat kontras.

Tubuh Lastri terjatuh di atas sofa. Lelaki itu tidak melepaskan cumbuannya, malah semakin menyesap bibir Lastri bergantian dan lidahnya yang ahli bermain di area rongga mulutnya ditambah remasan lembut di dadanya membuat Lastri seketika lemas dengan ulah tersebut.

"Lepaskan Tian!" sentak Lastri saat mulut lelaki itu terlepas. Dada Lastri naik turun mengais napas.

Tian tidak menghiraukan ucapan Lastri. Ia menarik kaus yang sedang Lastri kenakan.

Nafsu dalam diri Tian semakin menjadi tangannya dengan cekatan melucuti pakaian Lastri yang lain sampai wanita itu bugil tanpa sehelai benang.

"Hen...tikan."

Tian tidak mengidahkan lirihan Lastri ia semakin keras mencumbui tubuh Lastri.

Sampai desahan Lastri terdengar Tian semakin semangat untuk memberikan lebih pada tubuh wanita yang sangat dicintainya.

***

21+++++

***

Tian menarik tubuh telanjang Lastri untuk menempel pada tubuhnya. Mereka telah selesai dengan permainan panas, dan kini ia berakhir masuk dalam dekapan Tian di atas sofa dengan keadaan tubuh telanjang mereka terpampang tanpa ada selimut yang menyelimuti.

Merasa jemari Tian masih bermain di area dadanya. Lastri refleks menghentikan dengan menangkup tangan itu. Sedangkan Tian membalas ulah Lastri dengan mengigit daun telinganya gemas.

"Aku masih merindukanmu. Singkirkan tanganmu Sayang."

"Tian. Ini salah. Seharusnya kita tidak melakukan ini."

Tian menghela napas ia kira mereka sudah kembali normal setelah Lastri mendesah mencampai puncak bersamanya. Nyatanya pemikiran wanita ini masih sama.

"Aku tidak mau moment menyenangkan ini berakhir. Jadi cukup diam dan nikmati apa yang aku lakukan."

Tubuh Lastri dibalik paksa hingga kini wajah Lastri berhadapan dengan wajah Tian. Wanita itu mulai risih saat Tian tidak melepaskan tatapannya sedikit pun. Lalu perlahan wajah Tian mulai mendekat membuat Lastri refleks beringsut menjauh namun karena dia ada dalam pelukan Tian membuat wanita itu tidak bisa bergerak bebas.

Hingga beberapa senti lagi bibir itu mendarat ke bibirnya Tian harus dikejutkan lebih dulu dengan suara keroncongan perut wanitanya.

Wajah Lastri memerah dibuatnya sedangkan Tian sudah tertawa.

"Kau lapar?"

Mendapati hanya diam berarti benar tebakannya. Lastri sedang kelaparan.

Tian mulai melepaskan tubuh mungil Lastri lalu bangkit dari berbaring meraih ceceran pakaian dan memakainya ringkas.

Lelaki itu menyelipkan rambut Lastri ke telinga lalu mengecup keningnya dengan lembut.

"Pakai pakaianmu. Akan aku masakan sesuatu."

Lastri menatap punggung tegap itu sudah melangkah memasuki area dapurnya. Meneliti setiap makanan yang tersimpan dan keningnya mengernyit saat hanya mie instant dan telur yang ia temukan. Selebihnya tidak ada menu yang layak lagi untuk di masak.

Tian menatap Lastri. "Kau bahkan tidak mengisi kulkasmu?"

Lastri terdiam. "Aku akan makan mie instant saja."

"Tidak boleh. Mie instant tidak baik untuk kesehatan."

Lelaki itu mulai mendekati Lastri yang sedang memakai pakaian lalu tanpa diduga langsung meraih tubuhnya dalam gendongan membuat Lastri tiba-tiba berjengit kaget.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Kita mandi. Setelah mandi kita belanja kebutuhan dapurmu."

"Apa? Tian lepaskan aku."

"Jangan membantah Lastri!"

Bersambung...

Mencintaimu, Tak Mudah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang