[Kaminaga/Reader/Amari] - Adu Rayu (2)

65 5 0
                                    

Dilema. Aku merasa dilema. Hubunganku dengan Kaminaga seakan kehilangan percikan cinta akibat kesibukan masing-masing beberapa waktu belakangan, apalagi Kaminaga acap kali bepergian ke luar kota. Selain itu, ada orang lain yang peduli dengan diriku yang tidak dapat dipungkiri merasa kesepian. Aku tahu jika hal yang tengah kupikirkan itu adalah sebuah kesalahan, sebab ada hati Kaminaga yang semestinya kujaga, tetapi aku tengah dihadapkan dengan pilihan lain.

Baru saja memikirkan kisah asmara sembari berjalan kaki menuju kantor, tiba-tiba aku melihat Amari-san, pria baik hati yang kumaksud, baru saja masuk ke gedung yang sama dengan yang tengah kutuju. Bak disadarkan dari lamunan pagi hari, semestinya aku juga harus lekas masuk dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh staf atasanku. Aku pun berlari, menyusul Amari-san yang sudah masuk lebih dulu. Celakanya, aku sedikit terlambat, pintu lift sudah tertutup.

"Ah, sial," gerutuku, lantas menghentakkan kaki sebab kesal. Terpaksa harus menunggu lift yang berikutnya.

Akan tetapi, pintu lift tadi kembali terbuka, wajah tampan dan kharismatik Amari-san kemudian terlihat olehku. Pria itu mengulas senyum dan terkekeh melihat aku di depannya. Dengan gestur sedikit malu-malu, aku pun memasuki lift dan berdiri di samping Amari-san. Aku sedikit melirik ke arahnya, lantas memandang Amari-san dengan tatapan yang seakan menyiratkan pertanyaan atas tindakan pria itu tadi.

"Tadi aku mendengar suara orang berlari, tahunya kau," ucap Amari-san sembari mengulas senyum kharismatiknya.

Saat kami berdua tiba di lantai yang mereka tuju, Amari-san dengan sikap gentleman-nya pun mempersilakanku keluar lebih dulu, baru diikuti olehnya. Tidak ayal, hal itu menimbulkan desiran kekaguman di dadaku. Aku sedikit membungkukkan badan kepada Amari, hendak beranjak ke ruangan untuk melanjutkan pekerjaan selepas mengucapkan terima kasih kepada pria itu.

"Oh ya, [Name]," panggil Amari-san tiba-tiba, membuat atensiku beralih kepadanya.

Aku membalikkan badan, merasa mungkin Amari-san akan memberi pekerjaan lain. "Ya, Amari-san?"

"Kau mau makan siang bersama nanti?"

[][][]

Jam makan siang pun tiba, aku yang pagi tadi mengiyakan ajakan makan siang Amari-san tiba-tiba menjadi gugup. Saat ini, aku tengah berdiri di lobby kantor, menunggu Amari-san. Tiba-tiba saja, aku dikejutkan dengan tepukan di bahu, membuatku terlunjak karena terkejut, dan sang pelaku hanya tertawa.

"Astaga, maaf [Name], kau seperti sedang melamun tadi," ucap Amari-san.

Aku hanya mendengkus, pura-pura tengah marah. Gestur yang dilakukan olehku justru membuat Amari kembali tertawa, sungguh aku tidak mengerti hal yang tengah ada dalam benaknya saat ini.

"Baiklah-baiklah, kutraktir makan sebagai permohonan maaf, bagaimana?" tawar Amari-san. Tentu saja, aku langsung mengulas senyum lebar dan mengangguk antusias.

Lantas, kami berjalan berdampingan menuju café favorit Amari-san yang tidak jauh dari gedung kantor mereka untuk makan siang. Pria itu selalu mempromosikan café tersebut, sampai rekan-rekan kerjanya kenyang dengan marketing si pria dengan rambut cokelat tersebut. Sampai-sampai, saat mereka tiba, pelayan sudah menunjukkan tempat duduk favorit Amari.

"Astaga, Amari-san, kau senang sekali ke sini, ya?" Aku berujar sembari menggelengkan kepala.

Amari-san tersenyum. "Tentu saja, aku ikut berinvestasi di sini. Selain itu, kopinya enak," ujarnya.

Pelayan menghampiri meja kami, Amari-san mengedipkan mata kanannya dan pelayan tersebut mengangguk seraya mencatat pesanannya, sudah paham dengan pesanan yang diminta Amari-san.

Once Upon A TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang