[Kaminaga/Reader/Amari] - Adu Rayu (1)

81 9 0
                                    

Akhir-akhir ini pekerjaanku sebagai seorang intern sangat menyenangkan, memuaskan hasrat dewi batinku untuk belajar hal-hal baru perihal dunia kerja. Apalagi saat bekerja dengan Amari-san, aku selalu dibuat kagum olehnya. Amari-san seorang pria yang sangat pengertian, ia selalu memberikanku penjelasan terhadap pekerjaan yang tidak kupahami dengan penuh kesabaran.

Siang itu aku mendapat tugas untuk menyortir faktur penjualan, lalu menginput ke dalam perangkat lunak komputer untuk pengarsipan. Yang membuatku heran, Amari-san yang semestinya ada di divisi produksi tiba-tiba ada di ruangan yang sama denganku, tetapi mungkin ia sekadar ingin mengetahui unit yang terjual? Tentu saja itu berkaitan dengan produksi yang menjadi bidang pekerjaannya.

"[Name], sudah selesai kau input semua?" Amari-san bertanya, seraya memastikan ulang pekerjaanku. Sedikit takut ada yang terlewat, aku memeriksanya kembali, mencocokkan nomor di faktur dengan yang ada di komputer. Aku tidak bisa fokus, napasku sedikit tercekat sebab Amari-san berada di belakangku. Dia membungkukkan badan, matanya fokus kepada layar komputer, tangannya berada di belakang kursi yang kududuki. Aku bisa menghirup aroma parfum maskulin yang menyegarkan indra penciuman, merasuk dalam otak begitu saja.

"Sepertinya sudah semua. Kalau begitu kubawa ke ruang arsip dulu." Pria itu lantas memasukkan dokumen ke dalam kotak yang sudah dinomori, kemudian ia mengangkat beberapa kotak tersebut dan bergegas ke ruang arsip. Aku yang tidak enak hati, ikut mengambil beberapa kotak, dan mengekorinya.

Amari-san terkekeh kala melihatku mengangkat kotak sembari mengekorinya. "Biar aku saja, [Name], gadis manis sepertimu jangan mengangkat yang berat-berat."

Entahlah, tiba-tiba saja jantungku berdegup lebih kencang tatkala mendengar kalimat pujian keluar dari bibir sang pria murah senyum itu. Aneh, bukan? Aku bahkan yakin sekali wajahku juga memerah. Rasanya, perutku juga tergelitik. Tidak mungkin aku jatuh hati, mungkin hal ini hanya karena rasa kekagumanku saja.

"Terima kasih, Amari-san," ujarku sembari tersenyum. Ia lantas mengedipkan matanya, membuatku terkekeh geli.

Pantas saja ia digandrungi banyak perempuan di kantor ini. Ia pria yang baik hati dan lembut.

[][][]

Raja siang pun tenggelam, rasanya hari cepat sekali berlalu jika pekerjaan yang kulakukan hari itu menyenangkan. Aku menghela napas, merapikan barang bawaan ke dalam tas hadiah ulang tahun dari Kaminaga. Ah, ya, soal Kaminaga, aku sudah mengirim pesan kepada pria itu untuk menjemput, tetapi belum juga mendapat balasan. Aku bergegas menuju lobby, takut jikalau Kaminaga telah menunggu lama.

Namun, nihil. Aku tidak menjumpai figur pria dengan rambut cokelat dan kekehan jenakanya di lobby.

Aku berdiri, menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. Tidak biasanya Kaminaga sampai telat menjemput, sebab pria itu biasanya yang paling bersemangat. Aku menepuk-nepukkan kaki, sedikit membuat suara gaduh dari sepatu yang menepuk lantai. Kalau dipikir-pikir kembali, ini sudah kesekian kalinya Kaminaga berlaku tidak seperti biasa, jika ditanya pun ia seakan menutupi.

Aku menghela napas, mungkin karena kami sama-sama sibuk, pikiranku terdistraksi ke pekerjaanku sekarang. Aku sendiri tidak terlalu memusingkan Kaminaga, mungkin ia memiliki masalah. Hm ... aku mengernyitkan dahi sendiri tatkala memikirkan hal itu, sebagai pasangan kekasih semestinya ia berbagi cerita denganku, bukan menyembunyikannya.

"Kau kenapa sendirian di sini?" Aku hampir saja menjerit karena terkejut, Amari-san datang tiba-tiba. Ia ikut terkejut melihat reaksiku. "Maaf, aku mengejutkanmu ternyata. Sedang menunggu Kaminaga menjemput?" tanyanya.

Once Upon A TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang