Dua

6.4K 830 26
                                    

Joby menatap hampa pada cangkir tehnya yang sudah tandas. Entah sudah gelas ke berapa ia lupa. Satu-satunya yang diingatnya hanyalah petuah dari pemilik Ryokan yang mengatakan kalau teh yang ditenggaknya akan sangat membantu untuk membuat tidur semakin lelap. Tidur lelap, setidaknya itulah yang dia butuhkan saat ini.

Joby tidak sanggup berpikir lagi. Kalau boleh memilih, ia bahkan tidak mau berpikir sama sekali. Waktu tidurnya terpaksa tersita banyak hanya karena pikiran-pikiran pelik itu selalu menghantui. Pikiran tentang kisah cintanya yang entah harus dibawa ke mana.

Seingat Joby jatuh cinta itu mudah sekali. Hanya butuh satu percakapan singkat untuk membuatnya jatuh cinta pada Delia. Dan hanya butuh waktu satu bulan untuk membuat cintanya semakin dalam.

Yang tidak pernah Joby tahu, mempertahankan cinta ternyata tidak semudah itu. Sudah sebelas tahun menjalin hubungannya dengan Delia, ia tetap tidak bisa menentukan ke mana aliran hubungan ini akan berlabuh. Semua yang ada dulu di antara Joby dan Delia seolah menguap hilang, menyisakan penat.

"Kapan kamu bakal lamar aku?" adalah pertanyaan yang belakangan sering dilontarkan Delia yang membuat kepala Joby serasa seperti dijejali batu ribuan ton beratnya. Kalau saja membuat kekasihnya menjadi pendamping hidupnya bisa semudah itu... kalau saja memiliki Delia tidak harus membuat keluarganya kecewa... dan, kalau saja melepaskan Delia semudah itu....

Kalau saja.

"Do you want more tea?" tawar Mika, sang pemilik Ryokan yang bertubuh mungil, saat mendapati gelas kosong Joby, membuyarkan pikiran pria itu.

Joby mengangguk lemah, "Sure."

Enam hari sudah Joby berada di Negeri Sakura ini, sudah hampir setiap pelosok kota Kyoto dia jelajahi, namun Joby masih mendapati dirinya sama tersesatnya seperti hari pertamanya. Karena bukan kakinya yang buta arah, melainkan hatinya. Joby sepertinya lupa kalau menaklukkan peta tidak sama seperti menaklukkan hati. Dia boleh berhasil mencapai setiap objek wisata yang ingin ditujunya tanpa bantuan guide, tapi dia sepertinya masih kesulitan mencari jalan keluar dari labirin yang sudah kepalang ruwet di dalam hatinya.

Itu sebabnya Joby memilih untuk berdiam diri di Ryokan hari ini.

Jam pasirnya sudah luruh lebih dari setengah, dia tidak punya banyak waktu lagi. Habisnya waktu liburan sama artinya dengan habisnya waktu berpikir dan memberi jawaban untuk Delia.

Joby harus menjawab apa?

**

Pertama kali memijakkan kaki pada penginapan yang sudah dipesannya via online sebelumnya, hanya ada satu kata yang mewakili perasaan Ata: takjub. Baru saja beberapa menit yang lalu dia disuguhi kemodernan arsitektur gedung-gedung sekitar Kyoto Station, kali ini dia seperti masuk ke dalam pintu Doraemon dan diantarkan ke pedesaan Jepang.

Dikelilingi pohon-pohon Ginkgo yang menjulang tinggi, berdiri kukuh sebuah bangunan yang lebih mirip pondok. Dirangkai dari potongan-potongan balok kayu yang disusun renggang, dilapisi dengan dinding putih. Bangunan yang tampak hangat meskipun diterjang udara dingin dari sekitar. Mereka menamai bangunan ini sebagai Ryokan, penginapan tradisonal Jepang yang naik daun pada zaman Edo.

 Mereka menamai bangunan ini sebagai Ryokan, penginapan tradisonal Jepang yang naik daun pada zaman Edo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
STRAY HEARTS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang