emosi

1.1K 104 4
                                    

sebelum membaca alangkah baiknya vote dulu yah...😘😘




***

Kafka tak henti hentinya menghela nafas, ia menatap langit langit kamarnya dengan frustasi. Dirumah mewah ini hanya ada ia dan bibi syem, asisten rumah tangga yang sudah mengabdi hampir selama 10 tahun.

Kafka bangkit dari duduknya melangkah mendekati komputer miliknya.

"nih orang mati gara gara apaan dah" kafka bergumam sambil mengetik sesuatu di komputernya

tok.. tok... tok..

"mas kafka"

kafka menoleh saat sebuah suara memasuki indera pendengarannya, ia tahu siapa pemilik suara itu

"ada apa bik" saut kafka setengah berteriak

"Ada tamu dibawah mas"

Kafka mengernyit saat mendengar tamu. setaunya hari ini ia tidak meminta anak anak pegasus datang ke rumahnya. Kafka bangkit dari duduknya membuka pintu kamar miliknya

"tamu siapa bik" tanya kafka kembali, bik syem yang masih menenteng kamoceng mengeleng tak tahu.

"saya gak kenal mas, tapi orang itu bilang ia kenalan nyonya"

kafka semakan dibuat bingung, ia mengaruk belakang kepalanya yang tak gatal

"apa rentenir yah bi"

bi syem yang mendengar itu reflek memukul tangan kafka

"mas jangan ngomong sembarangan, ndak mungkin nyonya berurusan sama rentenir"

kafka menghela nafas panjang, benar juga apa yang di katakan bi syem

"yaudah kafka kebawah dulu, bibi lanjut aja pekerjaan bibi" Ucap kafka bik syam mengangguk mengerti setelahnya pamit undur diri

"kafka menutup pintu kamarnya yang terbuka kemudian membawah langkahnya kebawah, dimana ruang tamu terletak

"ngapain tuh orang nyariin orang yang udah gak ada yah" di sepanjang langkah kafka masih menerka nerka siapa orang yang berkunjung kerumahnya ini hingga...

"Al do you miss me"

Kafka mematung di tempatnya, jantungnya berdetak lebih kencang dari normalnya.

pria bermanik sedikit biru itu bangkit dari duduknya, ia menatap kafka dengan senyum manis miliknya

"Brengsek! Ngapain lo kesini!"

Triakan itu mengelegar, Urat urat nampak tercetak jelas. Tanganya mengepal kesal menahan amarah

"Keluar dari rumah gue Kairav!"

___

Tidak ada yang lebih menyesakan selain kehilangan orang yang kita sayang. Marvin tau akan hal itu dan itulah ketakutan yang paling Marvin benci.

Udara malam nampak menerpa wajah tegasnya. Lelaki berusia 40 tahun ini menatap langit dengan senyum sendunya. Ia tidak pernah kalah dari apapun kecuali satu

takdir tuhan....

"Apakah kau akan terus begini hmm" Marvin menoleh, raut wajahnya nampak lelah.

edward, pria yang lebih tua 3 tahun dari marvin menatap sang adik miris, Lihatlah penampilan adiknya kini benar benar jauh dikatakan baik. Meski ia pun sangat merasakan kehilangan Elvero keponakan yang amat ia sayangi. tetapi ia masih memiliki akal berlarut  dalam kesedihan hanya akan membuat keponakanya tersiksa.

al&elTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang