Satu

55 12 0
                                    

Sebelum membaca cerita ini aku mau bilang, ini cerita beda agama jadi disini akan ada 2 agama yang berbeda, aku harap kalian mengerti toleransi.

-Cerita beda agama (kalau gk bisa toleransi gak usah baca)
-Tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun.
-Hanya hasil pemikiran sendiri, ceritanini hanya ilustrasi semata, jadi jangan dibawa-bawa kedunia nyata.
-Tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun.
-Tidak membedakan agama manapun, aku memang Muslim,tapi di cerita ini aku berpihak pada dua agama, tidak membedakan, aku harap kalian mengerti.
Terima kasih.

Salam toleransi.

.
(Bagian 00 : Prolog)
.
Selamat membaca

🌟🌟🌟
Silvanie Michella gadis yang tengah berjalan menuju tempat kostnya dengan langkah yang anggun, memiliki paras yang cantik. Silva merupakan siswi SMA ,kelas 3 dan sebentar lagi ia akan segera lulus.

Langkahnya terhenti ketika tiba di depan Masjid An-nur, ia memandang lekat penuh kagum. Dengan segera ia mencopot airphone  yang menyumpal telinganya, lalu memasukkan ke dalam tas bersamaan dengan ponsel.

Ia melirik jam dan setelah itu bersamaan suara azan di Masjid An-nur itu berkumandang dengan merdu, suara itu sangat menyejukkan hatinya.  Lengkungan dibibirnya terlihat seakan ia sangat menggemari azan, dan itu memang benar.

Meskipun Silva tidak beragama Muslim, tetapi ia sangat menyukai azan, entahlah menurutnya itu mendamaikan hati dan fikirannya, apalagi yang mengumandangkannya dengan suara yang yang sangat indah.

Matanya menangkap beberapa orang lalu lalang dengan menggunakan mukenah dan sarung serta peci bagi pria, mereka memasukinya. Setelah itu suara azan itu berhenti, dan baru lah Silva pergi dari sana.

Kadang ia menginginkan juga memasuki Masjid An-nur, tetapi... Sudahlah.

"Nak..." panggil seorang ibu-ibu ketika melihatnya ingin pergi, Silva menoleh, dan ia tersenyum. "Ayo sholat," ajak ibu itu dengan wajah yang tulus.

Hatinya enyah ketika mendengarkan, senyumannya memudar, dulu jika ia kepergok maka akan bilang dirinya sedang berhalangan, lalu bagaimana sekarang sedangkan dirinya baru saja beberapa waktu lalu menyatakan sedang berhalangan, apa ia membuat alasan yang sama, jika ia maka ibu itu akan curiga.

"Kenapa?  Masih belum boleh?" tanya ibu itu lagi, ia menggeleng, entahlah tiba-tiba saja ia merespontnya.

"Yasudah ayuk!" Ajak ibu itu lalu melangkah menuju ke dalam Masjid,apa-apaan ini kenapa kakinya ikut berjalan, bahkan ikut untuk mengikuti ibu itu, Tuhan... Maafkan Silva, batinnya.

Bagaimana ini, apa yang akan terjadi jika ia beragama non-Muslim melakukan Sholat, tidak itu tak boleh terjadi. Apa ia jujur saja jika dirinya bukan agama Muslim, langkahnya terhenti ketika ibu itu menghidupkan kran air, bertanda ingin berwudhu.  Sialnya ia mengikutinya, setelah melepas sepatu dan meletakkan tas sandangnya di depan tempat wudhu.

Silva ikut menghidupkan air kran itu, dan melihat ibu itu melakukannya. Apa mungkin ini jawaban dari keinginannya sedari dulu bisa merasakan apa yang orang Muslim lakukan dalam beribadah, bahkan ia dulu hingga kini sangat ingin memasuki Masjid.

Ia mulai berkumur-kumur, lalu membasuh hidungnya, dan lalu seluruh bagian wajah hingga tiba di membasuh kedua kakinya. Entahlah ia tak tau harus melakukan berapa kali, Silva hanya mengulang-ngulangnya.

aku, kamu dan KeyakinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang