Melani masih setia dengan sofa di pojok ruangan sambil memperhatikan kebersamaan sebuah keluarga, yang begitu dekat. Saling menjaga, terkadang mengejek dengan hal-hal kecil, dan selalu di akhiri dengan tawa dari semua orang.
Menyenangkan, bukan?
Seorang perawat masuk setelah mengetuk pintu. Membawa sarapan. Lalu segera keluar setelah memberikan pesan dokter, kalau nanti sore dokter akan datang memeriksa.
Maria dengan senang hati menyuapi putranya. Telaten. Dan sesekali menyeka mulut Angga kalau buburnya terlalu banyak. Sedangkan si bungsu, Siska siap sedia di samping ranjang dengan gelas air minumnya.
Viona memangku Bagas yang masih mengantuk. Sesekali menjewer pelan telinga Andri karena iseng menggelitiki hidung keponakannya dengan tali jaketnya. Sedangkan ayah Angga masih terlelap di ranjang sebelah yang telah di siapkan sebelumnya untuk keluarga.
Hati Melani sedikit menciut dan menyuruhnya segera pergi dari ruangan ini. Toh, kehadirannya sama sekali tidak di anggap. Sejak satu jam lalu, saat Angga mulai membuka matanya perlahan. Dan semua orang disana bergegas mendekat.
Kecuali Melani.
Tentu saja."Aku bukan siapa-siapa,kan?!" Tanyanya dalam hati.
Pria berlesung pipi itu akhirnya bangun dan membuat semua keluarganya tersenyum lega.
Begitu juga dengan Melani.
Meskipun ia hanya duduk, melihat, dan bermonolog dengan dirinya sendiri. Dalam hati.
Entah apa yang membuatnya berdiam diri disana. Tapi Melani tahu, diam-diam Angga melirik ke arahnya. Mengatakan sesuatu yang entah apa lewat mata. Dan membuatnya benar-benar hanya diam. Menunggu.
Menunggu?
"Apa yang kau tunggu, Melani?" Tanyanya sendiri sambil menggeleng pelan. Menyingkirkan beberapa jawaban yang menghampiri pikirannya.
Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja hati kecilnya katakan. Tentang Angga yang menyukainya dan akan memberikan kebahagiaan seperti impiannya selama ini.
"Nak... "
Terkejut. Melani gugup melihat Maria sudah duduk di sampingnya dengan senyum lebar. Ia beringsut pelan ke samping.
"Kami harus pulang karena Siska masuk sekolah dan Andri harus kuliah. Viona juga harus mengantar Bagas untuk les bahasa inggris nanti siang. Papa Jaka ada janji dengan rekan bisnisnya satu jam lagi. Dan mama harus ikut."
"Oh? Ya—Tante." Melani gelagapan. Saat ia melirik ke samping, Siska memberikannya tatapan kesal.
Gadis itu masih marah padanya meskipun semua orang sudah menjelaskan padanya. Melani paham. Di umur Siska yang baru 16 tahun, emosi gadis itu masih susah di kendalikan.
Melani terkejut saat Bagas tiba-tiba berlari dan duduk di sampingnya.
"Tante cantik, kalau nanti Om Angga nakal, bilang saja pada Bagas. Bagas pasti akan membuat perhitungan dan membuat Om Angga meminta maaf! Bagas janji, Tante!!!" Bagas, bocah berumur 7 tahun itu selalu berhasil membuat Melani tertawa.
Ia mencium kedua pipi Bagas lalu mengacak rambutnya, gemas. "Terima kasih, sayang... Tante sayang banget sama kamu."
"Kalau begitu Tante cantik menikah saja sama Bagas."
Dan semua orang pun tertawa mendengarnya. Termasuk Angga. Pria itu tersenyum lebar tanpa melepaskan pandangannya pada Melani. Membuat Melani menunduk, menyembunyikan kedua pipinya yang merona.
"Manis sekali... "
0000°°°0000
"Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry You
RomanceMenikah adalah satu hal penting, yang untuk setiap orang akan memiliki pendapat berbeda. Begitu juga dengannya. Melani. Seorang gadis manis yang menginginkan sebuah pernikahan hebat dengan segala keindahannya. Terlebih, saat kekasihnya, Dimas melam...