Gadis itu berjalan menuju tepi lapangan yang sedang ramai oleh murid laki-laki bermain bola. Kedua tangannya menggenggam masing-masing botol minum dengan merk dan rasa yang berbeda kemudian gadis dengan kuncir kuda itu duduk seraya membuka salah satu segel minumannya lantas meneguk hingga tersisa setengah, saking hausnya.
Sebenarnya ini masih jam pelajaran tapi Pira nekat keluar kelas untuk menonton murid kelas lain yang sedang olahraga. Kelasnya sedang free class tetapi tetap saja di beri tugas walau gurunya sedang tidak ada. Untungnya Pira sudah menyelesaikan tugas itu dengan cepat. Tugas itu tidak sulit hanya membuat karangan cerita minimal sepuluh paragraf dengan tema bebas alias terserah.
Siapa sangka, soal tugas karang-mengarang cerita Pira jagonya. Dengan bermodal berimajinasi liar, Pira sudah bisa menentukan skenario ceritanya beralur seperti apa. Bahkan, Pira adalah murid yang pertama menyelesaikan tugas itu di kelasnya dalam kurun waktu sepuluh menit. Buku latihan gadis itu sudah terletak di atas meja guru.
Pira ikut terkekeh saat melihat kelakuan absurb salah satu murid laki-laki yang sangat ia kenal dengan balutan baju olahraga yang setengah basah oleh keringat. Terlihat begitu asik bergurau dengan dua temannya, salah satunya hanya bisa tertawa ngakak hingga wajahnya memerah.
Gadis itu berniat untuk mengambil ponselnya di saku rok untuk memotret tiga murid laki-laki itu namun saat mengeluarkan ponselnya ada benda lain yang ikut tertarik keluar dan jatuh ketanah. Pira sadar jika ada benda lain yang jatuh dari saku roknya pun langsung mengambil benda itu yang ternyata adalah sebuah kalung.
Ah, itu kalung miliknya yang ia simpan di saku rok saat ia sedang buru-buru ingin berangkat ke sekolah karena kesiangan jadi Pira tidak sempat untuk memakainya di leher. Pira menatap kalung itu dengan sendu kala mengingat sebuah momen saat kalung itu di berikan kepadanya sekian tahun lalu.
"Ini buat Pira?" Waktu itu matanya penuh binar saat melihat kalung dengan liontin motif gandul bintang dan bulan yang sangat indah baginya.
Mama memakaikan kalung itu di leher putrinya. "Jangan sampai hilang. Kalung itu susah dapatnya karna udah nggak ada lagi yang jual."
"Limited edition dong?"
"Iya. Kamu suka?" Pira mengangguk semangat dengan senyum cerahnya.
"Loh! Masa kak Pira doang yang di kasih kalung, Juna kok nggak?!" Bocah laki-laki sekitar berumur 8 tahun datang kemudian duduk di samping Pira dengan raut cemberut.
"Berarti Mama sayangnya sama kakak bukan sama Juna," ledek Pira membuat adiknya itu makin mengerucutkan bibirnya.
"Mama harus adil sama anaknya dong! Juna kan juga mau!" ujar Juna terlihat sangat tidak terima Mama pilih kasih.
Mama tersenyum, senyum yang selalu membuat hati Pira menghangat kemudian tangan Mama terulur mengelus surai Juna penuh sayang. "Kamu kan anak cowo. Anak cowo nggak boleh pake perhiasan."
Seketika Pira tersenyum miring. "Juna mau kalung kaya kakak?"
Juna mengangguk penuh harap.
"Potong dulu tititnya terus pake rok nanti kalung ini buat Juna," ucap Pira membuat senyum sumringah Juna lenyap begitu saja.
Ia dan Mama tergelak melihat perubahan ekspresi Juna yang begitu kentara. Dan terlihat sangat lucu.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat membuat kenangan itu semakin membekas. Kalung yang Mama berikan padanya begitu sangat berharga. Sampai-sampai Pira sangat menjaga kalung itu karena takut hilang. Bukan karena benda itu susah di dapatkan atau tidak ada lagi yang menjualnya, hanya saja kalung itu berisi banyak sekali kenangan tentang dirinya dan juga Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALU PROJECT
Fanfiction... "halu adalah cara membahagiakan diri paling murah" ... ©Bijisalak Picture ngambil dari Pinterest.