Si kecil pilon yang dilanda
penasaran akan perfoma dunia luar. Habiskan saban hari ditempat yang
sama bagai seorang sandera. Berjalan berlari berputar berguling tetap akan kembali ke tempat yang sama. Dimana pun kakinya ia pijakan, daksanya akan kembali ke tempat ia semula- semua bagaikan fatamorgana. Ia baringkan daksanya sambil mengerjap perlahan dan membayangkan akan cantiknya nabastala tanpa terhalang jendela. Ingin rasanya ia keluar dan bebas merapah dunia tanpa peduli akan bahaya yang menantinya disana.Membayangkan rasanya berguling diatas derai pasir hangat dibawah teriknya sang bagaskara, Mencium ambu tanah yang basah diguyur hujan, Merasakan terpaan sarayu yang menenangkan atmanya, Mendesak masuk ke dalam jenggala dan merapah mengikuti arah rasi bintang utara tanpa perlu penerang, karena adanya selaksa gemintang bertaburan di cakrawala yang tertutupi oleh gumpalan payoda.
Namun apa daya, sang empu tampak mengugemi renjananya. Tak sampai hati ia melepas sang candramawa yang nantinya akan melalang buana merapah mencari jati diri di atas bentala, menyusuri tiap tiap afsun yang mengisi bumitala. Ketakutan akan kehilangan si kecil yang terlalu gapah, karena ia adalah salah satu harsa bagi dirinya. Senandikanya saat merapalkan doa doa untuk sang candramawa terdengar hingga jumantara, sebagai pembuktian kepada semesta bahwa miliknya sangatlah berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengamat Jagat Raya
PoetryPada buku ini sang penulis menorehkan puluhan peristiwa apapun yang terbesit dibenaknya melalui aksara yang diketik dan disusun menjadi sebuah kidung dengan makna yang tak terpikirkan artinya. Silahkan berkunjung. Ia akan menyambutmu dengan hangat d...