Pada sore itu jumantara mempertontonkanku swastamita nan elok. Disana terlukis sandyakala yang terpendar pada cakrawala. kedua aksaku tersorot ke arah sebuah panggung pertunjukan. Ku datangi panggung itu dan mendudukan diri pada salah satu bangku yang ada;
Terlihat disana seorang ballerina meraki dengan cantiknya. Saban geraknya mengisyaratkan jutaan makna dan menggambarkan sebuah eunoia. Sorot matanya menafsirkan rasa gulana, namun tertegun dalam keharuan mengikuti irama dari melodi yang menggema;
Daksanya berdiri kokoh dan anggun, tiap inci gerakan yang ia lakukan membentuk pola berupa alur dari sebuah kisah kehidupan. Pertama, saat ia membungkuk hormat kepada para penonton. Memperlihatkan bahwa perilaku adalah hal yang paling utama; kedua, saat ia perlahan mengangkat daksanya yang bertumpu pada ibu jari kaki. Menunjukan bahwa tak semua orang mampu melakukannya dan tak semua orang dapat sekuat jari mungil tersebut; ketiga, ia lakukan gerakan memutar seakan daksanya menjelma menjadi sebuah vinlyn yang sedang memutar memori lama- dan dari sanalah ia mempelajari segala hal. Keempat, dilakukannya sebuah lompatan yang membuat para penonton terpukau pada afsunnya. Melalui lompatan lompatan itu dan dengan persistensinya, perlahan ia bisa naik dan bersinar tepat di atas panggung yang sedang ia pijakan;
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengamat Jagat Raya
PoetryPada buku ini sang penulis menorehkan puluhan peristiwa apapun yang terbesit dibenaknya melalui aksara yang diketik dan disusun menjadi sebuah kidung dengan makna yang tak terpikirkan artinya. Silahkan berkunjung. Ia akan menyambutmu dengan hangat d...