Jurnal Kehidupan: Talitha

44 4 0
                                    

"I don't wanna dream in alone

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"I don't wanna dream in alone."

- Harsa Setranala.













Saat Iris menebak-nebak kalau Harsa akan melakukan hal buruk, pemuda itu justru membawanya ke rumah setelah sebelumnya mampir ke restoran cepat saji.


Dan disinilah Iris, duduk berhadapan dengan Harsa di sebuah meja makan kecil untuk dua orang dengan seporsi burger tanpa keju di tangan untuk makan malam.

Sementara Harsa hanya melihatnya sembari menggigiti sedotan cola.



"Kamu-

maksudnya kakak nggak ikut makan?"


"Beneran lupa? Kakak nggak suka burger, Ta."







Bohong.

Sejurus Iris tau Harsa tengah berbohong. Dari sekian banyak menu selain burger, tak ada yang masuk dalam struk pembayaran.


Sebenarnya Iris sedikit heran. Dari awal pertemuan, ekspresi Harsa selalu dingin tetapi nada bicaranya seperti menyiratkan perasaan yang tidak bisa dijelaskan.

Khawatir? Sedih? Dan sayang? Mungkin ketiganya.



Dengan pandangan tertunduk Iris makan dengan pelan. Pikiran tentang apa yang terjadi terus berterbangan di kepala. Mendadak ia merasakan empati yang mendalam terhadap Harsa.

Dan sejauh ini pula, ia tak melihat seorang pun muncul selain mereka di rumah ini.




Iris kembali duduk tegap begitu bunyi ringtone handphone mengisi seisi ruang.

Harsa beranjak, tak lama kemudian Iris mendengar permintaan maaf dan terimakasih bertubi-tubi Harsa ucapkan pada seseorang di seberang sana.




"Ta, kakak pergi kerja dulu. Jaga rumah, jangan kemana-mana."



Harsa mengusak pelan rambut Iris dan berlari keluar rumah setelah sebelumnya tergesa-gesa memakai sepatu.

Iris hanya bisa menatap punggung Harsa yang semakin menjauh. Alisnya berkerut begitu melihat cara jalan Harsa yang sedikit pincang. Tapi tak ada waktu untuk bertanya, Harsa terlihat buru-buru. Kini hanya tinggal ia sendiri.


Iris meletakkan burger yang baru ia gigit sekali. Pandangannya menuju ke sekeliling rumah.

Sebuah sudut dengan banyak frame foto mencuri perhatian Iris. Dilihat sekilas pun banyak momen bahagia yang diabadikan. Pun dengan keluarga yang lengkap. Mungkin orang tua Harsa memang belum terlihat sejauh ini.

Salah satu foto menunjukkan Harsa dan adiknya yang tersenyum bahagia. Di bingkai foto tertulis nama Harsa dan Talitha, dengan tanggal lahir yang sama namun di tahun yang berbeda. Keduanya terlihat masih kecil.

Tanpa sadar Iris ikut tersenyum, teringat Mas Mersa. Andai Mas Mersa tidak merantau demi membantu Ayah, ia juga tidak akan sampai disini.

Iris menghela napas sebelum beralih ke seisi rumah.


Satu hal lain yang Iris sadari, rumah ini hanya muat dua orang. Lantas hanya mereka berdua- Harsa dan adiknya yang ia panggil 'Ta' yang tinggal.

Sosok Talitha kini membuat Iris penasaran. Yang ada dipikiran Iris saat ini adalah Harsa tak sengaja menemukannya di jalan dan mengira ia adalah Talitha mungkin karena mereka mirip. Untuk saat ini, hal seperti itu cukup masuk akal.

Tapi ekspektasi Iris diruntuhkan begitu ia melihat bayangannya sendiri di cermin.





Hampir saja Iris jatuh terduduk.




Bukan, bukan karena ia mirip dengan sosok Talitha di mata Harsa. Tapi karena ia benar-benar seorang Talitha, adik dari Harsa.

Iris tercenung untuk beberapa saat.



Jadi sejak Iris bangun, ia bukanlah Iris, tapi Iris di dalam tubuh gadis berumur 11 tahun?





"Aku harus tau lebih banyak", gumamnya.

Karena Iris tau, Tuhan tidak akan membuatnya sampai disini kalau tak ada yang harus Iris lakukan.

Dengan yakin Iris menaiki tangga kayu menuju lantai dua. Hanya ada sebuah kasur, dengan satu kasur lantai, sebuah jendela dan meja rias kecil.

Iris menginjak sesuatu dalam perjalanannya melihat-lihat seisi kamar.

Sebuah kertas kusut yang mungkin tertinggal saat hendak dibuang.

Begitu ia melihat nama Talitha di atas kertas, tanpa ragu Iris membuka isinya. Ia tak bisa melewatkan hal sekecil apapun.

Gerak mata Iris meneliti setiap kalimat yang tertulis di sana sebelum kemudian jatuh terduduk dengan air mata yang tak mau berhenti.

























Author's Note :

Aku cuma mau bilang, 'Cintai abangmu, makan enak tiap hari~'


Nggak. Bercanda.


Book yang aku tulis selalu soal cinta, romance, fluffy anak remaja. Sekarang lagi butuh udara segar. Beralih jadi family genre sebentar meskipun adegan mellow-mellow sedap tetep on point.

Hope you enjoy it, jangan lupa cuci tangan sebelum makan~



Tertanda,

Violetjii

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang