Jurnal Kehidupan: Cermin Air

32 3 0
                                    

"From billion people in the world, they choose me to be ignored

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"From billion people in the world, they choose me to be ignored."

- Ibob Rakabumi.









Iris merasa lega begitu seluruh tubuhnya terendam air dingin di dalam bathtub. Berat di kepalanya terasa menghilang, namun pikiran soal Ray siang tadi benar-benar tidak mau hilang.

Pemuda itu kian membuat Iris penasaran dan penasaran lagi. Sejurus terlihat baik, tapi juga misterius. Tiap jawaban yang Iris dapat dari Ray justru semakin menimbulkan tanya.



Satu helaan napas dan Iris terlarut dalam pikiran hingga dinginnya bathtub pun terasa seperti tempat tidur. Iris terlelap.













'DUGH! DUGH DUGH!'






"Mau sampai kapan kamu di dalem?!"

"Keluar! Kalo nggak bisa jadi anak yang berguna setidaknya jangan nyusahin Papa!"





Teriakan dan gedoran dari balik pintu membuat Iris terkesiap. Ia hendak beranjak mencari handuk sebelum merasakan bahwa tubuhnya menggigil dan sulit berdiri.

Iris bahkan bisa mendengar gemelatuk giginya. Setengah sadar Iris meneliti sekitar dan menyadari bahwa ia tengah mengenakan seragam sekolah yang sepenuhnya telah basah.




Aneh.





Dengan gemetar Iris turut meraba rambutnya. Pendek juga lembab.


"Jangan lagi", gumamnya.





Dengan sisa tenaga Iris berjalan ke depan cermin.

Benar saja, sosok di cermin bukanlah dirinya melainkan seorang pemuda dengan wajah kecil yang hampir pucat.

Sudut bibirnya bahkan memiliki luka lebam membiru yang masih baru.




Sekali lagi, Iris merasakan bagaimana pemuda ini begitu pasrah dengan hidupnya.




Iris bersandar di balik pintu. Ia baru memiliki keberanian untuk keluar begitu diluar sana sudah berubah sunyi, tak ada tanda kehidupan.


Iris tetap tak mau ambil resiko. Sekali pun sekarang ia berada di dalam tubuh laki-laki, Iris merasa tubuh ini tak memiliki cukup tenaga hanya untuk berdiri.



Entah sudah berapa lama pemuda itu berendam. Iris bahkan tak mau lagi membayangkan.

Bertumpu di dinding dan meja, Iris berjalan keluar kamar mandi dengan baju basah yang meninggalkan jejak tetesan air di lantai.


Terduduk di ranjang, ia menatap lagi kearah cermin.


"I'm sorry, I'll do my best. But change your clothes is something I can't do."





Pemuda ini pasti punya suatu alasan yang mungkin harus Iris cari tau. Tapi dengan berat hati, hari ini ia harus terlelap dengan baju basah kuyub.



"I don't know why but I feel you. That you're alone, you're afraid."




Iris tidur meringkuk, bergumam seakan bicara pada si pemilik tubuh.






Iris sempat mendengar suara langkah terburu-buru dari luar sebelum akhirnya gelap kembali melingkupi.

















Kembali Iris terbangun di dalam bathtub. Kali ini Iris memanglah Iris. Hanya saja ia perlu segera keluar dari bathup karena telapak tangannya mulai keriput.

Sempat berpikir bagaimana nasib 'pemuda bathtub' itu, Iris kembali terdiam. Ia tak punya banyak petunjuk, dan menemukan sosok yang sempat meminjamkan raga padanya bukan lah hal mudah. Iris jelas mengerti itu bukan mimpi.



Asik memutar otak, Iris bergegas keluar dari kamar mandi setelah mendengar dering samar dari handphone nya.


Sebuah notifikasi pesan dari seseorang yang memenuhi kepalanya sepanjang siang terlihat lewat pop-up di layar.





'RAYANA'

Begitu kiranya Iris simpan kontak nya dengan huruf balok besar.











"Iris, saya minta maaf tapi saya perlu kamu sekarang. Adik saya masuk rumah sakit, saya nggak bisa kesana kecuali kamu ikut. Sekali lagi maaf,  Papa saya bikin syarat aneh. Sisanya saya cerita kalau kamu udah disini. Saya share loc rumah sakitnya, maaf juga nggak bisa jemput kamu. Hati-hati di jalan."














Gila. Iris masih sempat tersenyum padahal ia sedang dalam badai otak.



























Author's Note :

Datang lagi, bersama Ibob dengan visualisasi our Dobby. Doyoung.

First impression ku ke Dobby yang menginspirasi aku buat nulis bagian ini. Aku ngeliat dia sebagai cowok yang kalem, bener-bener kalem sampe kadang muncul pertanyaan di benak ku.

"Apa dia punya sesuatu buat disampaikan ya? tapi nggak punya keberanian buat menyampaikan hal itu."

It's like mau gimana pun dia selalu narima ing pandum alias nggak banyak mau dan selalu ngikutin arus. The one who gave me positive vibes, Dobby.


Tertanda,

Violetjii.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang