Vivaldi Art Shop and Gallery
Ubud, BaliVivaldi Jaya adalah seorang pria berusia pertengahan tiga puluhan dengan rambut ikal hitam sepunggung. Pria peranakan Jawa-Tionghoa tersebut memenuhi lengan kirinya dengan tato naga yang digambar bersulur-sulur seperti akar bunga sedap malam.
Di telinga sebelah kanannya tersemat giwang yang menyerupai titik kecil berwarna perak. Kulitnya sedikit cokelat, dan badannya yang kekar lagi tinggi itu membuat Valdi—begitu dia sering dipanggil—tampak seperti Aquaman dalam versi kearifan lokal. Satu-satunya identitas Tionghoa yang melekat pada fisik Valdi hanya ukuran matanya yang minimalis. Tetapi tampaknya mata itu tidak membawa pengaruh apa pun, sebab sepasang alis tebal yang menaungi mata tersebut justru membuatnya terkesan tajam dan culas.
Valdi menjalankan sebuah toko alat lukis sekaligus galeri tempatnya memajang dan menjual beberapa karya pelukis muda lokal. Toko dan galeri itu ia buat dengan menggunakan bagian depan rumahnya yang menyerupai tiga gerbong kereta api. Dinding bagian depan dan samping terbuat dari kaca, sedangkan dinding bagian belakangnya dibuat dengan arsiran semen kasar yang dipenuhi berbagai tanamanan gantung.
Valdi sedang duduk di balik meja kasir ketika Andra memasuki toko. Pria itu tampak menekuni sebuah buku hingga tidak menyadari kehadiran Andra.
"Aku butuh cat, kuas, dan kanvas."
Valdi menurunkan bukunya. Mata sipitnya memicing dari balik kaca mata baca yang dia gunakan. "Serve yourself."
Andra tersenyum. "Relasi kuasa." Dia mengambil buku milik Valdi. "Aku pikir kamu nggak tertarik dengan hal-hal berbau politik."
"Memang." Valdi beranjak dari duduknya. Pria itu menuju rak berisi peralatan melukis untuk mengambil barang yang dibutuhkan Andra.
Andra menaruh kembali buku tersebut ke atas meja. "Lalu kenapa?"
"Aktualisasi diri." Valdi menyerahkan barang yang dia ambil kepada Andra.
"Thankyou." Andra sedikit kerepotan ketika menerima satu kotak cat minyak berukuran besar, sepaket kuas, dan sebuah kanvas berukuran sekitar empat puluh kali delapan puluh senti meter. "Orang nggak akan mungkin menindas kamu." Andra memutuskan untuk meletakkan peralatan lukisnya begitu saja di atas meja kasir.
"Tapi aku bisa menindas orang."
"Nggak diragukan lagi." Lagipula siapa yang kurang kerjaan menantang pria sebesar Valdi?
Andra menghampiri Valdi yang sedang membuka pintu dari balik sulur-sulur tanamannya. Pintu tersebut menghubungkan toko dan sebuah ruangan lapang berukuran enam kali tujuh meter.
Ruangan itu dibangun persis di belakang toko. Berkonsep industrial dengan tampilan ruangan nyaris tanpa sekat. Sebuah ranjang diletakkan pada ujung ruangan dan tertutup rak buku setinggi satu setengah meter. Pada bagian lain, terdapat dapur kecil dengan pintu kaca yang terhubung ke sebuah taman mini berisi kolam ikan koi dan beberapa tanaman hidroponik; sisi yang lainnya memuat sebuah meja makan kayu dengan dua kursi, lalu sebuah sofa berukuran sedang berwarna kuning menyala yang berhadapan dengan televisi sebesar 43 inchi dan dilengkapi peralatan home theater. Satu sudut paling lebar diisi Valdi dengan peralatan melukisnya. Terdapat beberapa lukisan yang berhasil diselesaikan pria tersebut, tetapi Andra langsung menaruh minat pada sebuah lukisan yang menampilkan wajah anjing berjenis golden retriever."Aku dengar kamu mau pameran." Valdi mengisi cerek kecil yang terbuat dari alumunium dengan air.
"Iya." Andra mengalihkan perhatian untuk menarik kursi dari meja makan. "Seharusnya hanya tinggal menunggu beberapa lukisanku dikirim dari New York."
"Seharusnya?" Valdi mengamati Andra sambil melipat kedua lengannya di depan dada.
"Ada yang kurang." Andra terdengar ragu. "Atau mungkin hilang?" Pria itu mengamati taman kecil milik Valdi.