Hari Minggu, menjadi hari yang menyenangkan bagi anak-anak remaja. Sekolah libur, dan mereka bisa jalan-jalan menikmati hari tanpa harus memikirkan pelajaran yang membuat kepala pusing.
Sintya, Vera, dan Gisel berencana akan main bersama. Mereka berusaha menghubungi Luna, namun sejak semalam ponsel Luna tidak aktif. Mereka sudah datang ke rumah, dan orang tua Luna berkata kalau Luna tak ada di rumah. Mereka bilang, Luna menginap di rumah temannya.
Mereka bertiga jelas kebingungan. Karena tak ada satu pun dari mereka yang mengajak Luna menginap di rumah. Lalu, siapa teman yang dimaksud Luna?
Sementara di tempat lain, Luna baru bangun dari tidur panjangnya. Dia berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi semalam hingga kepalanya sangat pusing.
"Ini dimana?" gumam Luna saat melihat langit-langit ruangan yang tak dia kenali. Saat akan bangun, Luna merasakan sesuatu menindih perutnya. Dengan cepat, dia melihatnya. Matanya melotot, melihat sebuah tangan kekar melingkar di pinggangnya.
"Aaakkkhhh! KAMU SIAPA?!" Luna berteriak kaget membuat pria yang tidur di sampingnya terbangun. Pria itu mengucek matanya pelan, kemudian menatap Luna yang duduk di sampingnya dengan tatapan horror.
"Kamu sudah bangun rupanya." Pria itu terlihat sangat santai, beda dengan Luna. Tanpa bicara lagi, pria yang Luna yakini sudah masuk usia dewasa tersebut berjalan ke kamar mandi. Sementara Luna, sibuk meraba-raba tubuhnya sendiri. Adakah yang aneh?
Dia masih memakai gaun yang semalam. Bahkan sepatu haknya pun masih terpasang. Tak ada yang kurang dari pakaiannya. Dan tak ada yang aneh dengan tubuhnya.
"Tenang saja. Aku tak melakukan apa-apa padamu." Pria itu keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih fresh. Bahkan, pria itu masih berpakaian lengkap. Hanya jasnya saja yang sudah dilepas.
"Kenapa aku bisa di sini?" tanya Luna.
"Kamu minum alkohol semalam dan langsung tak sadarkan diri. Jadi aku membawamu ke sini."
Luna terdiam mendengarnya. Ya Tuhan. Teman-temannya pasti mencarinya. Belum lagi kakaknya, yang pasti marah besar karena semalam dia tidak pulang.
"Siapa kamu?" Luna bertanya. Menatap tajam dan curiga pada pria yang berdiri beberapa meter di hadapannya.
"Aku Lian Arkananta. Pacar kembaranmu adalah keponakanku."
'Pacar kembaranmu adalah keponakanku? Tunggu, berarti dia?'
"Kamu, Om-nya Nathan?" tanya Luna takut-takut. Dengan tegas, Lian mengangguk. Kepanikan terlihat jelas di wajah Luna. Dia tentu khawatir Lian akan menceritakan yang terjadi sekarang. Walau tak melakukan apa-apa, tetap saja mereka tidur bersama.
"Jadi, Laura itu adik kembar atau kakak kembarmu?" tanya Lian. Dia duduk di sofa, menatap Luna yang masih duduk di atas ranjang. Menatap gadis itu dengan tatapan penasaran dan penuh minat.
"Dari mana kamu tahu dia kembaranku?" tanya Luna curiga. Tak langsung menjawab, Lian malah tertawa. Menatap Luna, kemudian tertawa lagi.
"Semalam kamu terus mengoceh. Mengatai Laura sebagai kembaran tak tahu diri dan kurang ajar. Mengoceh tentang perbedaan, dan masih banyak lagi." Lian menjawab dengan santai. Seketika itu juga, wajah Luna berubah pucat. Apa jangan-jangn, semalam dia juga meracau tentang Nathan?
"Kamu juga meracau tentang Nathan. 'Aku sudah menyukaimu sejak lama. Kenapa harus Laura yang kau pilih?'" Lian menirukan gaya bicara Luna semalam. Luna melotot tak percaya mendengarnya. Ya Tuhan! Dia malu!
Luna masih duduk di atas ranjang, dengan kaki tertutupi selimut. Menatap horror pada selimut putih di atas kakinya. Bagaimana ini? Bagaimana caranya dia pulang?
Lian, memperhatikan Luna dengan seksama. Gadis remaja itu terlihat kebingungan dan panik. Mungkin, takut dimarahi orang tuanya?
"Kapan mau pulang?" Akhirnya Lian bertanya. Membuat Luna sadar dari lamunannya.
"Segera cuci muka. Aku antar pulang," lanjut Lian. Seperti dihipnotis, Luna mengangguk patuh. Menurunkan kakinya dari atas ranjang dam berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Tak lama, Luna keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih rapi. Rambutnya sudah dia sisir, walau hanya memakai jari. Wajahnya, tak terlihat seperti orang baru bangun tidur karena sudah dibasuh.
Lian memperhatikan penampilan Luna dari atas kebawah. Dress pendek setengah paha, yang memperlihatkan bahunya. Menggeleng pelan, kenapa zaman sekarang para remaja suka sekali berdandan seperti wanita dewasa?
Lian berjalan mendekati Luna, membuat gadis itu terperanjat kaget. Tanpa disangka, Lian memakaikan jasnya pada tubuh Luna.
"Pakailah. Kamu lebih membutuhkannya," ucap Lian. Setelah itu dia berbalik dan keluar dari kamar yang menjadi tempat tidur mereka semalam.
Luna pikir, Lian membawanya ke tempat lain. Ternyata, Lian membawanya ke kamar hotel. Lian sengaja menyewa kamar hotel untuk Luna.
"Di mana rumahmu?" tanya Lian. Luna pun menjawab, memberi tahu Lian di mana alamat rumahnya. Selama perjalanan pulang, Luna takut dan panik. Bagaimana kalau nanti dia dimarahi? Bagaimana kalau Gino menginterogasinya? Apa yang harus dia jawab nanti?
Tak lama kemudian, mobil Lian sudah terparkir di depan gerbang rumah Luna. Luna turun dengan takut-takut, memegangi jas Lian yang dia pakai dengan erat. Saat akan mengucapkan terima kasih pada Lian, Luna malah kaget karena Lian merangkul bahunya, sedikit menyeretnya agar segera masuk ke dalam rumah.
Di halaman rumah, Luna melihat ada mobil asing. Itu bukan mobil keluarga, bukan mobil Gino juga. Atau mungkin, Laura ganti mobil?
"Hati-hati ya!" Suara Citra terdengar memperingati dua orang yang baru keluar dari rumah. Luna dan Lian terdiam, terkejut. Namun Lian bisa menyembunyikan ekspresinya sebaik mungkin.
"Om Lian? Ngapain ke sini?" Nathan, bertanya heran melihat sang paman datang ke rumah orang tua kekasihnya. Apalagi, saat melihat tangan pamannya merangkul bahu Luna.
"Nganterin dia," jawab Lian pendek. Luna hanya menunduk, tak berani menatap Nathan. Pasti cowok itu sudah berpikiran buruk tentangnya.
"Sejak kapan kalian dekat?" tanya Nathan heran. Setahunya, pamannya tersebut akhir-akhir ini tak sedang dekat dengan perempuan mana pun.
"Sejak semalam," jawab Lian kalem. Matanya menatap ke arah Laura, yang memandang sinis dan tak suka pada Luna. Well, sekarang Lian tahu kenapa semalam Luna terus saja meracau dan mengatai Laura. Rupanya, mereka memang tak akur.
"Jadi semalam lo tidur dengan laki-laki makanya gak pulang? Cih. Malu-maluin." Laura berucap, membuat Luna langsung mendongak, menatap Laura tajam.
"Sebaiknya kamu jaga ucapanmu. Aku dan saudaramu ini tak melakukan apa-apa. Jangan penuhi pikiranmu dengan prasangka buruk," tegur Lian tak suka. Setelah itu Lian sedikit menyeret Luna untuk masuk ke dalam rumah, mengabaikan Nathan dan Laura. Menghadap Citra, dan menjelaskan kenapa Luna tak pulang semalam. Sementara Luna, diam tak percaya. Kenapa Lian mau melakukan ini semua?
_______________________________________
Update ketiga untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak ya😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Mistake
RomanceLuna dan Laura. Kembar non-identik, namun sama-sama cantik. Perbedaan di antara mereka sangat mencolok. Jika Luna mengejar prestasi, maka Laura mengejar popularitas. Dan sebagai saudara kembar, mereka tidak akrab, malah sering beradu pendapat. Suatu...