2

37K 2.7K 102
                                    

Saat jam istirahat, Luna dan ketiga temannya pergi menuju kantin. Memilih meja yang kosong. Mereka memang terkenal dan disebut anak-anak lain sebagai geng. Padahal, Luna dan teman-temannya tak menamai mereka sendiri sebagai geng. Beda dengan Laura dan teman-temannya, yang memang membuat dan menamai geng mereka. Bagi Luna, itu terlalu kekanakan. Tapi, memang banyak yang seperti itu kan?

Saat sedang menyantap makanan masing-masing, ada seorang murid laki-laki yang mendekati meja mereka. Menyerahkan empat undangan, pada Luna dan teman-temannya.

"Dion, ini apaan?" tanya Sintya heran.

"Undangan lah. Emangnya apa lagi?" jawab cowok bernama Dion tersebut.

"Ya gue tahu ini undangan. Maksud gue, undangan apa? Bego ih," ucap Sintya gedek.

"Yaelah. Makanya kalo nanya yang jelas. Undangan ultahnya si Nathan. Lo semua datang ya. Tempatnya sudah ditulis di situ. Lo semua baca saja," jawab Dion. Dia pun menghampiri meja lain dan terus menyebarkan undangan ulang tahun temannya.

"Ballroom hotel Diamond Rose? Wih, si Nathan emang anak sultan. Mana hampir diundang semua lagi," ucap Gisel kagum.

"Ya wajar aja kali. Pangeran sekolah mana mungkin ngadain pesta asal-asalan," sambung Vera.

Luna hanya diam, membaca kata per kata di undangan tersebut dengan jeli. Walau memasang wajah datar biasa, hatinya malah sangat bahagia.

Nathan Mahendra. Cowok yang mendapat predikat 'pangeran sekolah' dari para murid cewek. Gak salah sih, karena hidupnya emang kayak pangeran. Udah ganteng, kaya, murah senyum lagi. Dan setahun terakhir ini, Luna menyukai Nathan. Semuanya berawal dari tabrakan yang tak disengaja setahun yang lalu di parkiran. Dari sana, Luna langsung menyukai Nathan secara diam-diam, sampai sekarang. Bahkan, ketiga temannya tak tahu kalau dia menyukai si pangeran sekolah.

"Lun, lo mau datang gak? Biar gue jemput nanti malam," ucap Gisel. Tiga temannya memang tahu kalau Luna tak diberi kendaraan oleh orang tuanya. Saat ingin ke sekolah atau bepergian ke mana pun, Luna hanya disuruh naik taksi. Kalau nggak, ya dianterin kakaknya.

"Boleh lah. Jarang-jarang kita ke pesta barengan," jawab Luna. Tiga temannya tersenyum lebar mendengar itu.

"Oke. Kalau begitu, bagaimana kalau nanti pulang sekolah kita ke mall? Cari baju bareng?" usul Vera.

"Boleh. Mau pakai warna apa? Biar samaan," sambung Sintya.

"Warna gold saja. Kalau enggak, hitam," ucap Luna. Mereka semua mengangguk setuju. Tak sabar, untuk segera menghadiri pesta ulang tahun si pangeran sekolah yang pasti sangat mewah.

***

Pukul tujuh malam, Gisel datang menjemput Luna ke rumah gadis itu. Candra dan Citra tak bertanya, karena sudah tahu Luna akan pergi kemana. Tentu saja, karena Laura yang lebih dulu bicara. Dan dia sudah pergi sangat awal tadi.

"Kok gue jadi pengen ngakak ya liat baju kita. Item-item semua. Kayak mau ke pemakaman aja," ucap Vera. Mereka saling tatap, kemudian tertawa bersama. Benar juga kata Vera.

"Kayaknya kita jadi salah kostum nantinya. Mungkin harusnya navy atau marun," ucap Gisel.

"Gak apa lah. Hitam juga menggoda," sambung Sintya. Mereka tertawa pelan mendengarnya. Gisel pun mulai menghidupkan mesin mobil dan mengemudikannya menuju hotel tempat pesta dilaksanakan.

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil Gisel sampai di parkiran hotel. Mereka keluar bersamaan, dan berjalan mendekati penjaga pesta. Menyerahkan undangan, sebagai tanda kalau mereka diundang. Setelah itu mereka melenggang masuk ke dalam hotel.

Sweet MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang