Last Reason

282 36 2
                                    

Berhari-haripun masih sama.

Kiyoomi datang ke atap untuk memakan bekalnya di atap, masih dengan ditemani Atsumu yang memakan onigiri kantin. Lalu meninggalkannya di sana.

Kiyoomi melihatnya dari tempat biasanya ia melihat, melihat Atsumu yang melepas setengah sepatu juga blazernya.

Kiyoomi mendengar segala keluh kesahnya juga memperhatikan tiap ekspresi dan raut Atsumu. Begitu sesak untuk tetap melihatnya seperti itu beberapa waktu ini.

Ditambah lagi keluh kesahnya yang selalu sukses membuat Kiyoomi merasa simpati juga berkeinginan membantu.

"Sampai kapan dia akan seperti itu?" Kiyoomi bertanya-tanya pada otaknya. Mau sampai kapan Atsumu akan mengeluhkan setiap apa yang ia alami pada udara kosong? Tidakkah Atsumu ingin membicarakannya dengan orang lain? Seperti Kiyoomi contohnya.

Jika Atsumu hanya mengeluh pada udara kosong? Tidak akan pernah ada yang mau membantunya.

Kiyoomi memandang datar Atsumu yang kembali merapikan blazer juga sepatunya. Sudah waktunya untuk Kiyoomi kembali ke kelas.

.
.
.

Hari ini Senin, mood Kiyoomi sudah buruk sedari pagi. Di tambah lagi dia sempat bertabrakan dengan 5 orang saat perjalanan ke sekolah, tentu saja menghadirkan pusing yang mendera kepalanya akibat melihat masa depan orang yang ia tabrak.

Bekal makan siangnya bahkan hampir terlupa ia nikmati saking kesalnya. Bersyukur Atsumu sempat mengingatkannya tadi. Sehingga bekal buatan Ibunya tak harus nganggur.

"Omi-Omi? kau kesal hanya karena bertabrakan dengan orang lain?" Atsumu menertawakannya dengan tangan memegang onigiri dan satunya lagi menutupi mulutnya, mencoba meredam tawa.

Kiyoomi mendengus, Bukan pada kata bertabrakannya yang membuatnya kesal. Tapi kasus melihat masa depan orang lah yang membuatnya harus ekstra sabar.

"Sudahlah, Omi... Daripada meratapi rasa kesalmu, mending makan bekalmu dan kembali ke kelasmu..." Atsumu berucap santai, dengan mulut yang penuh dengan onigiri.

Kiyoomi memincingkan mata, "Kau mengusirku dari tempat nongkrongku?"

Atsumu menatapnya singkat, lalu kembali fokus ke Onigirinya, "Ya nggak gitu juga, Omi. Suudzon banget deh. Kalau kamu baliknya mepet sama bel masuk, koridor bakal rame. Terus, wassalam bakal tabrakan sama siswa lain" jelas Atsumu, mencari argumen atas putusannya.

Kiyoomi masih memasang tampang curiga, tapi melunturkannya kala tidak mendapati kegugupan ataupun keruntuhan ekspresi dari Atsumu. Lagian, biasanya juga Kiyoomi baliknya selalu mepet bel masuk. Dia harus nguping keluhannya Atsumu, omong-omong.

"Hm... Aku duluan, Miya!" Kiyoomi berdiri setelah membereskan peralatan makannya. Melangkah santai ke pintu masuk atap, dan berdiri di baliknya. Menunggu apa yang akan di lakukan juga dikeluhkan Atsumu.

Entah kenapa ritual ngupingnya menjadi kebiasaannya kini, Kiyoomi seolah merasa punya kewajiban untuk mendengarkan setiap keluhan Atsumu.

Atsumu berdiri dari duduknya. Kali ini, Atsumu benar-benar melepas blazer dan sepatunya, dan melemparnya asal.

Hari ini tidak ada tangis yang ia keluarkan, hanya senyum pahit.

Dia mengangkat lengan panjang seragamnya, memperlihatkan banyaknya luka yang terpampang. Kiyoomi bahkan meringis perih hanya dengan melihatnya.

"Apa-apaan dengan luka sebanyak itu?"

"Ini... Sakit sekali omong-omong..." Atsumu tertawa, memperhatikan luka di kedua lengannya. "Dan bodohnya lagi... Aku sendiri yang melakukannya."

"Aku tidak bermaksud melukai diriku sendiri seperti ini. Tapi..., Sepertinya aku sudah menjadi pecandu self-injury. Aku ingin menghentikannya, tapi aku tak pernah sanggup. Ada sesuatu yang seolah menahanku untuk berhenti melakukannya"

Atsumu membiarkan lengannya menggantung di kedua sisi tubuhnya, memandang hamparan langit cerah, "Mm... Tadi malam ibuku marah besar. Aku tak begitu tahu apa yang terjadi. Tapi, dia tiba-tiba memukulku. Bahkan berkali-kali mengatakan bodoh dan tak berguna padaku"

"Ditambah lagi... Aku merindukan Samu. Bagaimana ya kabarnya?"

Kiyoomi mengernyit, berpikir siapa itu Samu? Saudaranya kah? Pacarnya kah? Atau temannya? Dipikir-pikir, Kiyoomi tak tahu sedikitpun tentang kehidupan rumah tangga yang dijalani Atsumu.

"Hah... Sejak Ayah dan Ibu bercerai, Ibu sering sekali marah-marah padaku. Bahkan alasannya sangat sepele. Aku jadi ingin bertukar tempat dengan Samu saja. Katanya, Ayah sangat baik. Eh... Kalau tukar tempat, nanti Samu donk yang bakal kena dampratan Ibu."

Kiyoomi baru tahu jika kedua orang tua Atsumu bercerai. Mungkinkah Samu itu nama Saudaranya? Kiyoomi jadi penasaran dengan relasi antar keduanya.

"Woaah... Udara... Sampaikan pada Samu kalau aku merindukannya...! Aku ingin bertemu dengannya...! Aku ingin memeluknya...! Aku ingin curhat padanya...! Aku ingin bertengkar dengannya...! Aku rindu onigiri buatannya..." Atsumu sedikit manaikkan nada suaranya. Begitu juga matanya yang semakin menggelap juga kosong. Bahkan bibirnya berkedut-kedut antara ingin nangis dan tertawa.

Kiyoomi tersentak di tempatnya, selama dia hidup di dunia, Dia tak pernah sekalipun melihat orang berekspresi sebegitu menyakitnya bahkan untuk dilihat dari jauh. "Apa-apaan dia itu...?" Kiyoomi menyentuh dadanya, detakannya begitu kencang, dia bahkan hampir mengatakan sedang mengalami serangan jantung dadakan.

Kepala Kiyoomi menunduk, "Ck... Apa-apaan ini... Rasa takutku... Kenapa semakin kuat...? Aku ingin menyentuhnya. Aku ingin melihat masa depannya, meski tak sempurna. Tapi..., Aku terlalu takut memulainya"

"Samu... Aku bahkan tak merasa di terima oleh apapun dan siapapun di sini. Hanya kau... Hanya kau yang mau menerimaku... Samu... Kumohon... Kembalilah...! A-aku merindukanmu..." Atsumu mengepalkan tangannya kian erat, tetap terdiam dengan posisi tersebut selama 1 menit lamanya.

Atsumu berbalik badan dari pagar pembatas atap, meraih blazer dan memakainya asal dengan gerakan cepat.

Kiyoomi tersentak dengan gerakan cepat tersebut, dia segera berbalik pergi.

"Mungkin... Besok hari terakhirku..."

Kiyoomi terpaku, matanya melebar nanar mendengar ucapan lirih tersebut. "S*al...! Aku benci bisa mendengarmu! Aku benci mengenalmu! Tapi... Aku ingin menolongmu...!"

.
.
.

To Be Continued.

07.05.21

Scary?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang