19.Ari

331 48 2
                                    


Tanjakan menjulang itu sudahlah kami lalui tanpa menoleh sedikitpun , kini tersajilah Padang savana yang membentang sejauh mata memandang , matahari terik itu memanggang tubuh kami, keringat membasahi T-shirt longgarku dan sesekali butirannya meluncur dari pelipisku.

Entah sudah berapa kali aku berusaha memanjangkan leherku melihat apakah ada dua orang pendaki itu yang berusaha kami susul namun hasilnya nihil. Untuk mengusir rasa khawatir  di hati sesekali kami bercanda dan tertawa, dan itu cukup membantu kami mengurangi lelah yang mulai singgah.

Harap-harap cemas jelas mulai terlihat di wajah kami bertiga, saat kami sadar kami sudah berjalan lebih cepat namun tak juga  menyusul Rara dan Kris.
Kami berhenti sejenak untuk minum dan makan siang. Kami hanya makan sebungkus roti dan sedikit cemilan. Kami bertiga tak ada yang membahas kenapa tak kunjung bisa menyusul Rara dan kris tapi saat mata kami bertemu tatap kami sudah seperti mengerti apa yang kami rasakan satu sama lain.

Sekitar 30 menit kami istirahat , kamipun melanjutkan perjalanan , langkah sudah tak lagi bisa secepat tadi lutut mulai terasa lemas saat kami memasuki hutan  dengan angin yang cukup kencang , melewati akar-akar yang menonjol dengan medan menanjak cukup mengalihkan pikiran.

Tapi sedikit hatiku tersentil, jika kami yang dalam keadaan sehat saja sesulit ini bagaimana dengan Rara yang pincang, lalu kenapa kami tak kunjung bisa menyusul mereka. Apa secepat itu?
Atau sesuatu terjadi pada mereka.

Aku menggeleng lirih menepis pikiranku yang mulai ngelantur . Udara dingin semakin terasa dengan awan mendung yang  mulai menggantung aku dan bang zaki mulai sulit mengatur nafas , berbeda dengan ayah yang masih terlihat segar-segar saja.

Tepat pukul 3 sore kami sampai di perkemahan hutan mati, sudah ada  tenda-tenda yang terpasang yang menurut ayah Inilah perkemahan terakhir sebelum summit attack yang biasa dilakukan tengah malam untuk mengejar matahari terbit.
Kami memilih tempat untuk membangun tenda sembari menolehkan kepala mencoba mencari dimana kira-kira tenda Rara dan kris . Langit semakin tak bersahabat dan kami putuskan untuk  sesegera mungkin mendirikan tenda . Dan tak lama tenda kami berdiri hujan pun turun .

Perasaan gelisah sebenarnya masih menggangu di sudut hati namun kalah dengan deru hujan dan hawa dingin yang membuat bibir terasa kebas.

Makan malam kami kali ini adalah telur rebus dan makanan kaleng , di temani segelas kopi panas aku duduk dengan ayah dan bang zaki. Kami hanya mendirikan satu tenda karena hujan keburu turun.lampu remang-remang menerangi dari tenda ke tenda...

"Mereka baik-baik saja kan Yah,"

Tiba-tiba kalimat itu meluncur di bibirku.

"Inshaallah Ar, tenang saja yang mendaki kan bukan hanya kita, mungkin ada yang membantu mereka tadi , jadi bisa lebih cepat"..

Aku terdiam..

Hatiku sedikit mengiyakan kalimat ayah.

"Ari tadi belum nemuin tenda mereka Yah, keburu hujan, kamu lihat nggak bang ?"

"Nggak Ar akukan fokus bantu om tadi, nanti coba kita lihat kalo udah redaan hujannya".

Ku sesap kopiku yang mulai mendingin tanpa merespon kalimat bang zaki, malam semakin larut tapi hujan belum menunjukan akan mereda.

Ayah bilang kami akan mulai summit attack jam 23:30 , sembari menjelaskan apa saja yang harus kami bawa karena kami tak perlu membawa Carrier kami lagi. Rasa lelah yang mendera di tambah udara dingin yang mendukung membuat mata tak lagi sanggup terjaga hingga tak lama akupun terlelap.

Udara dingin mengusik tubuhku , mataku sedikit terbuka merasakan hembusan angin memasuki tenda, dan rasa penuh di perutku ya aku ingin pipis.

Di luar sudah tak ada lagi hujan, kulihat jam baru menunjukan pukul 22:00 masih 1,5 jam lagi kami akan summit .
Ku ambil senter berniat untuk keluar tenda menuntaskan niat ku tadi, aku berniat membangunkan ayah tapi kulihat beliau begitu nyenyak jadi kuputuskan pergi sendiri tak terlalu jauh, toh sekarang bulan tengah bersinar terang memperlihatkan dedaunan yang basah terkena hujan.

Aku berjalan menjauh dari tenda dan segera pipis , sedikit takut aku cepat-cepat menyelesaikannya. Aku berjalan ke tenda dan melihat laki-laki berdiri tengah merokok tak jauh dari tenda kami , dia menoleh mungkin terganggu dengan cahaya senter ku.
Dari kejauhan aku bisa melihat wajahnya yang putih tertimpa cahaya bulan dan aku mengenalnya.

"Elu kris ?"

Ya laki-laki itu adalah krisna. Dia diam, dan

"iya ini gue, ini tenda lu"

Suara dinginnya menyapa gendang telingaku, ada sedikit rasa ngeri tapi juga lega setidaknya dia disini dan baik-baik aja aku yakin Rara pun sama.

"Iya, tenda lu mana "

Dia menunjuk tenda paling ujung, lalu kenapa dia justru berdiri di sini. aku hanya mengangguk dan pamit masuk ke tenda. Rasa tak nyaman mengganggu ku , aku sama sekali tak bisa memejamkan mata. Hingga alarm berdering menunjukkan pukul 23:30 yang artinya kami harus segera bangun untuk summit .

Kami bertiga segera bangun dan mempersiakan apa yang kami bawa.
Berbekal lampu kepala kami mulai berjalan meninggalkan tenda untuk menyusuri batas vegetasi terakhir  yang di lindungi oleh hutan pinus tua dengan akar-akar kokohnya  di depan sana.

Aku menoleh pada tenda yang di maksudkan Kris namun tenda itu tak terlalu terlihat karena bulan tak lagi terang.

Dan akhirnya summit pun di mulai, jalanan yang masih basah bekas hujan semalam cukup menguras tenaga , kami saling membantu mengulurkan tangan melintasi akar-akar yang menonjol dan berusaha sehati-hati mungkin.

Sejenak aku lupa pada Rara  dan kembali fokus pada tujuan utama kami kesini , yaitu sunrise di puncak Mm.
Kami berdiri di batas vegetasi dan menatap jalur selanjutnya yaitu tumpukan pasir yang pastinya akan jauh lebih sulit dari sebelumnya. Karena pasir itu sama sekali tidak padat.

Dan kami mulai berjalan, sulit saat kaki melangkah dua langkah maka kami kembali mundur selangkah , perjalanan ini benar-benar menguras tenaga. Kami harus waspada batu yang mengelinding dari pijakan orang di depan kami . Tenaga mulai terkuras dan hari semakin  menjelang pagi , angin berhembus kencang mengirimkan udara dingin yang membuat mata ini sedikit mengantuk saat beristirahat kami harus berusaha terus terjaga karena jika sekali saja kami tertidur, bisa saja hipotermia akan menyerang tubuh kami.

Bendera merah putih mulai terlihat dan jarak 500 meter dari sana jalur mulai berupa bebatuan padat namun sayang , aku terpeleset , membuatku tersungkur dan rasa ngilu  terasa dari lengan kiri ku yang mengalirkan darah segar. Ku gigit bibirku  menahan perih .
Aku kembali berdiri dan mulai berjalan kututup luka itu dengan penutup kepalaku.
Dan terus berjalan menggapai puncak tujuanku.
Dan tepat fajar menyingsing ku gapai puncak itu, aku tersenyum penuh kemenangan dan melupakan rasa sakitku.

Disinilah aku , di puncak tertinggi dan yang aku idam idamkan selama ini . Aku berhasil mencapainya

Apakah kamu juga berhasil ra?

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang