6.Ari

417 61 0
                                    

Aku menghisap puntung rokok di sela-sela bibirku, mencoba memberi rasa tenang di hati dan pikiran. Sembari menyusun bait demi bait kata yang akan ku sampaikan pada gadis yang masih menatapku lekat di sampingku dia tak menutup hidungnya seperti yang biasa di lakukan oleh kebanyakan gadis jika dekat dengan orang yang merokok.

" Aku kira kamu risih dekat dengan perokok Ge"

Aku tersenyum tipis padanya, dia pun tersenyum . Lalu pandangannya beralih kearah kolam menatap pantulan cahaya bulan .

"Semua orang punya pilihan kak, ada alasan mengapa orang memilih merokok atau tidak. Aku nggak merokok karena aku tau itu nggak baik.
Tapi itu juga bukan alasan untuk aku harus bisa melarang orang lain melalukan hal yang sama. Mungkin ada banyak beban yang tak sanggup mereka pikul sendiri hingga mencari pelampiasan ke sebatang rokok. Karena berbagi dengan orang lain pun belum tentu juga bisa jadi sebuah solusi untuk sebuah ketenangan. Betul kan?"

Aku mengangguk sembari mencerna kata demi kata yang keluar dari bibir gadis muda di sampingku.

" Kadang kita hanya perlu ketenangan di antara kerasnya hidup Ge"

Dia tidak menyahut, seolah tenggelam bersama entah apa yang dia pikirkan.

"Ge..?"

"Hem, "

"Terimakasih untuk hari ini, dan maaf sudah banyak merepotkan"

"Aku tidak merasa di repotkan dalam bentuk apapun kak"

Kami menoleh dan saling menatap, lalu kembali ku hisap rokok ku , ku hembuskan perlahan. Aku mencoba mengingat kepingan-kepingan yang menyayat hati ku. Perlahan ku gerakan lidahku yang terasa kaku menahan tangis.

"Namanya Anita, Anita maheswari. Adik kecilku yang manis. Dia begitu periang wajahnya selalu di penuhi kecerian. Kami sangat mencintainya terlebih-lebih mama.
Hubungan mama dan papa memang sudah lama tidak harmonis semuanya berawal saat papa ketahuan selingkuh saat Tata masih smp. Keluarga kami seperti kehilangan kehangatannya.

Aku memang tak terlalu merasakan ketidak harmonisan itu karena aku sedang kuliah di kota S aku jarang sekali pulang. Tapi tidak dengan Tata. Hampir setiap hari dia melihat dan mendengar pertengkaran di rumah kami.

Aku masih ingat waktu itu libur panjang semester, aku pulang dengan perasaan yang sangat gembira. Aku sudah menyiapkan banyak planning liburan kali ini. Aku akan mengganti semua rinduku dengan memberikan sebanyak mungkin waktuku untuk adik ku Tata.

Aku sampai rumah sekitar pukul 3 sore rumah terlihat sepi tapi motor mama sudah terparkir di halaman. Kubuka pintu utama sembari memanggil mama dan Tata bergantian tapi tidak ada sahutan. Aku terus berjalan menyusuri rumah sembari terus memanggil mereka. Aku masuk kekamar mama yang ternyata kosong.

Lalu , aku beralih kekamar tata yang sudah terbuka sedikit , betapa terkejutnya aku melihat mama sudah terjatuh tak sadarkan diri memegang selembar kertas di tangan kanannya.

Aku berlari mencoba menyadarkan mama namun nihil , lalu mataku tertuju pada pintu kamar mandi yang sedikit terbuka aku jatuh tersukur memegang mulutku melihat tubuh tata sudah tergantung kaku dengan seutas tali di lehernya.

Tata.. "

Aku menangis saat kenangan itu masih begitu segar di ingatan perlahan tubuhku di peluk oleh Galuh.

"Sstt.. sttt gausah di lanjutin kak, aku ngerti perasaan kakak. Udah ya"

Aku menggeleng. Air mata sudah mengucur deras dari mataku.

"Tata bunuh diri Ge, tubuhnya sudah membiru dengan mulut terbuka dan lidah yang menjulur. Tubuhku seolah kehilangan dayanya. Aku menangis sejadinya memanggil nama Tata berkali-kali. Aku tak sanggup barang harus berdiri.
Aku mengambil secarik kertas yang masih berada di tangan mama. Lalu membacanya perlahan.

"Maafkan Tata ma, pa..

Maafkan Tata kak Ari,

Tata udah ngecewain kalian, Tata capek Pa, Tata capek denger mama dan papa selalu berantem tiap hari . Tata rindu keluarga kita yang dulu.
Papa yang selalu aku banggakan.
Mama yang selalu sayang Tata.
Dan kak Ariana yang selalu ada buat Tata.
Tata rindu masa itu.

Tata benci sama Papa yang ngehancurin keluarga kita, benci.
Tata ingin kita seperti dulu lagi. Tapi sepertinya udah gak mungkin.

Sekarang bukan hanya papa yang ngehancurin keluarga kita.
Tapi, Tata juga.

Kak Ari pasti marah besar, kalau tau ini.

Tata hamil kak ,....
Maafkan Tata, dia gak salah kak, dia sama sekali gak salah. Tata yang gabisa jaga diri kak. Jangan sakitin mas ardi ya kak . Janji sama Tata.

Tata sayang kalian, tapi Tata bener-bener udah gak sanggup dengan semua ini.
Sekali lagi maafkan Tata.""

"A-aku benar-benar bingung waktun itu Ge, aku belum siap dengan semua rangkaian kejadian yang begitu tiba-tiba.
Aku takut, aku marah , sedih semuanya bercampur jadi satu. Aku bergegas mencari dua pria yang menghancurkan hidup adikku. Aku menghajar papa yang baru pulang kerja aku memukulinya hingga tak berdaya tanpa perlawanan tanpa papa tau apa sebabnya..

Lalu aku pergi mencari Ardi yang rumahnya tak begitu jauh dari rumahku, wajahnya memucat saat melihat wajahku yang di penuhi amarah. Aku memakinya menghajarnya . Hingga tubuh ku di pegangi oleh satpam dan tetangganya aku tetap berontak dia tertegun lalu berlari kearah rumahku.

Aku mengejarnya dan sesampainya dirumah, semua sudah ramai . Garis polisi sudah terpasang di pintu masuk rumah. Aku hanya mematung menyaksikan jenazah adikku di masukan kedalam ambulance Ardi terlihat menangis ingin memeluk tubuh Anita yang sudah kaku namun di halangi polisi.

Sejak saat itu seolah semua kehidupanku disana sudah berakhir. Seminggu kemudian papa menyusul Anita, tak sanggup menahan rasa bersalah dan terus disalahkan oleh mama . Beliau menegak obat penenang hingga overdosis dan menyusul Tata. Keluargaku semakin porak poranda, mama semakin hancur dan berakhir sperti ini, aku memutuskan membawa mama ikut denganku menjual segala harta benda yang kami punya dan pindah kesini memulai hidup baru yang aku harap bisa membuat mama jauh lebih baik. Nyatannya tidak. Mama tetap membisu beban yang Ia tanggung memanglah begitu berat. Aku sudah sangat frustasi tapi aku harus kuat, demi mama satu-satunya keluarga yang aku punya."

****

Ge masih memelukku menyembunyikan kepalanya di ceruk leherku, isakannya masih jelas terdengar seolah ia juga bisa merasakan perihnya lukaku.

Di eratkannya pelukannya semakin dalam, dan kurapatkan selimut kami. Rokok yang aku hisap sudah lama padam. Entah mengapa rasa nyaman tiba-tiba menyelinap di sisi kosong hatiku.

"Ada aku kak, aku memang gak bisa jadi seperti Tata, tapi aku bisa jadi apapun yang kakak mau "

Aku hanya diam sembari memeluknya yang sudah berpindah kepangkuanku. Memandang pantulan cahaya bulan yang semakin redup tertutup awan.

Terimakasih Tuhan...

Terimakasih Ge...

*****

(Salamjarikelingking)

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang