Saat ini aku sedang duduk di sebuah kursi taman bersama tante Riska , mama kak Ari. Dua cangkir teh hangat tersaji di hadapan kami.
Aku memandangi tangan mbak Asri yang begitu telaten dan lincah menyirami tanaman. Seolah tumbuhan di sekitarnya sudah menyatu dengan jiwanya. Taman bunga warna warni yang indah ini sedang bermekaran , aku kesini tepat waktu rupanya.Jam sudah menunjukan pukuk 08:17. Seperti yang kak Ari bilang kita akan berangkat pukul 08:45, namun aku sudah siap dari pukul setengah delapan tadi.
Entah mengapa aku sangat bersemangat, apa karena akan jalan-jalan?.
Atau karena dengan siapa aku akan jalan-jalan."Ta, ?"
"Iya ma?. " Lama-lama panggilan itu seperti sudah tidak asing dari pendengaranku. Seperti aku bisa merasakan sosok Anita yang sebenarnya.
"Sejak kapan kita pindah , kok rumah ini asing ya?"
Aku bingung mendengar pertanyaan itu, aku melihat mbak Asri yang juga meliriku. Tapi itu sama sekali nggak membantu apa-apa karena hanya sebentar dia sudah kembali disibukan dengan pekerjaan nya.
"Masak mama lupa sih,? Coba inget-inget deh."
Kening perempuan paruh baya itu kembali berkerut , seolah benar-benar sedang berusaha keras mengingat.
"Bener deh mama gak inget sayang, dasarnya udah tua jadi pikun mama ini ya, hahaha. Perasaan banyak banget yang mama lupa ."
Beliau tersenyum dan keceriaan di wajahnya membuat akupun ikut tersenyum. Pantas Ariana tampak begitu cantik, jika diapun terlahir dari seorang perempuan yang cantik pula.
Sayang, aku tak bisa benar-benar bisa mengenal sosok tante Riska yang sebenarnya."Wkwkw yaudah sih ma, kita pindah karena mau suasana yang lebih tenang aja kan".
"Hemm iya-iya..."
Aku beranjak berdiri setelah memandang wajahnya beberapa saat. Mendorong kursi rodanya mengelilingi jalan-jalan kecil di taman di sekitaran halaman rumah ini.
Tak sanggup rasanya memandang wajah menuanya betapa begitu besar beban yang tengah ia pikul saat ini.
Aku memetik setangkai mawar putih dan ku berikan padanya. Beliau tersenyum lembut sembari menghirup bunga mawar itu.
"Kamu gak berubah ya Ta, suka bunga ini. "
Aku tak menanggapinya, aku masih tenggelam pada rasa ibaku.
"Ta, ?"
"Iya ma?"..
"Kamu jangan pergi-pergi lagi ya sayang, jangan tinggalin mama dan kak Ari lagi. Mama janji akan lebih banyak waktu buat Tata "
Beliau menoleh menatapku dengan mata berkaca-kaca. Aku semakin sedih di buatnya. Berbagai perasaan campur aduk di dadaku.
Bagaimana kalau beliau sudah sadar aku bukanlah Tata putrinya.?
Apakah beliau akan semakin terpuruk.?
Apa aku akan semakin membuatnya kehilangan?
Tak terasa sebulir air mata mengalir di pipiku. Aku berputar kearah depan menghadap beliau. Kubungkukan tubuhku memeluk beliau.
"Mama tenang aja ya, Tata gak akan kemana-kemana kok"
"Hiks...hikss, janji ya Ta., Janji"
Aku hanya mengangguk tak sanggup lagi berkata-kata.
Disana di depanku tak jauh dari tempat kami, seorang Ariana maheswari tengah tertegun berdiri menyaksikan aku dan tante riska yang sedang di landa haru.
Aku membentangkan tanganku , mencoba mengajaknya bergabung dia berjalan cepat menuju kami lalu ikut berbaur memeluk tante Riska dan saat itulah tangis kami pecah.
"Terimaksih ya Allah engkau masih mengizinkan aku menemani putri-putriku sampai saat ini.
Kalimat itu lirih terucap lirih dari bibir seorang ibu yang begitu menyayangi putrinya. Dan untuk kamu Anita.
"Dimanapun kamu berada , kamu sangatlah beruntung memiliki mereka, semoga bahagia selalu bersamamu, amin"
******
Deru knalpot mobil Jeep menderu seraya jalan yang semakin menanjak. Setelah izin pada tante Riska aku dan Kak Ari berencana keliling-keliling perkebunan yang akan berujung di air terjun yang kami bicarakan tadi pagi.
Bunyi klakson yang saling bersahutan sebagai tanda sapaan dari sesama pengedara yang berpapasan. Di iringi senyuman dan angkatan tangan yang di sambut ramah penduduk di sepanjang jalan.
Tak banyak kalimat yang keluar dari bibir kami berdua aku masih asik meperhatikan setiap keindahan yang tersaji di hadapku. Kebun-kebun sayur yang berjajar rapi di kaki bukit semakin mebuatku tenggelam pada puji syukur yang terdalam atas segala indah yang Tuhan ciptakan..
Lalu mobil berbelok memasuki sebuah jalanan cor yang kiri kanannya berjajar pohon kopi yang berbuah lebat. Sebagian buahnya sudah memerah tanda sudah siap panen. Jalanan kembali berbelok, dengan tikungan yang sedikit tajam . Aku melihat beberapa wanita tengah memanen buah kopi yang silih berganti menyapa kak Ari.
Di kejauhan nampak sebuah bangunan rumah kayu yang cukup besar. Di halamanya terdapat sebuah terpal yang di isi dengan biji kopi yang sedang di jemur . Setelah sampai tepat di depan rumah itu mesin mobil pun mati.
"Sampailah kitaa "..
Aku segera turun , berdiri takjub memandang sisi sekitar rumah yang menampilkan pemandangan yang begitu indah, aku melihat kearah barat. Kearah gazebo tempat aku berdiri tadi pagi.
"Ayo masuk Ge, istirahat dulu ."
"Iya kak. "
Aku mengikutinya, memasuki rumah kayu yang terlihat bersih meski tak selalu di tempati. Di dalam ruangan bagian bawah hanya ada beberapa kursi panjang dan karung-karung yang aku yakini berisi kopi yang sudah kering.
Satu persatu anak tangga menuju lantai dua kami lewati. Aku kembali tertegun, lantai dua ini di kelilingi balkon yang tidak terlalu luas namun terlihat pas, disisi selatan dan barat menyajikan pemandangan perkebunan kopi yang tumbuh subur menghijau. Sementara yang keutara menghadap langsung kehutan Pinus dan air terjun yang memutih di kejauhan hanya berjarak ± 500 meter dari sini.
"Hey, sini jangan bengong. "
Aku hanya nyengir tak mampu membayangkan tampang cengoku tadi. Di sini hanya ada 1 tempat tidur yang di batasi oleh kayu dengan dinding hampir keseluruhan terbuat dari kaca.
Tanaman-tanaman hijau yang ada di beberapa titik semakin menyegarkan mata. Aku duduk di sebuah kursi disisi ruangan menghadap ke perkebuna di depan sana. Hati tiada henti bersyukur menikmati segala keindahannya.
Hingga dua cangkir kopi panas tersaji di depanku.Bagaimana rasa kopi yang di buat langsung di perkebunan apalagi di buatkan secara langsung oleh pemiliknya.
Kusesap sedikit cairan caffein yang langsung memenuhi rongga mulutku.
"Kalo kurang manis biar aku ambilin gula ya"
"Enggak kak, ini pas banget " aku tak bohong ini memang enak.
"Yakin? "..
" Tentu " jawabku mantap, n sembari menatapnya dalam .
*******
(Salamjarikelingking)