15. Ge

357 53 5
                                    

Entah keberanian darimana  yang tengah bersamaku sekarang. Aku hanya mencoba mengikuti keinginan hati. Mencoba menikmati setiap detik waktu yang kuhabiskan bersamanya.

Bersamanya membuat setiap detik yang kulalui terasa lebih berwarna dan bersemangat. Aku masih menerka-nerka tentang apa arti dari rasa nyaman yang tengah menguasai hati ini. Mungkinkah ini hanya sekedar rasa nyaman bersama sosok kakak yang memiliki begitu banyak kesamaan. Atau lebih dari itu, jujur aku sebenarnya belum paham.

Perlahan namun pasti aku bisa memahaminya, setiap malam bersamanya menghadirkan getaran-getaran yang berbeda, yang semakin jelas sanggup ku pahami maknanya. Sedekat ini bersamanya, getaran itu kembali muncul. Bahkan lebih terasa dari biasanya.

Rasanya begitu deg-degan. Wajahku sedikit memanas, dan rasa grogi itu sangat jelas terasa. Tapi, aku menikmatinya. Aku masih memejamkan kedua mataku, merasakan hembusan angin dingin yang menyentuh wajahku. Aku bisa mendengar nafasnya berhembus tak beraturan dan kegelisahan tampak jelas dan tak sanggup dia sembunyikan.

"Apa dia merasakan hal yang sama denganku ?. Ah semoga...

Aku tersenyum samar, merasakan tubuhnya yang masih menegang bak patung namun perlahan mulai rilex. Aku bersedekap mencoba memeluk diriku sendiri dan mengurangi hawa dingin.

"Ehem, dingin ya ge..?

"He,em lumayan kak ssshhh....

"Mau pulang,? Biar kamu bisa angetin badan dirumah."

Aku menggeleng , masih dengan posisi yang sama bersandar di dadanya.

"Ada nggak cara yang lebih simple selain pulang? . Aku masih betah disini kak."

Hening , dia tidak menanggapi pertanyaanku. Kubuka mataku ingin tau kenapa dia  terdiam. Dia yang lebih tinggi dariku mau tak mau membuatku harus mendongak jika ingin menatapnya dan...

Pandangan kami bertemu kami bertatapan dengan jarak sedekat ini. Aku menyelami hitam pupil matanya. Semakin dalam semakin aku hanyut dalam paras ayunya.aku menikmati setiap garis yang membentuk wajahnya.

Lalu wajahnya beralih dari tatapan kami, menatap lurus kearah depan. Dan aku merasakan sebuah pergerakan, kedua lengannya perlahan menyusup di pinggangku melingkarinya dan menyatu satu sama lain. Dadaku berdetak semakin tak beraturan di barengi dengan semakin eratnya dia memelukku. Aku menunduk menatap dua lengannya yang telah melingkar sempurna di perutku.

Belum usai rasa terkejutku kurasakan rahang bawahnya sudah menyatu dengan kepalaku. Aku semakin di buat deg-degan dengan segala perlakuannya.

"Apa seperti ini bisa membuatmu sedikit lebih hangat?

Aku tak menjawabnya, aku terlalu sibuk menahan diri agar tidak sampai gemeteran karena menahan rasa grogi yang berlebih. Sekarang aku tau apa yang aku rasakan.

Aku suka dia ..

Aku yakin, aku sudah terbiasa dengan perasaan sejenis meski aku belum pernah menjalaninya. Ada beberapa komunitas seperti itu yang kujumpai di tempat aku menimba ilmu. Dan salah satu teman sejurusanku ada yang gay.

Aku menikmati suasana malam ini , ku gengam telapak tangannya sebagai isyarat aku nyaman. Aku harap dia mengerti tanpa harus kuucapkan. Memandang hamparan kerlap kerlip lampu-lampu kota dalam pelukan orang yang kau suka. Itu adalah saat yang romantis jika kamu bisa merasakanya. Aku begitu terbuai dengan semuanya sampai sebuah suara mengejutkan kami berdua.

"EKHEM... ..

kami menoleh keasal suara itu dan mendapati seorang pria yang menatap kami sinis dan menggelengkan kepala .

Ups kami lupa ini tempat umum

Kak Ari melepaskan pelukannya dan aku  segera berdiri , aku melihat kak ari yang sedang berdiri kikuk sembari menggaruk tengkuknya. Kondisikupun tak jauh berbeda. Aku malu campur jengkel karena pria itu merusak suasana.

Dan,

Sebelum suasana semakin memburuk aku segera mengamit lengan kanan kak Ari dan segera berjalan turun  kembali kearah meja kami tadi.

*******
Perjalanan pulang di dalam mobil lebih hening dari pada sewaktu kami berangkat. Kini aku sudah berpindah posisi duduk di samping kak Ari, dia sama sekali tak menoleh hanya menatap lurus kearah jalan seolah  benar-benar sibuk dengan kemudinya.Mama Riska hanya sesekali terdengar menimpali obrolan dengan mbak Asri.

Aku sedikit meliriknya  dengan kikuk  tapi dia masih dengan posisinya hanya  sudah terlihat lebih santai terlihat dari raut wajahnya yang sudah tak setegang tadi.   Aku kembali tersenyum tapi sudah tak menatapnya, kualihkan pandanganku kearah luar menatap satu persatu bangunan rumah-rumah warga yang kami lewati . Sembari mengingat momen sampai akhirnya mobil berbelok kepekarangan rumah.

Seperti biasa aku mengantar mama Riska ke kamarnya terlebih dahulu. Menemaninya sebentar lalu beranjak kekamar. Aku melirik kekanan kiri ruangan tak ku temukan dia.

"Mungkin sudah dikamar,"  Batinku.

Dan benar saja saat aku membuka pintu aku melihatnya sedang duduk di teras dengan sebatang rokok terselip di bibirnya.

Aku menggeleng, aku menutup pintu dan menguncinya. Mendekat dan duduk di sampingnya dia menoleh dan kubalas dengan senyuman.

"Apa  sebegitu nikmatny benda itu kak?"

Diam,
Lalu kembali ia menghisap rokoknya dan seketika asap mengepul keluar dari lubang hidungnya.

"Kenapa hem?"

Aku tak menjawab hanya meperhatikan wajah ayunya yang begitu natural tanp terbalut makeup. Dia kembali menyelipkan rokok itu di bibirnya.
Belum sempat ia menghisapnya, tanganku sudah lebih dulu meraih rokok itu , kumatikan nyalanya dan meletakannya di asbak.

Dia tidak bertanya hanya menatapku dan akupun menatapnya.

"Gapapakan kalo pas lagi sama aku fokus kakak hanya samaku, nggak sama rokok atau apapun hal-hal yang sepele"

Kupikir dia marah tapi dia justru tersenyum, lalu mengangguk.

"Ganti baju Ge, bajumu bau aspal."

Aku mendelik.

" Suka ngasal emang, kamutuh gosok gigi sana bau rokok.kalo gak gosok gigi jangan tidur di ranjang".

"Hahah, iya istri.

"Wait...

Aku masih melongo dan belum sadar dengan apa yang dia katakan tapi dia sudah berlalu dan masuk kedalam kamar mandi..

"Istri?

########

(Salamjarikelingking)

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang