Hawthorn Coffe and Bakeshop

639 57 3
                                    

“telpon aku jika sudah sampai disana” ucap wanita berambut merah yang memeluk Hermione.

“Yes Ginny, kau sudah mengatakannya enam kali” jawab Hermione sambil tersenyum.

“Seattle itu sangat jauh Hermione” kali ini giliran rambut merah versi pria yang memasang wajah cemberut.

“Aku akan kembali sebelum kau menyadarinya Ron” pria bernama Ronald itu memeluknya

“Take care Mione” bisiknya sambil memeluk Hermione

“You too Ron” hermione melepas pelukan Ron dan menatap sahabatnya dan orang terakhir yang memberikan kalimat perpisahan.

Dan dia tau jika Harry Potter tidak hebat dalam mengatakan salam perpisahan.

“Come here you soft boy” ucap Hermione sambil bergerak memeluk Harry yang menyambutnya dengan tangan terbuka.

“I’m going to miss you a lot Hermione” ucap Harry sambil mengelus rambut Brunette Hermione.

“I’ll miss you more Harry, Seattle akan terasa membosankan tanpamu” Harry tidak menjawab, dia melepas pelukannya dan melepas kacamata yang dia kenakan untuk mengusap matanya yang basah.

“Kabari aku” ucap Harry pelan sambil tersenyum

“Kau orang pertama yang akan kuhubungi”

Hermione benci perpisahan.

Terutama meninggalkan Harry.

Tumbuh bersama sejak bayi di Panti Asuhan yang sama, tidur bergantian di pangkuan satu sama lain di bangku taman ketika usia mereka 14 tahun, dan menahan lapar berhari-hari sudah cukup bagi Hermione dan Harry membangun sebuah hubungan yang melebihi sahabat.

Harry memastikan perut Hermione terisi dengan berjualan koran di pagi hari, menggosok sepatu di siang haru, dan menjadi penjaga swalayan 24 jam di malam hari.

Hermione menjaga kehangatan bagi Harry, menjual sweater yang dia rajut dengan uang yang dia kumpulkan untuk membeli peralatannya, membersihkan flat kumuh tanpa furniture yang mereka dapatkan dengan belas kasihan nenek pemilik gedung itu karena melihat mereka selalu tidur di bangku taman atau rumah penampungan yang tidak layak.

Harry sudah menjadi kakak Hermione, dan Hermione menjadi adik perempuan yang patuh.

Mereka melindungi satu sama lain.

Kali ini sejak 26 tahun bersama, Hermione harus meninggalkan kota kelahirannya, London dan Harry untuk pergi ke Seattle selama beberapa bulan untuk menyiapkan pameran tahunan perusahaan tempatnya bekerja.

Tanpa Hermione sadari, air matanya tidak berhenti membasahi pipinya bahkan setelah dua jam diatas langit.

Suara awak kabin yang menyiarkan bahwa pesawat akan segera mendarat membangunkan Hermione dari tidurnya.

Kakinya terasa kaku karena terlalu lama duduk dengan posisi tegak di kursi ekonomi.

Matanya menyapu pemandangan diluar jendela, kota Seattle sudah ada didepannya.

Hermione tersenyum.

---





“tidak Gin, aku tidak datang kesini untuk berkencan, deadline ku sangat dekat dan jadwalku padat” ucap  Hermione pada seseorang di ponselnya sambil berjalan mengitari flat tempatnya tinggal selama dua bulan kedepan Untuk membereskan isi kopernya.

“ayolah Mi, tanpa kau sadari, kau sudah ada di ranjang hotel dengan pria gagah dari Seattle” pipi Hermione memerah mendengar kalimat explicit Ginny.

“That's it, bye Gin” Hermione menutup panggilannya dan melempar  ponselnya ke kasur dan duduk dipinggir kasur.

Dia menatap sekelilingnya.

Flat yang diakomodasikan untuknya dari perusahaannya cukup nyaman, ada kasur di sisi kiri dan lemari pakaian disampingnya, lalu kamar mandi di sisi kanan dari pintu masuk, sebuah dapur kecil dan televisi diseberang kasur yang digantung di dinding.

Mungkin dia butuh Blueberry scone untuk mengisi perutnya.

Hermione melihat refleksi dirinya di cermin sebelum mengambil mantel dan tasnya, bergegas ke sebuah toko kue yang dia lihat diujung jalan.

---




“terima kasih” ucap pria berambut blonde terang sambil menyerahkan bungkusan pada dua orang gadis yang berdiri dihadapannya.

Mereka menerimanya dengan pipi memerah dan tertawa cekikikan.

Pria itu hanya tersenyum lalu membereskan konter kasir tempat dia berdiri.

Melihat tidak ada pelanggan lagi yang mengantri atau duduk di kursi yang disediakan, dia pergi ke dapur yang ada dibelakangnya.

“kita kehabisan Blueberry, aku tidak bisa membuat scones hari ini” sambut pria berambut cokelat yang mengenakan apron dan sarung tangan plastik ketika melihat temannya ada di dapur.

“Aku akan telpon Mr.Peppi, sepertinya kita harus menambah pasokan blueberry” pria dengan tag nama Draco itu berjalan ke konter disebelah temannya, Theodore Nott, dan mengambil nampan besi, mengisinya dengan cupcake cokelat yang masih hangat.

“kau harus coba libur satu hari dan lihat apakah penjulan scones kita bertambh atau tidak. Karena terakhir aku cek, para gadis yang sudah ratusan kali kesini meninggalkan nomor telponnya padamu di selembar kertas tisu yang kau jadikan lap lalu kau buang” kepala Draco menoleh pada Theo yang menyeringai.

“Ayolah, mereka menyukai scones mu karena kau chef yang pandai” jawab Draco santai sambil mulai menghias  cupcake itu dengan buttercream putih.

“Serius, kau tidak pernah melihat nomor telepon mereka?” Draco mengedikkan bahunya tanpa menoleh pada Theo.

“Jika aku jadi kau, aku sudah meniduri sebagian populasi wanita di Seattle” Sontak Draco tertawa.

“Memangnya sekarang kau tidak?” tanyanya balik, namun Theo hanya memutar matanya.

Bunyi lonceng terdengar menandakan ada pelanggan yang datang. Draco meletakkan pipping bagnya dan membersihkan tangannya sebelum keluar dari dapur.

“Good morning, ada yang kubantu?” tanya Draco pada gadis yang masih menundukkan tubuhnya agar bisa melihat isi etalase kaca disamping kasir.

“Ah iya, apa kau menjual Blueberry Scones?” tanyanya masih sambil melihat-lihat etalase.

“Kebetulan hari ini kami kehabisan Blueberry, bagaimana dengan chocolate Scones?” gadis itu berdiri tegak dan berjalan kearah kasir.

Mata mereka bertemu
Kelabu bertemu dengan cokelat keemasan.

Musim dingin dan musim semi.

Thump thump thump

Draco membatu, bagaimana jantungnya bisa berdegup lebih kencang hanya karena melihat mata seorang gadis yang baru dia temui?
Namun dia segera tersenyum dan gadis itu juga melakukan hal yang sama.

“Baiklah, aku juga ingin lemon meringue pie dan vanilla cream dengan extra whip cream dan saus cokelat” ucap wanita itu lugas.

“satu Cokelat Scones, satu Lemon Meringue pie dan satu gelas vanilla cream dengan extra whip cream dan saus cokelat. Totalnya jadi 12 dollar Miss” rambut brunettenya yang menjuntai bebas hingga punggungnya menutupi sedikit wajahnya ketika dia mengambil dompet di tasnya.

Wanita itu menyerahkan beberapa lembar uang dan Draco melihat uang itu sambil berpikir.

“Namamu Miss?” tanya Draco sambil menatap Hermione lurus, dan wanita itu menatap Draco sebentar sebelum Draco menambahkan

“Untuk memudahkan aku memanggilmu nanti jika pesananmu sudah siap” wanita menggumamkan 'tentu saja' sambil tetawa kecil.
God, her smiles.

“Hermione” Draco mengangguk sebelum memberikan struk pembelian pada gadis yang bernama seperti dewi itu.

Hermione duduk di kurai dekat jendela, lalu mengeluarkan sebuah buku dari tas yang dia bawa dan mulai menggambar sesuatu dengan pensil.

Draco yang sadar sedang memperhatikan pelanggannya langsung menggelengkan kepalanya.
Dia berjalan menuju dapur untuk mengambil saus cokelat yang habis sambil mengingat pola freckles yang ada di wajah gadis itu.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Theo sambil menatapnya dengan kedus alisnya terangkat.

“Apa maksudmu?” tanya Draco sambil membuka kulkas.

“Sejak kapan kita meminta nama seseorang saat mereka memesan?” aktifitas Draco terhenti.

Tentu saja Theo mendengarnya tadi.

“Sejak aku ingin memulai teknik baru” Draco bisa mendengar tawa Theo yang nampak mengerti motifnya.

Kafe mereka memiliki mesin yang memudahkan proses pengambilan pesanan.

Mesin utama ada di kasir, dan setelah memesan, pelanggan akan diberikan sebuah tombol kecil yang akan menyala ketika pesanan mereka sudah siap, yang tentu saja dioperasikan oleh Draco selaku petugas utama disana.

Tapi entah kenapa dia ingin mencoba teknik Starbucks yang dia klaim beberapa tahun yang lalu ketika dia membuka kafe sebagai teknik kuno dan tidak modern.

“Kau hanya ingin meminta namanya saja kan?” Draco meraih botol saus cokelat dan menutup kulkas sebelum mengirim tatapan tajam pada Theo.

“shut up and bake more cupcakes, Mrs.Steele akan mengambil pesanannya dalam satu jam”

Setelah 3 menit, Draco selesai membuatkan pesanan Hermione dan hendak memanggil namanya dari kasir.

Namun kakinya tidak bekerja sama dengannya.

Dia sudah berdiri didepan meja Hermione dengan nampan berisi pesanan wanita itu ditangannya dan senyuman canggung diwajahnya.

Shite, gumamnya.

“Kukira kau akan memanggilku” ucap Hermione sambil memperhatikan Draco yang meletakkan satu persatu pesanannya.

Yeah, shite indeed

“Ah, itu—kupikir aku akan mengantarnya saja karena sedang tidak ada pelanggan lain” Jawab Draco sambil menyumpahi dirinya sendiri dalam hati.

“oh” jawab Hermione yang sekarang melihat lemon meringue pie yang dihias begitu cantik.

“apa yang kau kerjakan?” tanya Draco yang lagi-lagi tanpa sadar sudah menarik kursi diseberang Hermione dan hendak duduk sebelum matanya membulat lebar, menyadari kebodohannya.

“Maksudku—aku..i'm sorry, aku tidak bermaksud—” hermione menatapnya seakan Draco melahirkan anak sapi ditempat dia berdiri.

“Aku—aku hanya ingin berkenalan.. hai, namaku Draco , senang bertemu denganmu Hermione” ucap Draco cepat lalu dengan kecepatan yang sama berjalan kembali ke konter kasir.

Hermione mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menoleh kearah kasir.

Draco sedang memunggunginya.
Gadis itu berdiri, membuat kursi bergeser dan mengeluarkan suara yang membuat Draco membalikkan tubuhnya.

Draco yang mengira Hermione segera berlari keluar dari kafe karena takut padanya kaget saat melihat gadis itu berdiri di konter kasir dengan kikuk.

“Hai, namaku Hermione Lily Potter. Se—senang bertemu denganmu, Draco”

Satu

Dua

Tiga

Empat

Lalu Draco terkesiap dan berjalan mendekat.

“Aku sedang menggambar desain baju untuk pameran tahunan perusahaanku bekerja, apa—um..apa kau mau duduk denganku?”Draco bersumpah dia bisa melihat gurat merah di pipi Hermione yang menolak memandangnya saat ini.

“Tentu saja!” Hermione menatap Draco yang setengah berteriak.

“Maksudku..tentu saja, aku akan sangat senang bisa melihat desain baju yang bahkan belum dijual dipasaran”

Draco duduk diseberang Hermione dan memperhatikan goresan pensil Hermione.

Desainnya sangat detail dan halus, sungguh bakat yang luar biasa.

“Apa kau seorang desainer?” Hermione mengangguk dan menatapnya.

“hm, cokelat scones ini sangat enak” ucap Hermione saat menggigit sconesnya pertama kali.

“kau mau bertemu dengan chefnya?”

Nampaknya Draco akan mulai mengoceh hal yang tidak berguna ketika dia sedang gugup.

Maksudku, for God's sake, dia sedang berusaha mendekati seorang gadis dan dia mengajak gadis itu ke dapur hanya karena dia memuji kue yang Theo buat?

Oh, Theo dan Blaise akan menjadikan ini bahan pembicaraan mereka selama berminggu-minggu.

“maaf, aku tidak terbiasa berhadapan dengan wanita cantik” mata Hermione membulat lebar dan sesaat kemudian dia tersedak scones yang tidak sukses dia telan setelah mendengar kalimat Draco.

“jadi, berapa lama kau sudah bekerja disini?” tanya Hermione mencairkan suasana.

“Sudah 2 tahun”

Hermione menatap kafe yang masih sepi dari pengunjung itu sebelum menoleh pada Draco.

“ada berapa karyawan disini?”

“Hanya aku dan Theo, orang yang membuat kue yang kau puji sejak 4 menit lalu” Hermione tertaws kecil.

“Apa kafe ini milikmu?” Draco mengangguk.

“Bisnis disini sudah cukup berkembang, dan kami sudah punya cukup banyak pelanggan tetap” Hermione mengangguk namun menyadari sesuatu.

“Aksenmu, apa kau orang Inggris?”

“kau butuh waktu untuk menyadarinya, apa aksenku sudah terlalu berubah?”

“Tidak, hanya saja kau adalah orang pertama yang kuajak bicara sejak aku tiba disini tiga jam lalu, jadi kurasa aku masih merasa ini adalah Inggris”

“Kau baru datang dari Inggris?”

“Ya, aku akan tinggal disini selama 2 bulan untuk keperluan pameran ini” Hermione sedang melanjutkan desainnya dan tidak melihat perubahan ekspresi wajah Draco.

“Jadi kau akan kembali ke Inggris?” gadis itu mengangkat kepalanya dan menatap Draco.

“Tentu saja, apa kau tidak pernah pulang kesana selama ini?” Hermione bisa melihat sorot penuh arti di mata Draco sebelum pria itu menggeleng.

Hermione melirik jam di pergelangan tangannya dan sedikit meloto lalu membereskan kertas-kertasnya.

“Maaf, aku harus pergi” ucap Hermione

Belum sempat Draco menjawab, lonceng berbunyi diikuti seorang sepasang suami istri.

“Mr.Peppi” sapa Theo yang sudah berada di konter sambil memberikan ekspresi wajah agar Draco tetap dia ditempatnya dan melanjutkan flirtingnya dengan gadis brunette itu.

“Nampaknya blueberry nya sudah dikirim lebih awal” gumam Draco seraya mengantarkan Hermione keluar kafe.

“Artinya besok, Chefmu akan menyediakan Blueberry Scones?”

“Bagaimana jika malam ini?”
Hermione menatap Draco yang sama terkejutnya dengan dia.

Fuck you, mouth.

“Maksudku,kami tutup jam 6 sore, mungkin aku bisa mengantarnya untukmu malam ini sambil makan malam..itupun, jika kau mau” sudut bibir Hermione terangkat membentuk senyuman yang membuat Draco kaku ditempatnya.

“Tentu saja” Draco menatap Hermione memastikan bahwa wanita itu tidak memiliki kalimat lain yang belum dia ucapkan.

“Um, apa kau suka fish and chips?”

“I love it, fish and chips, I mean” Draco tersenyum tipis pada Hermione

“good, see you tonight”

“See you tonight”


Draco menatap punggung gadis yang semakin menjauh itu, namun ada sesuatu yang seakan melambung tinggi didalam dirinya.

Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Hermione lagi.



To be Continued

From Seattle, with LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang