Saat aku membuka mataku, hari sudah pagi. Lampu gantung di kamarku bergoyang. Membuat kebisingan.
Untuk sesaat, gelombang rasa pusing melandaku. Apakah itu hydra, atau diet rendah protein dan porsi makanan kecil di asrama ini? Itu tidak masalah.Lagi pula yang kumiliki hanyalah kentang busuk.
Aku tidak akan bertahan lama jika aku kehabisan makanan dan air.
Aku bahkan belum makan atau minum sejak aku datang ke asrama ini.
Saat aku berbaring, aku mengamati wajah Paulus yang menatapku, akhirnya aku merasa sedikit lebih waras. Aku sudah kembali ke kamarku.
Tidak tahu bagaimanapun caranya. Aku terbangun sambil memegangi kepalaku.
Paulus mengangkat mata aprikotnya dan menatapku yang sedang duduk di tempat tidur seperti tikus yang tenggelam, diam dan menundukkan kepala.
"Bagaimana kelihatannya?" Dia bertanya. Sambil menyalin sesuatu ke dalam buku hitamnya.
"Hah?" Aku bingung, apa yang dia maksud.
"Kamu baru saja dikejar oleh seorang pembunuh, kan? Itu sebabnya kamu tidak sadarkan diri di ruang latihan,"
"Kupikir kamu tidak akan bangun lagi. Itu sangat mengasyikkan..." Desahan Paulus membawa sedikit kengerian untukku.
Dia senang jika aku mati?
Paulus mengerutkan keningnya saat melihat ekspresi terkejut di wajahku, "Apa yang kamu pikirkan? Kenapa kamu kaget sekali? Kamu pikir kita bisa berteman, kita semua adalah pembunuh. Jangan terbawa suasana dalam hubungan seperti itu. Suatu hari jika situasinya mendesak, aku mungkin bisa saja membunuhmu demi kepentinganku sendiri."
Ya. Aku seharusnya tidak bodoh. Tempat ini adalah sarang pembunuh. Bagaimana aku bisa menganggap Paulus sebagai temanku.
Saat itu, deru mesin yang keras terdengar dari luar jendela. Secara naluriah, aku mengintip ke luar dan melihat mesin raksasa. Mesin tersebut menebang dan menanam pohon-pohon besar di sebagian besar halaman.
Jika halaman pertama ini ada, maka halaman lainnya juga harus ada. Secara naluriah hutan itu dibuat oleh tangan manusia.
“Aku akan bertualang… kamu ikut?” Ajak Paulus sambil tersenyum.
Melihat dia tersenyum aku langsung sadar, dia adalah seorang pembunuh, ada ribuan pembunuhan berencana di otaknya. Jadi aku melambaikan tanganku, "Tidak. Pergi saja."
Paulus tidak menjawab, malah mengambil tas mininya seperti anak sekolah dasar. Masih mengenakan baju besi ungu.
Aku menggelengkan kepalaku saat dia melompat dan menghilang di balik pintu kamar tidur yang tertutup. Saat ini, aku sedang mencari cermin di kamar mandi. Hanya ada pecahan kaca kecil, tapi aku bisa melihat mataku yang cekung dikelilingi lebam ungu, dan keringat mengucur di kulitku yang sudah menguning pucat.
"Aku lapar..." perutku berbisik.
Rambut pendekku berantakan, aku meluruskannya. Mengangkat tanganku, aku melihat bekas lepuhan terbakar di dekat perutku.
Ternyata tidur dengan gadis neraka itu bukan mimpi!
Jadi ada kemungkinan aku akan bertemu dengannya lagi. Memikirkannya membuatku menelan ludahku sendiri. Aku belum pernah merasa takut sebelumnya. Tapi... wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Or Love
Fanfiction(𝐃𝐢𝐩𝐞𝐫𝐛𝐚𝐡𝐚𝐫𝐮𝐢 𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐁𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐁𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚) Lalisa Gorgon entah bagaimana harus pindah ke asrama aneh karena orang tuanya. Ketika ditinggalkan, dalam satu hari ia sudah merasakan ada yang tidak beres d...