Chapter 2

45 3 4
                                    

Aku membuka mata perlahan akibat teriakan dari ruang tengah yang menyelinap masuk melalui rongga telinga, teriakan yang amat menyebalkan jika kalian ingin tahu. Pelakunya tak lain adalah satu-satunya gadis yang menghuni tempat ini, Olivia. Gadis itu selalu mengawali pagi di rumah ini dengan teriakan mautnya, bukan tanpa tujuan sih, seandainya aku dan Midam mudah dibangunkan ia tidak akan berteriak seperti itu. Terkadang dalam pikiranku terlintas sebuah pikiran mengenai betapa sialnya gadis itu, harus tinggal satu atap denganku dan Midam yang notabenenya hidup tak karuan. Disaat bersamaan pikiran mengenai "apa yang akan terjadi dengan tempat ini tanpa Olivia?" juga membuatku sedikit bersyukur memiliki gadis itu di sini.

Sinar matahari menerobos dari sela-sela gorden, tidak begitu jelas karena hari masih teramat pagi. Jarum pendek jam mungkin masih belum menunjukkan angka enam, terlalu pagi untuk bersiap, namun gadis itu tidak ingin mendengar alasan apapun. Aku memilih bangun dan membuka pintu kamar, setidaknya memberi tanda jika aku telah bangun, sejujurnya ini juga sarana untuk membungkam teriakan penuh emosi gadis berambut hitam sebahu itu. Teriakannya berhenti tepat setelah suara pintu lain yang terbuka terdengar. Midam juga sudah membuka pintu kamarnya. Pemuda itu nampaknya juga tengah bersiap. Tanpa pikir panjang aku menyambar seragam yang tergantung di lemari kemudian melangkah santai memasuki kamar mandi. Suara suara di sisi lain pintu kamar mandi masih terdengar, hanya sebatas peredebatan tidak penting tetapi cukup mengganggu. Masa bodoh dengan itu, aku cepat cepat membersihkan tubuh kemudian mengganti baju dengan seragam sekolah.

Jarak dari rumah kami ke sekolah bisa dikatakan cukup jauh, perlu tiga puluh menit dengan sepeda dan akan memakan waktu sekitar empat puluh lima menit dengan bus. Berangkat pukul tujuh adalah keputusan yang realistis, sementara Olivia selalu heboh beteriak setiap paginya sembari mengatai kami lambat jika belum keluar dari pintu rumah pukul enam lebih tiga puluh. Yah setidaknya ada yang menjamin bahwa kami tidak akan terlambat. Disinilah kami sekarang, berjalan beriringan menuju halte bus terdekat.

"hoy, wajah kalian suram sekali." Olivia berceloteh mengomentari wajahku dan Midam yang masih tampak mengantuk. Inilah mengapa aku benci pagi hari, bangun pagi untuk ke sekolah itu melelahkan. Midam sepertinya juga merasakan hal yang sama, ditambah pemuda itu masih terbangun dan berada di ruang tamu dengan setumpuk kertas yang entah apa isinya saat aku kembali.

"orang yang tidak bisa mengatur tugasnya diam saja." Midam menguap setelah berujar demikian.

"mengapa pula aku harus melakukannya sejauh ini," lanjutnya pelan. Olivia yang mendengar jawaban Midam hanya mengerucutkan bibir kesal, wajahnya seakan akan sedang mengatakan "orang yang mengerjakan tugas hingga menyiksa diri lebih baik diam." Sejujurnya Olivia sudah menyelesaikan tugas itu, ia mengerjakannya sedikit demi sedikit selama beberapa hari, berbeda dengan Midam yang selalu mengerjakan tugas tugasnya dalam waktu sehari walau tenggat akhir pengumpulannya masih jauh.

"tuntutanmu memang harus profesional," Olivia menyahut dengan bibir yang masih mengerucut. Pemandangan biasa bagiku, mereka berdua memang tidak pernah akur seperti biasanya.

Kami berjalan beriringan hingga tiba di sekolah kemudian berpisah di persimpangan koridor menuju kelas masing masing. Untuk beberapa jam kedepan setidaknya aku akan bebas dari mereka. kakiku melangkah memasuki ruang kelas 2-2, mengarah langsung ke tempat duduk dekat jendela, bangku urutan nomor dua dari depan. Baru saja aku meletakkan tasku, sosok di bangku depan membalikkan badannya menghadap ke belakang.

"Oy Shien, pr sudah?" inilah suara yang biasa membuat telingaku berdarah selain ocehan Olivia. Huang Li Wei, pemuda tinggi bak pohon kelapa yang duduk di bangku paling depan.

"tidak akan ku pinjamkan" jawabku pelan sambil menyeret kursiku, menyisakan sedikit ruang untukku duduk.

"Aku kan hanya bertanya apa sudah selesai atau belum." Wei menatapku tajam. Itu tidak mempan lagi sih, aku tahu pemuda itu hanya ingin menyalin tugasku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Impossible Story : Trail Of NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang