Kalau semuanya ada di tangan Haidan, nggak akan ada yang namanya kalimat 'ah elah, gara-gara lu!'.
Nggak.
Semua umat manusia yang kenal dan paham dengan kebiasaan Haidan, pasti akan percaya pada tangan dan tingkah-yang kalau orang lihat betul-betul aneh-tapi, akan terurus dengan sangat baik.
Seperti kali ini. Berdasarkan kesepakatan Bunda mengenai kegiatan memelihara hewan di rumah, Haidan mencari cara agar nggak mengecewakan Bunda.
"Bunda suka hewan apa?"
Bunda menoleh. "Hm. Apa, ya? Tokek?"
"Bun?" Haidan mengernyitkan dahinya kaget. "Buat dipelihara, Bunda. Yang nantinya bisa disayang."
"Oh? Emang tokek nggak bisa, ya?" tanya Bunda nyeleneh. "Padahal Bunda suka suaranya. Tokek, tokek!"
Haidan menghela napasnya panjang. Nggak, bukannya nggak suka dengan lelucon Bunda yang sering garing bukan kepalang itu. Namun, kadang penat juga mengurusi tugas yang diselingi guyonan parah Bunda.
"Ya, deh. Suka-suka Bunda. Nanti Haidan cari," jawab Haidan sembari berdiri dari duduk malasnya. "Nanti Haidan tanya di Twitter."
Bunda terkikik geli. Yang diberi nama Haidan Adinata memang nggak pernah mengecewakan Bundanya. Padahal, kalau dipikir-pikir, ide nyleneh itu sudah pasti akan mendatangkan kepusingan.
***
Siang ini, Haidan mampir ke toko hewan. Ya, belum jadi bertanya di Twitter, tapi sudah menjajakkan kaki di toko hewan.
"Tam, lo punya tokek?"
"Hah?" Tama menghentikan pergerakan tangannya. "Lo kenapa deh, Dan?"
"Gue beneran tanya. Lo kan punya toko hewan, harusnya punya tokek, dong."
Tama melotot tajam. "Lo kira gue punya kebun binatang?"
Udara siang panas dan Haidan membakar emosi Tama sesaat. Yang dimarahi hanya menggaruk tengkuknya sambil cengengesan pelan.
"Yaudah, deh. Gue balik."
"Tapi kalo lo beneran mau tokek, gue bisa tanyain ke Bang Yanto, deh, Dan. Mau beneran gak tapi?"
Haidan mengangguk mantap. "Bunda gue cari tokek."
"Hah?" Tama bereaksi sama seperti Haidan tadi pagi. "Tante Arini nyari tokek?"
Yang ada di bayangan Tama saat ini adalah wajah Bundanya Haidan dengan kue kering andalannya dan tokek bewarna gelap. Yang ditanyai hanya mengangkat alisnya satu, memberi senyum dengan eskpresi kecut.
"Iya. Heran, kan?"
***