"Gimana, Kak? Udah dapet tokeknya?"
Haidan mendengus pelan. Shena, adik pertamanya yang kini tengah memakai masker mentimun di teras bersama Daegy—anjingnya yang baru diadopsi kemarin—melirik Haidan sambil terkekeh geli.
"Untung Bunda request gue tolak," sambungnya bangga. "Lagian lucuan anjing, kali, Kak."
"Iya, emang lucuan anjing daripada lo. Bawel."
"Ih ngejek?!" Shena terbangun dari posisinya. "Gue kasih tau Bunda, ya, biar makin aneh-aneh lagi request-nya!"
"Diem atau gue cabut perjanjian sama Kang Darman?"
Shena kembali duduk.
Kang Darman adalah penjual bubur ayam terenak andalannya selama bertahun-tahun. Haidan sudah membuat janji dengan Kang Darman sejak masih SD bahwa khusus untuk Shena, semua topping tolong disiapkan lengkap sebelum ada yang pembeli.
Tujuannya, tentu saja agar Shena nggak kehabisan topping nantinya.
Perjanjian itu masih berlangsung sampai sekarang. Sampai Haidan sudah ada di semester empat kuliahnya dan Shena ada di kelas dua SMA.
"Iya, iya. Anceman lo itu mulu, dah. Bawel."
"Gue chat Kang Darman?"
"Ya Allah, iya!"
***
"Den Haidan, Ini Mas Yanto."
Haidan mengerjapkan matanya sesaat. "Oh, iya, Mas."
"Kata Den Tama, Den Haidan lagi nyari tokek, ya?"
"Iya."
"Mas Yanto ada."
"Oke. Besok Haidan ambil, Mas."
"Nggak mau nanya harganya dulu ini ta Mas? Kalo tau, ternganga, kepiye?"
"Emang berapa, Mas? 100 juta, ya? Haidan ada uang segitu."
"Bukan, Den ... ini 300 juta."
Haidan terbelalak kaget. Tidak, bahkan seratus jutapun dia tidak punya. Gurauannya berbuah masam. Haidan langsung menggelengkan kepalanya pelan sambil mencoba terbangun dari posisi tidurnya.
"Mas Yanto, kalo mau beli tokek harus sebadan, ya?"
"He? Sebadan kepiye maksudnya, Den?"
"Maaf Mas, Haidan sebenernya cuma punya uang satu perlimanya aja ..."
***