#9 Search

418 85 0
                                    

Napas kedua perempuan itu memburu, menahan rasa sakit yang teramat sangat dan tenaga mereka juga sudah terkuras habis.

"Apa yang baru saja aku lihat?" Jisoo berusaha menarik napas panjang namun napasnya malah semakin tersengal-sengal.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Jennie yang berlutut di samping Jisoo dan menatap wajahnya dengan mata sayu.

"Gadis ini.. Masih tetap cantik meskipun ia sudah babak belur.." pikiran Jisoo sudah tak karuan.

"Yakkk Kim Jisoo!! Sadarlah!! Kita harus segera turun, ayo pulang." Jennie bangkit berdiri, ia mendorong ketiga mayat lelaki itu ke dalam jurang memastikan jika mereka sudah benar-benar jatuh dan tidak tersangkut di tebing.

***

Jennie memapah Jisoo masuk ke dalam kamarnya melalui jendela karena ia tidak mungkin bertemu dengan kedua orangtuanya dengan kondisi babak belur dan nyaris tewas seperti ini. "Pelan-pelan, kau duduk disini dulu.." Jisoo terduduk lemas di pinggiran kasur, semerbak aroma vanilla menyengat di hidungnya. Pandangannya mulai mengedar ke seluruh ruangan gadis yang tidak ia kenal itu.

"Kau harus membuka pakaianmu dulu agar aku bisa mengobati lukamu." suruh Jennie sambil menyimpan sebuah kotak P3K di depan mereka.

"Tidak mau." tolak Jisoo begitu saja.

"Hah?"

"Aku tidak mau."

"Cepat!!" Jennie mendorong bahu Jisoo, membuat wanita itu kesakitan dan mengerang dengan kencang. Cepat-cepat Jennie menutup mulut Jisoo takut jika orang tuanya terbangun. "Berisik!!"

"Ya sakit!! Kau ini!!" protes Jisoo yang kemudian berdiri dari duduknya dan menuruti apa yang Jennie minta. Mereka berdua saling membelakangi, membuka hoodie yang mereka kenakan namun darah merembes keluar ketika Jisoo menyimpan hoodienya di lantai. "Arrghh.." Ia memegang sebuah luka sayat yang ada di sisi perut sebelah kirinya, tidak terlalu dalam tapi cukup menyakitkan.

Jennie melihat punggung Jisoo yang penuh dengan luka memar, efek dari pukulan baton stick memang cukup memberikan bekas yang langsung terlihat jelas. "Punggungmu.." ucap Jennie sambil mengelus kulit punggung Jisoo dan Jisoo hanya bisa meringis tanpa mengeluarkan suara sama sekali.

"Aku harus mengompres luka-lukamu." ucap Jennie lirih.

"Aku tidak apa-apa." Jisoo mulai berbalik namun darah kembali mengalir dari bekas luka sayatnya.

"Kau mau aku memasukan kedua jariku ke dalam luka sayat itu?" Jennie menekan sebuah handuk kecil yang sudah di beri es ke luka Jisoo, mereka berdua hanya bisa saling menatap, Jisoo yang menatap Jennie sambil merasa kesakitan sedangkan Jennie balas menatap Jisoo karena kesal jika perempuan itu sangat keras kepala.

***

Tatapannya terasa kosong, jendela kamar yang ada di depannya terlihat tidak istimewa sama sekali. Pikirannya mulai berkecamuk memikirkan banyak hal dan kenangan akan sang ayah pun terlintas di benaknya sekarang.

"Kau melamun?" pertanyaan yang sudah pernah ia dengar sebelumnya pun kembali terucap dan seketika ia menoleh ke arah sumber suara.

"Hah? Ah.. Tidak.." senyum Jisoo simpul saat Jennie duduk di ranjangnya dan memperhatikan Jisoo yang benar sedang melamun.

"Kim Jisoo?" 

"Ya?"

"Kau melamun?" tanya Jennie lagi untuk memastikan.

"Tidak." keduanya kembali terdiam, namun beberapa saat kemudian.

"Kim Jisoo, kau melamun?" bukan jawaban lagi yang Jennie terima sekarang, tapi hanya sebuah tatapan sinis nan tajam, mengisyaratkan kalau Jisoo sudah kesekian kalinya menjawab jawaban yang sama dan Jennie terus mengulanginya.

"Kalau iya aku melamun lalu kau mau apa hah?"

"Itu kau menjawab pertanyaanku berarti kau sedang tidak melamun." kekeh Jennie. Jisoo kemudian berpaling dan tidak lagi berdebat dengan gadis di sampingnya itu.

***

Dalam pikiran Jisoo ia tidak ingin lagi berurusan dengan Jennie, ia juga tidak meminta nomor telepon gadis itu, tidak berniat mendekatinya juga dan sepertinya dia sama sekali tidak tertarik dengan gadis itu. Dalam segala hal. Padahal Jennie bisa di bilang sebagai gadis yang sangat mandiri, tentu saja, dia bisa menjaga dirinya sendiri dengan sangat-sangat baik. Jennie tidak manja seperti gadis lainnya tapi itu tidak menggoyahkan hati Jisoo, ia tetap bersikap dingin dan tidak peduli bahkan ketika Jennie sekarang sudah ada di depannya.

Tatapan mereka berdua saling beradu, tapi tidak ada satu patah kata pun yang mereka ucapkan selain suara angin sore yang terdengar berderu di sekitar mereka.

"Mau apa lagi?" tanya Jisoo ketus, tatapannya tak melembut sedikit pun.

"Aku perlu memastikan kalau luka yang ada di sini," tunjuk Jennie tepat di bekas luka yang baru berumur seminggu itu, "Baik-baik saja. Aku hanya memastikan saja, karena aku merasa.."

"Apa? Kau merasa bertanggung jawab atas diriku?" Jennie segera menjawabnya dengan anggukan dan senyuman yang ia berikan semanis mungkin. "Tidak perlu repot-repot, aku bisa mengobatinya, kau pulang saja."

"Kau mengusirku?" Jisoo mengabaikannya, ia pergi begitu saja karena hari sudah mulai gelap. "Hei, Kim Jisoo!! Kau mengusirku?"

Jisoo melirik ke arah samping dan ia masih melihat Jennie yang mengejar dan mengimbangi langkah kakinya. "Aku minta maaf karena sudah membuatmu terlibat dalam masalah kemarin aku benar-benar minta maaf." sesal Jennie.

"Sudahlah Jen, aku tidak ingin lagi berurusan denganmu, aku tidak ingin tau lagi sedikit pun tentang.."

Boom.

Jam 8 malam.
Jisoo duduk di meja belajarnya dengan laptop yang menyala. "Tentangmu.." ucapan Jisoo tadi sore masih basah, tapi entah kenapa justru saat ini ia sendiri sedang mencari tau siapakah sosok Jennie lebih dalam lagi.

"Oh astaga, aku benar-benar tidak habis pikir kenapa bisa-bisanya aku peduli dengan gadis itu." racau Jisoo, "Dia sudah menyeretku ke dalam masalahnya, ke dalam hobi psychonya.." Jisoo menjatuhkan dirinya ke sandaran kursi, berbagai macam berita tentang Jennie seakan-akan bersih, berbeda dari kemarin. Kemarin ia masih bisa mengakses berbagai macam berita bahkan tentang kasus pembunuhan yang Jennie lakukan, tapi sekarang berita itu hilang. Hilang, benar-benar hilang. Tak ada artikel atau berita yang menyebutkan telah terjadi kasus pembunuhan pada seorang gadis SMA dengan pelaku bernama Kim Jennie.

"Jangan paksa aku untuk mengulik lebih dalam tentang dirimu Jen." desah Jisoo malas sambil beranjak menutup laptopnya namun terbesit di benaknya untuk kembali mencari informasi tentang Jennie. "Aku tidak akan bisa tidur nyenyak kalau begini jadinya, ya sudah terpaksa sajalah." Jisoo kemudian membuka salah satu situs yang biasa ia gunakan untuk mencari data-data yang di sembunyikan dari pencarian biasa, sejenis dark web. Ia menggunakannya jika sedang berada dalam keadaan darurat seperti mencari orang yang hendak ia bunuh atau ia memang sedang penasaran saja seperti saat ini, dan beberapa kali ia mencari informasi tentang siapa orang yang tega membunuh Ayahnya.

***

Bloody LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang