"Akkkkhhhhh hampa banget hidup guaaa!" Ucap seorang pemuda berusia dua puluh tahunan itu sambil tangan kanannya menggebrak meja.
"Kayaknya sekarang juga gua harus nyari pacar." Suara rengekan pemuda itu cukup berhasil menarik perhatian beberapa pengujung kafe pada siang hari itu.
"Dari jaman sekolah lu udah ngomong gitu terus ndra." Seorang temannya mencoba melayani keluhan dari pemuda tersebut.
"Coba liat dah sekeliling kita, dimana-mana isinya orang pacaran semua men."
Vita mencoba mengamati lingkungan sekitarnya. Pengujung lumayan ramai untuk sebuah kafe berukuran kecil, selain itu pengunjung kafe didominasi oleh pasangan muda-mudi yang sedang menghabiskan waktu bersama.
"Bahkan sekarang gua duduk di cafe berdua sama cewek, tapi cewek yang udah ga single. Alias pacar orang!" Hendra masih saja mengeluh seperti tidak ada hari esok.
"Huhhh, nyesel kan lu sekarang." Timpal Vita sambil jari telunjuk tangan kanannya mendorong pundak Hendra.
"Lagian ga cuma berdua yak, nih liat ada si Kumis." Mata Vita melirik ke pangkuannya, mengisyaratkan ada sebuah kucing lucu berwarna putih dengan sedikit warna hitam di sekeliling mulutnya.
"Lagian apa juga yang mau lu harapin. Kalo nongkrong di cat cafe begini mah isinya kebanyakan orang nge-date semua. Lu liat aja tuh cowok-cowok yang lagi sok-sokan ngerti soal kucing biar dapet perhatian gebetannya. Gua udah hafal banget sama akal-akalannya cowok." Ucap Vita sambil terus mengelus bulu-bulu halus si Kumis. Sesekali dia mengajak bicara si Kumis dengan suara-suara manja layaknya seorang ibu menghibur bayinya yang sedang menangis.
"Gua mau deh ada yang perhatiin gua, terus nanyain kabar gua, terus ngucapin selamat pagi. Terus-"
"Parah banget selama ini ibu lu sendiri, lu anggap apa?" Protes Vita.
"Ah, elu si enak. Orang-orang yang ga kenal sama lu aja banyak yang perhatian ke elu."
"Ih, lu berlebihan deh kadang-kadang kalo ngomong." Jawab Vita sambil memukul kecil pundak Hendra dan menutup mulutnya tersipu malu.
"Gua ga berlebihan Vit. Pakaian lu yang berlebihan." Jawab Hendra dengan ekspresi yang datar. Dengan kedua tangannya yang masih menutup mulut, Vita mulai mengamati orang-orang di sekitarnya.
Tanpa Vita sadari, ada banyak mata yang memperhatikan pakaiannya sedari tadi dengan tatapan aneh. Siang itu Vita mengenakan blouse berwarna biru terang dengan ornamen bulu-bulu memenuhi bagian belakangnya. Bulu-bulu di bagian punggung Vita sangat banyak. Bahkan jika ada orang yang bermata silinder sedang tidak menggunakan kacamatanya dan melihat Vita, bisa-bisa dapat salah mengira kalau Vita adalah seekor beruang.
Pada bagian kepala, Vita mengenakan kerudung pashmina berwarna merah yang sangat kontras dengan baju yang ia kenakan. Pada ujung kerudung yang ia kenakan terdapat sesuatu yang berbentuk seperti ekor musang. Ekor tersebut berhasil mencuri perhatian banyak orang karena selalu bergoyang-goyang setiap Vita menggerakkan badannya.
"Kali ini temanya apa lagi, hmm? Siluman kucing?" Tanya Hendra yang sudah tidak kaget dengan selera fashion temannya.
Layaknya sudah biasa dengan tatapan aneh yang diberikan oleh orang-orang sekitar, Vita berdeham dan mulai menjelaskan tema dari pakaian yang digunakannya.
"Lu tau kan, akhir-akhir ini cuaca Jakarta lagi mendung terus kayak suram banget gitu. Kombinasi warna merah dan biru yang gua pake ini, diharapkan dapat mencerahkan suasana kota Jakarta yang lagi murung ini. Jadi kehadiran gua dimanapun itu akan membawa vibes positif bagi sekitarnya. Oiya, ornamen bulu-bulu ini melambangkan kehangatan. Jadi kehadiran gua bukan hanya memberikan warna tapi juga sebuah kehangatan." Tangan Vita ikut sibuk menjelaskan layaknya ia sedang memberikan pendapat penting dalam sebuah meeting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepenggal Memori Abadi
HumorBagaimana rasanya menjadi satu-satunya seorang laki-laki pada sebuah circle pertemanan perempuan? Apakah menjadi sebuah privilege atau malah sebuah aib? Apakah setiap hari akan terasa menjadi seperti outsider atau pun misfit? Apa? Mengapa? Bagaimana...