Janji Manis

39 18 81
                                    

Jika aku tahu hidupku seperti ini, aku meminta untuk tidak dilahirkan dari dunia ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika aku tahu hidupku seperti ini, aku meminta untuk tidak dilahirkan dari dunia ini.

Siang itu Rangga mengajakku untuk memakan soto dekat dengan sekolah, jaraknya kurang lebih dua meter dari sini. Mengendarai motor sport kesayangan miliknya yang ia beri nama 'Toto' motor yang selalu menemani setengah hidupnya itu, motor tua peninggalan kakeknya—katanya.

Aku memeluk pinggangnya seperi biasa, dia tidak marah atau berkomentar apa pun setiap aku memeluknya. Hubungan kami tanpa status, sekadar teman sekolah dan adik kelas. Tidak lebih dari itu, berawal dari sebuah insiden yang tidak mengenakan terjadi padaku saat Masa Orientasi Siswa.

Saat itu aku mendapati tugas dari ketua osis, kalau boleh jujur itu bukan tugas yang pantas diberikan saat masa perkenalan itu. Bagiku itu adalah kejahilan para kakak senior untuk mengerjai junior, di mulai dari meminum yang disajikan oleh beberapa osis di depan. Entah apa yang ia campur, yang jelas masih dalam kondisi aman, namun tidak layak untuk di minum.

Teman pertamaku yang mendapati tugas untuk meminum racikan di depan menggerutu sebal setelah kembali ke barisan. Katanya itu bukan hanya minuman yang di campur satu atau dua bahan saja. melainkan beragam, bukan cuman sekadar teh dicampur garam seperti yang dibayangkannya.

Melainkan lelehan coklat, ditambah saus tiram, minyak wijen. Bubuk cabai, dan tak lupa jamu kiranti—jamunya wanita saat datang bulan yang kalau dibayangkan saja sudah membuat perut mual, "terus kamu habisin itu?" tanyaku penasaran sekaligus kasihan.

"Ya enggak lah! Bisa mati aku, minimal minum tiga teguk, harus ditelen gak boleh dibuang." Ya ampun! Cobaan hari pertama yang aku bayangkan akan berjalan normal kini sirna sudah.

Giliran aku dan beberapa barisan lain yang meminum, aku mencoba membujuk agar minuman aneh itu tidak jadi tertelan di tenggorokanku. Bagaimana tidak! Mendengar ceritanya saja sudah dipastikan tidak enak, apalagi benar-benar meminumnya!

"Sebagai gantinya kamu minta tanda tangan kakel itu," si perempuan bername tag 'Rani' menunjuk pria yang di maksud dengan dagunya. Aku senang bukan main, hanya tanda tangan! Aku kembali ke barisan dan menceritakan pada teman mos ku itu.

"Serius? Kok bisa sih kamu di kasih mudah banget, seenggaknya ya harus bersihin got atau bersihin kamar mandi"

Aku tidak mendengarkan keluhan dari Dita, mengambil sticky note dari dalam tas lalu segera menemui pria yang di maksudkan tadi. Dengan percaya diri yang tinggi, "kak saya minta tanda tangan kakak"

Si pria yang sibuk tertawa bersama temannya seketika menoleh, ketika mendapati seorang siswa baru. "Di suruh ya?" aku mengagguk sebagai jawaban, "nih"

"Thank kak" aku tersenyum girang. Di mulai dari pertemuan singkat itu, aku tidak percaya bahwa dia adalah laki laki playboy seperti yang dikatakan orang. Namanya Rangga kakak kelas dua, dan aku sendiri masih kelas satu.
Hubungan kami setelah itu semakin akrab, walau tidak ada status yang menempel pada kami berdua. Semakin lama semakin mengenal Rangga aku jadi menyimpulkan. Dia anak nakal seperti kebanyakan orang, suka membolos dan tak jarang terkena razia di setiap bulannya.

Bodohnya selama setahun aku mengenal dirinya, aku tidak berani menanyakan soal status pertemanan kami. Yang ku yakini ini lebih dari sekadar teman biasa.

"Percaya gak kalau aku pengen jadi imam yang baik buat kamu nanti?"

Aku tersedak, dengan cepat dia memberinya segelas air, "hah?"

"Jadi imam suatu saat nanti"

"Sholat aja sering kabur kaburan, emang juz 30 udah hafal?" tanyaku sedikit menyindir. Dalam hati aku mengaminkan ucapan dirinya, Tuhan semoga aku berjodoh dengannya. Karena yang membuatku yakin adalah dia tulus dan sayang, walau memang belum ada ikatan.

"Ya … gak gitu, kan suatu saat nanti" lagi lagi aku terkekeh.

Setelah lulus dari SMA, aku mulai kehilangan jejak dari Rangga. Boro boro alamat rumahnya, aku hanya tahu alamat neneknya saja. Itu pun nomor telepon sudah tidak aktif semenjak dia lulus, seperti menghilang tanpa kabar. Aku mulai mencarinya ke mana mana, namun nihil hasilnya. Yang pasti dia masih satu kota untuk melanjutkan kuliahnya.

Tapi aku tidak tahu keberadaannya di mana, masa masa akhir kelulusan diriku semakin suram. Dia cinta pertamaku, pemberi semangat dan warna dalam hidup. Namun, kini ia sudah pergi dengan jejaknya.

Hari wisuda tiba dia datang, dia datang dengan motor sport yang masih sama seperti dulu. Di saat itu perasaanku campur aduk, marah, sedih dan kecewa. Namun semuanya tidak bertahan lama. Dia pergi untuk kedua kalinya. Meninggalkan tanda tanya yang serupa pada diriku.

Aku ini apa? Siapa?

Dua tahun aku menjalani kuliah, tugas tugas yang diberikan dosen membuatku mempunyai kesibukan untuk tidak mencari tahu keberadaannya lagi. Aku mendapatkan pesan dari ponselku, pesan singkat dengan nomor asing. Di akhir kalimatnya ia menuliskan nama dirinya Rangga.

Memantapkan hati untuk bertanya semua pertanyaan selama ini, menanyakan hubungan yang tanpa status. Tanpa di duga, dia datang membawa cincin dan melamarku. Ku yakini ini adalah semua jawaban atas pertanyaanku selama ini, tanpa berpikir aku langsung mengiyakan permintaannya.

Pulang dari restoran tempat kami bertemu, aku menawarkan dia untuk menginap di kos-san milikku. Aku mempercayakan semuanya padanya hanya bermodalkan cincin yang bersemat di jari manisku sekarang, termasuk memberikan keperawananku.

***

Ingat hubungan tanpa status itu memang menyakitkan, tapi kalau hubungan udah ada status yang sah dalam agama dan negara itu gapapa sobat. Jadi jangan coba coba ya!

Jangan lupa vote dan komen untuk part ini ya.

Setitik harapan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang