1| si teladan dan si berandal

168 17 6
                                    


"Asha?!"

Yang dipanggil menoleh. Mendapati salah satu teman kelasnya berdiri di ambang pintu dengan napas terengah. Satu info yang dibawa perempuan itu membuat Asha menarik napas berat secara spontan.

Meninggalkan catatannya yang belum selesai, Asha mengikuti temannya ke tempat kejadian. Ingin berlari agar cepat sampai, tapi Asha terlalu malas. Tepatnya malas untuk berhadapan lebih cepat dengan lelaki yang selalu membuat tugasnya sebagai pasukan khusus penegak kedisiplinan semakin berat saja.

Membelah kerumunan, Asha tidak lagi kaget melihat kekacauan yang terjadi. Kekacauan yang menampilkan adegan bergulat antara dua siswa pembuat onar. Saling menindih, saling pukul, berlomba-lomba membuat wajah satu sama lain babak belur.

Kerumunan yang ada malah asyik menonton. Pertengkaran semacam itu bukan hal baru jadi mungkin mereka pun sudah terbiasa untuk tidak bersikap ngeri salah satu di antara mereka ada yang tewas karena tidak segera dilerai.

Di antara siswa yang menyoraki hingga mengompori dan para siswi yang hanya diam-diam meringis dan melihat takut-takut, Asha satu-satunya orang yang berani mendekat.

"Berhenti!" Sebenarnya Asha pun sudah terlalu malas dan capek berurusan dengan manusia-manusia pembuat onar itu. Dari intonasi suaranya pun sudah jelas menunjukkan itu semua.

Perintahnya tidak dihiraukan.

"Guru-guru lagi rapat, tolong berhenti!"

Ketika perintahnya masih tidak didengarkan--tidak mungkin didengar--dengan impulsif Asha meraih tangan Jayden yang hendak melayangkan pukulan ke sosok di bawahnya hanya untuk di detik selanjutnya dia terhempas dengan hidung kena sikutan keras.

Terjerembab jatuh dengan siku menyenggol keras tiang koridor, Asha meringis tertahan. Perih, sakit dan ngilu dia rasakan. Merasakan sesuatu yang mengalir dari hidungnya, spontan Asha mengusapnya, melihat warna merah di tangan.

Terkesiap tertahan adalah respons yang Asha dengar dari mereka yang menyaksikannya dipukul.

Mereka kini berganti mengerumuninya. Rasanya Asha ingin segera berlari karena rasa malu yang mulai menghinggapi diri. Untungnya ada dua temannya yang menuntunnya berdiri dan menyarankan untuk ke UKS.

Di antara kerumunan yang menanyakan apakah dia baik-baik saja, Asha melihat sosok yang baru saja memukulnya--tanpa sengaja memukul, tapi Asha ingin menyimpulkan laki-laki itu memang sengaja memukulnya--menyelip di tengah kerumunan, melihat hidungnya yang berdarah dengan sorot mata yang tampak terkejut.

Asha balik menatapnya dengan sorot dingin penuh permusuhan, sebelum kemudian melengos membawa kebencian yang semakin menjadi-jadi.

***

Asha paling benci dengan murid-murid bandel yang hobinya berbuat kerusuhan dan tak jarang merugikan orang lain.

Siapa sih yang tidak benci dengan orang seperti mereka? Melanggar peraturan. Melawan guru. Bersikap semena-mena. Hingga merundung murid lainnya.

Salah satu murid bandel yang Asha benci adalah Jayden. Asha mungkin membenci lelaki itu setingkat lebih tinggi dari yang lainnya. Pasalnya Asha yang paling sering berurusan dengannya. Jayden juga yang paling sering mencari ribut dengannya.

Ada saja kelakuan Jayden yang membuatnya naik darah. Asha tidak pernah bisa melewatkan satu hari tanpa merasa terganggu oleh laki-laki itu.

Oh, kecuali hari libur... tapi sayangnya itu dulu. Karena sekarang hari libur pun ada waktu di mana Asha mau tak mau melihat laki-laki itu.

Asha baru pulang ketika waktu hampir menunjukkan jam enam sore. Ketika semakin melangkah masuk ke dalam, dia sedikit memperlambat langkahnya kala menemukan sosok yang tidak dia harapkan kehadirannya sedang duduk di sofa ruang tengah sembari sibuk dengan ponselnya.

Satu AtapWhere stories live. Discover now