02-Pagi Yang Panjang

11 2 5
                                    

"Kak, Icel sarapan di sekolah aja ya!"

"Udah capek-capek dimasakin kagak dimakan, gelud yuk," Janshen mendengkus kesal. Dirinya bangun pagi-pagi sekali demi memasak untuk delapan orang sekaligus, apa tidak capek?

Apa lagi setiap penghuni rumah tiga lantai ini memiliki selera yang berbeda-beda. Ternyata menjadi ibu rumah tangga melelahkan juga, dirinya yang selama ini cosplay seperti irt lainnya...ingin melambaikan bendera putih.

"Icel jangan lari-lari, nanti jatuh." Petuah dari Levin sepertinya hanya angin lalu, sebab sekarang tubuh Icel ditahan oleh Jefrino agar tidak mencium ubin lantai.

Setelah posisi Icel berdiri tegak kembali, tanpa rasa bersalah, dirinya tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.

Ikal yang kebetulan lewat berhenti sejenak, menyentil dahi Icel kemudian melenggang pergi.

"IKAL!" teriakan menggema Icel mengagetkan Jefrino yang tepat disebelahnya. "Jangan teriak-teriak, ini masih pagi lho."

"Makasih Kak Nono udah tahan Icel biar gak jatuh," Icel menyalimi tangan Jefrino dengan tergesa-gesa. Dirinya mau membalaskan dendam pada si Full Sun.

Beralih pada Calvin, lelaki tersebut tengah bingung menggunakan jam tangan untuk aksesoris hari ini. Maklum, dirinya selalu mengganti jamnya perhari. Itupun masih terbilang jarang—sebab Calvin dulunya mengganti jam tangan setiap acara yang akan dihadiri.

"Kak Cal ngapain?"

Itu suara Jilan, anggota paling menggemaskan namun bersikukuh ingin dipanggil kakak saat berhadapan dengan Icel. Usia Icel dan Jilan sama, hanya berbeda bulan kelahiran.

"Gue bingung banget, mana yang udah ke pakai, sih?" dengan menggerutu Calvin masih sibuk melihat satu persatu laci kaca yang khusus jam tangannya saja. "Besok-besok mungkin bakalan gue tandain yang udah ke pakai kali ya, Lan?"

"Emang kenapa harus yang belum dipakai?"

"Gini, Lan," menepuk pundak Jilan pelan, "style itu bisa menambah poin kharisma seorang pria. Apa lagi buat menarik yang namanya perempuan."

Penjelasan Calvin seperti masuk telinga kanan, keluar telinga kiri untuk Jilan.

"Udah, Vin. Jilan masih polos, jangan dicemarin deh," Reynald segera mengamankan Jilan sebelum terkontaminasi oleh hasutan playboy baru.

"Gak apa kali Rey, seru lho jadi lady killer," Janshen menimpali setelah melepas apron dan menaruhnya seperti tempat semula.

"Ikal balikin sepatu Icel plise," perdebatan antar sesama laki-laki harus terhenti kala menyaksikan dua manusia yang tidak pernah akur kembali menirukan Tom & Jerry.

"Enggak sebelum lo panggil gue 'kakak'."

Bibir Icel mencebik kesal, kakinya menghentak pertanda sedang bad mood. Lalu...

"Kak Nono~"

Sungguh, jangan tanyakan bagaimana reaksi laki-laki di rumah tersebut yang sudah bergidik ngeri melihat Icel dengan aegyo-nya—kecuali Jefrino. Jeno justru menunjukkan eyes smile miliknya, kapanpun, dan dimanapun.

"Ikal jahilin Icel, Kak," adu Icel. Memposisikan diri di samping Kak Nono-nya yang sedang asik dengan buku.

"Ikal itu cemburu karena Icel gak panggil dia dengan embel-embel Kakak," jelas Jeno kalem.

"Jeno jangan ngadi-ngadi lu ya!" tunjuk Ikal tak terima kenyataan itu dibongkar begitu mudah.

"Gengsi tuh," ledek Levin yang lewat dengan secangkir kopi panas di tangan. "Eh by the way katanya Icel buru-buru, kok belum berangkat?"

Menepuk dahi, Icel segera menarik pergelangan tangan Janshen. "Kak ayo, ih, dari tadi Icel nungguin biar cepet bisa berangkat tahu."

"Kan dari tadi lo yang debat sama Haikal, ngapa salahin gue dah,"

"Ya habisnya Icel gak boleh naik angkutan umum," entah keberuntungan atau bukan, tapi ke tujuh laki-laki yang tinggal bersamanya ini tidak mengizinkannya untuk menaiki angkutan umum dengan berbagai alasan.

"Lo entar ilang kita yang bingung tahu," timpal Calvin yang sudah mengenakan jam tangan.

Jilan disebelahnya mengangguk-angguk, "Icel kerdil."

"Gue tinggi ya, cuman kalian aja yang kebanyakan nyemil tiang listrik kali."

"Icel," teguran Levin membuat Icel segera menunduk, jemari tangannya saling terpaut.

Icel lupa, dirinya tidak boleh menggunakan kata ganti gue-lo bersama tujuh orang ini. Habis dia kesal, jadi kelepasan.

"Mampus."

Tahu sendiri siapa yang berbicara di akhir, kan?

Jeno menutup bukunya, meletakannya ke dalam tas. "Sarapan dulu ya Icel, Kak Nana udah bangun pagi buatin kita sarapan lho."

"Hm, semua sarapan dulu baru boleh berangkat." Titah dari orang tertua yang tinggal tersebut tidak bisa dibantah—bahkan oleh Haikal sekalipun.

Posisi meja makannya persegi panjang. Dengan di kedua ujung terdapat Levin juga Icel, sisi kanan terdapat Reynald, Jefrino dan Haikal, sisi kiri terdapat Janshen, Calvin dan Jilan.

"Udah, Icel udah habis!" seru Icel, dia tidak sabar masuk sekolah karena tidak dapat mengikuti kegiatan mos sebab terserang demam. Alhasil dia tidak memiliki satupun teman.

"Smoothienya dihabisin, semalem udah ngerengek gitu biar dibuatin," seloroh Janshen.

Jeno berdiri terlebih dahulu, menempatkan posisi di samping Icel yang telah menenteng tas sekolahnya.

"Besok-besok minumnya pelan-pelan, sekolah Icel gak bakalan lari kok," tuturnya tenang, sedang tangan kanan Jeno telah menyapukan sapu tangan miliknya pada bibir Icel, "belepotan."

"Uhuk! Pemandangan apa lagi ini?"

"Kayaknya gue bisa praktekin nanti ke cewek."

"Wah, ternyata Kak Jeno perhatian sekali."

Mengelak, "Icel kan memang harus kita perhatikan, dia masih kecil."

"Jangan panggil Icel anak kecil!" kesal dianggap seperti itu, Icel meninggalkan semuanya setelah menyalimi Levin juga Reynald.

"Susulin gih, jagain Icel di sekolah ya. Ikal awas aja bawa masalah sampai bk, Nana jangan main sama cewek terus, takutnya yang kena karma Icel," Levin mengoceh panjang lebar untuk makhluk-makhluk yang masih di fase pertumbuhan.

"Terakhir, Jilan jangan biarin Icel sendirian ya, kamu soalnya satu kelas sama Icel."

"Kalau Icel ke toilet, Jilan ikutin juga gitu?" pertanyaan absurd tersebut mendapat tanggapan dari Haikal.

"Lan, polosnya jangan keblabasan bego. Lo tunggu di luar aja kalau Icel ke toilet, ngerti?" anggukan mengerti sebagai respon Jilan.

10-05-2021

Living with 7 BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang