03-Sekolah

8 2 9
                                    

"Ngapain disini?"

Icel tersentak ditempatnya, dapat dilihat seorang kakak kelas yang kini berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam.

"Mau nyari Kak Janshen ada, Kak?"

Bel sudah sejak lima menit yang lalu berbunyi dan sejak lima menit yang lalu Jilan pergi ke toilet. Alhasil Icel pergi mencari Janshen sendirian.

"Siapa lo?"

Dengan polosnya dia menjawab, "Aku Icel kak, murid kelas sepuluh ipa 1."

"Maksud gue lo siapanya Janshen sampai nyariin dia? Pacarnya bukan elo deh," lagi, lontaran pertanyaan dari kakak kelas perempuan tersebut terasa mengintimidasi di mata Icel.

"Adiknya," jawab Icel meragu, dirinya juga bingung dengan status antara tujuh laki-laki yang tinggal bersamanya.

"Janshen anak tunggal. Sejak kapan punya adik yang sebesar lo pula?"

Introgasi itu terhenti tat kala orang yang menjadi perbincangan hadir di tengah-tengah.

"Oh, Icel. Nyariin kakak dari tadi ya?" tangan kanan Janshen mengelus kepala Icel pelan, dengan satu tangan yang lainnya membawa satu kantung paper bag yang diyakini berisi bekal makan siang kali ini.

"Iya, Kak. Tapi kakak ink dari tadi nanya terus, bukannya panggilin kakak," adu Icel yang tidak paham situasi.

Kini tatapan Janshen beralih pada teman sekelasnya tersebut, "Besok-besok kalau Icel dateng nyariin gue, lo cepet panggil gue. Gak usah halangin dia," kemudian ditariknya tangan Icel menuju kantin sekolah.

"Jilan mana? Kok sendiri cariin kakak?"

"Jilan ke toilet,"

Banyak bisik-bisik siswa berdatangan ketika melihat idola kelas dua belas—Janshen dengan seorang siswi kelas sepuluh. Hal itu makin memperkeruh keadaan kala cap playboy sudah tertanam sejak awal padanya.

"Kak Ikal mana?" di belakang Haikal, Icel pasti menggunakan title 'Kakak', namun jika berhadapan langsung ... itu sedikit mustahil. Terlebih nanti laki-laki tersebut bisa besar kepala.

"Dia gak gabung sama kita, paling juga sama anak yang lain." Mendengar itu Icel mengangguk saja, sejujurnya dia sangat ingin ditemani yang lain. Sebab dia belum memiliki teman.

"Woi sini!" ditengah bisingnya lalu lalang murid mengantri makanan, suara Haikal menginterupsi kegiatan Icel dan Janshen yang tengah memilih tempat duduk.

"Tumben sendiri, Kal?"

"Tau tuh, temen-temen gue bolos gak ngajak-ngajak."

Icel menghempaskan dirinya disamping Haikal, mendusel-dusel layaknya kucing.

"Ngapain lo?" sentak Haikal pelan, geli juga sama tingkah ajaib si bocil.

"Icel mau es ya, ya?" pinta Icel dengan nada polos, berharap kakak-kakak ini mau memberinya keringanan.

"Noh sono, coba rayu si Janshen aja," Haikal bukannya gak mau, tapi ini nanti kalau ketahuan si Rey kan dia kena geplak.

"Icel~ Kak Nana bawa bekal buat Icel makan lho." Itu Nana dengan sifat keibuannya.

"Ih, tapi Icel pengen minum es," Icel masih dengan pendiriannya.

"Nanti sakit nangis,"ledek Calvin yang baru sampai dengan sepiring batagor bersama Jilan.

"Idih, kan yang sakit Icel, kok situ yang repot!?"

"Kemaren-kemaren ada tuh yang sampai gak mau ditinggal sendiri padahal demamnya aja udah turun," sindir Haikal dengan menyedot segelas es jeruk miliknya.

"Sampai-sampai minta dimasakin mie goreng, padahal sembuh aja belum," lagi, Janshen kali ini menambahkan.

"Minta boneka baru lagi," Calvin makin memas-manasi Icel yang pipinya sudah hampir semerah tomat.

"Ngerayu-ngerayu pengen di—"

"Stop ih, iya, iya. Icel gak jadi minta es," putus Icel final. Sulit sekali membujuk salah satu kakak-kakak ini.

***

"Makan diluar yuk!"

Semenjak memasuki mobil sampai diperjalanan, Haikal terus saja merengek pada Janshen yang menyetir mobil agar diberhentekin di warung makan. Perunya sudah berbunyi, padahal dikantin juga beli bakso dua porsi.

"Dah turun," Haikal melompat kegirangan, tanpa sadar bahwa Janshen memberhentikan mobil tepat dibagasi rumah yang mereka tinggali.

"Lho, KOK MALAH PULANG, SIH!?"

"Hahahaha, aduh kasihan banget gak diturutin," Icel menertawakan tingkah Haikal yang seperti anak kecil tidak dibelikan permen.

"Gue pinjem motor lo dong, Jen," todong Janshen tiba-tiba.

Jeno mengerutkan keningnya, "Buat apa deh?" Tanyanya meski tak ayal memberikan kunci moge miliknya.

Calbin mencibir, "Cewek terosss."

"Iri? Bilang bos. Pal palepalpale palepale~"

Bunyi deruman moge yang dikendarai Janshen meninggalkan pekarangan rumah dengan cepat.

"Kak Rey kok di rumah?" Icel menghampiri Reynald yang sedang menonton televisi dengan memakan pop corn.

"Oh itu, gak ada kelas hari ini." Jawab Rey jujur, menepuk sofa bagian kiri agar Icel duduk di sebelahnya. "Gimana sekolahnya?"

"Ck, kayak Icel baru masuk sekolah aja," Icel mencibir tapi tak urung menjawab, "seru kok, cuman itu si Ikal mau bolos gak jadi."

"Eh diem lo cepu. Tadi aja mohon-mohon minta es," Haikal menoyor kepala Icel, menghempas tubuhnya agar duduk di sofa. Menempatkan Icel diposisi tengah.

Jilan yang sudah mengganti seragamnya menempati sofa single, "bener banget Kak Rey, Icel ngeyel kalau dikasih tahu."

"Kok jadi Icel sih? Kan Icel bilang kalau si Ikal mau bolos," protes Icel dengan mengembungkan pipinya, sebal.

Jeno datang dengan nampan yang sudah berisi kue kering dan juga satu buah buku.

"Haikal udah biasa gitu kali, Cel, yang rusak jangan di contohlah."

Haikal menunjuk-nunjuk Jeno, "kutu buku ke perpus aja sana."

"Ya mending gue kutu buku jadi pinter, berprestasi. Lah, elo? Bolos terus dapat apa?"

"Ya, ya, gitu deh," Haikal bingung sendiri kalau udah begini, langsung saja dia membuat semua orang menyorot Icel agar dia bisa kabur.

"Eh tadi Icel pengen es tuh, sampai diledekin baru mau diem."

Dan, boom. Semua menatap Icel kembali.

"Mau cari penyakit, hm?"

Icel geleng-geleng, kalau sampai Reynald marah padanya ... itu adalah hal terburuk. Walau disini Levin adalah penanggung jawab sekaligus tertua, tapi soal emosi ... Rey jagonya.

"E-enggak kok, cuman iseng doang tadi," jari-jemari Icel tertaut dan kepalanya menunduk.

Jemari Rey mengangakat dagu Icel, membuat tatapan mereka beradu, "Yakin iseng? Bukan sengaja?"

Apa ini efek puber? Kenapa dia jadi terpesona dengan tampang yang sudah belasan tahun bersamanya?

"Icel ada tugas! Jadi harus segera ke kamar," dengan tergesa-gesa Icel menaiki satu persatu anak tangga yang ada sebelum terhenti akibat mendengar suara Jilan.

"Lah hari ini kan cuman perkenalan doang? Tugas apaan?"

02-06-2021

Living with 7 BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang