Derap Langkah Belasan Terang Menghilang

96 1 0
                                    

Jam menunjukan pukul  23, kuusap layar gadget miliku, kutengok profil Angga. Dia menggemari bola, itu yang aku lihat entah pemain bola dari grup mana aku tidak tau. Aku sedang menunggunya memberi kabar saat pulang futsal nanti. Itupun bila tak dia lupakan.

"Piing"

"Apa kau sudah selesai?"

Masih D

Pukul 00

"Piing"

"Km sudah pulang"

Cuma centang

Letih yang tertahan, besok aku sudah harus sekolah, kupejamkan mata sebelum kukirim pesan selamat tidur ke Angga.

                                                         ***********

"Kamu semalam kemana?kok ga jawab pesanku?" Kutanyai angga saat menjemputku pulang sekolah. Dia tidak menjawab.

Sesampainya dirumah.

"Kamu kok ga jawab?kamu kemana semalam? Aku sedikit mengeryitkan dahiku, yah tentu saja aku sedikit jengkel.

"Apa kamu pikun?aku futsal!" Dia ogah-ogahan menjawab pertanyaanku tapi lebih menekankan kata pikun. Membuat hatiku sedikit ngeri.

"Iya aku tau, kamu pulang jam berapa? Sampai sekarang pesanku belum di read."

"Aku pulang jam 11"Jam 11? Bukankah aku mengirim pesan jam 11. Dia mulai gelagapan. Entahlah apa yang dia sadari ketika aku ucapkan hal itu.

"Mana hpmu?" Kusodorkan tanganku padanya.

"Kamu ini kenapa?" Aku tau dia sedikit panik, membuatku ingin memuntahkan amarah.

Tak kutemukan hp didalam sakunya, tasnya. Kemana dia semalam? Ini bukan kali pertama dia pamit futsal tapi entah kemana tidak memberi kabar.

                                              *******************

Sejak saat itu dia mulai sering berbohong meski kutau mungkinkah berguna untuk membuatnya luluh untuk meminta maaf terhadapku, aku tidak yakin. Sejak saat itu dia tidak pernah menjemputku tidak pernah melangkahkan kakinya lagi kerumahku. Entah dia pergi kemana, bayangnya tak kunjung hadir, bahkan kabarnya tak pernah sampai ketelingaku, dia lenyap tertelan bumi, suaranya dibawa angin kebarat, jika senja matahari pergi tapi esok kan datang lagi, tapi tidak tentangnya. Senja maupun terbitnya sang mentari tak membawanya kembali.

                                               *******************

Malam yang sunyi, bintang gemerlap kuarahkan pandanganku keatas. Kesepian ini benar benar kurasakan dan sudah mrmuncak ketika tak lagi kulihat dia yang kusayang. Bintang bintang itu terlihat dekat dan seakan runtuh menimpaku yang sudah retak karena patah hati, saat kucoba arahkan tanganku menggapainya mereka sangat jauh. Begitu pula dengan dirimu Angga, seperti tanpa jarak dan waktu ketika selalu menempel ingatan dan namamu setiap saat, air yang kuminum, nafas yang kuhirup, semuanya menyebutmu bahkan ingatanku lebih kuat terhadapmu dibanding kepada Tuhanku. Kuakui kutelah membangkang kepada Tuhanku. Rasa sakit ini, amarah yang meledak ledak, harapan yang tak kunjung menemui titik terang.

Tuhan, mengapa merindukanya lebih sakit dari kehilanganya.

Sejak kecurigaanku itu Angga tidak pernah datang lagi dihadapanku. Aku akui ada hal yang fisembunyikan, tapi logikaku mulai terhimpit perasaan, dan bisa apa aku? Pesanku tidak dibalas, telponku pun tidak diangkat. Aku sempat menanyakanya pada teman temanya, tidak satupun tau dimana dia. Aku hanya menghela nafas. Aku putus asa mencarinya. Mengapa kemarin begitu tanpa jarak lalu tiba tiba seperti tidak ada kau sebelumnya.

                                                    ****************

"Nad !" Silvi mengagetkanku.

"Ada apa sih Vi?"

"Kamu kenapa? Kamu masi belum ketemu Angga ya?"

Aku hanya menatap silvi dan melemah. Dan berharap, plis Vi jangan tanyakan itu meskipun kamu mengetahuinya.

"Iya Vi."

"Kalau aku bilang ke kamu, kamu janji ya.." mataku terbelalak ,apa sih Vi apa tentang Angga? Aku melihat dia berbicara dengan matanya. Tapi kuarahkan untuk membicarakan yang lain.

"Iya,mau ngomong apa sih, Rio?"

"Bukan Nad, aku ketemu Angga kemarin."

"Haa benarkah? Dimana? Kok bisa ketemu kamu? Trus trus.."

Kudengarkan cerita Silvi hingga tuntas, entah apa yang ada dibenakku, seminggu lagi sudah tes kenaikan kelas,  tapi kenapa, ahh apa salahku, apa salahku sampai dia ...Angga ..kenapa sih kamu Ngga, kenapa ga bilang dari dulu, mana aku tau kalau kamu sudah..setauku kamu cuma cowok dewasa, ah apa aku salah, ah kacau jadinya. Kenapa juga, harus aku. Kenapa kamu bohongi aku, aku pikir kamu cowok baik-baik.

"Maafin aku Nad, harus bilang seperti ini." Silvi menyesal mengatakan ini.

Aku hanya tertunduk lesu, bisakan semua terulang kembali, dan aku lebih paham tentangnya agar tidak terjadi sakit yang seperti ini! Jika Lebih mengenal dia, kenapa setelah hampir setahun? Kenapa begitu rapihnya kamu menyembunyikanya, selama ini aku begitu nyaman didekatmu. Bisakah kata kata Silviea ini hanya mimpi. Dunia seolah berputar dan aku merasa ikut berputar putar dan seperti gunung menimpaku sehingga aku ingin sekali lenyap menjadi abu agar tak seorangpun tau aku patah tapi menjadi debu yang terbang bersama angin musim ini. Bisa berfikir apa aku sekarang.

Kukira usia kita bukanlah penghalang, tapi justru ini kesempatan untukmu untuk membohongiku? Dengan ketidaktauanku ini?

Secret Silent (my teach love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang