11

1.3K 50 3
                                    

Buat kalian yang mau baca silakan mampir di KBM APP atau di Karyakarsa dimana per 5 Bab 7K. Sudah Bab 58 ya

Username : AnisWiji

Selamat Membaca

"Ngelamun aja kamu, Kak." Ibu menyentuh pundakku saat aku masih mematung di dekat jendela yang tadi aku gunakan untuk mengintip dua bapak-bapak yang asyik berbicara.

Tersenyum kaku, aku berjalan menuju dapur. "Tidak ah Ma, palingan Nisa cuma kecapekan jadi kurang konsentrasi." Elakku, aku belum siap berbagi dengan Mama.

"Yasudah duduk sini, Mama buatkan minuman hangat. Mama rasa kamu kaya banyak pikiran." Mama menepuk kursi yang berada di dekat dapur dan membuatkanku minuman cokelat dingin.

"Ma, Pak Adnan sudah lama datang kesini?" Tanyaku, saat Mama selesai menyiapkan minuman kami.

"Baru Kak, baru sekitar setengah jam yang lalu. Pak Adnan itu sering ngobrol sama Papa."

"Bicara apa Ma?"

"Mama juga tidak tahu, tapi Mama tahunya kadang bisnis. Tapi tak jarang Pak Adnan ngajak Papa olahraga sih." Jawab Mama nampak berpikir sejenak.

"Menurut Mama Pak Adnan itu seperti apa?" Aku putuskan untuk melontarkan pertanyaan itu, aku ingin tahu pandangan Mama tentang sosok Pak Adnan.

"Baik, sopan, ramah. Waktu itu Mama lagi belanja di supermarket dekat sini. Mama jalan kaki, eh terus Pak Adnan lihat, terus samperin Mama ngajak barengan. Dari situ Mama menganggap Pak Adnan orang yang baik."

"Ma, cuma diantar pulang Mama menilai Pak Adnan baik?" Tanyaku tak habis pikir dengan pola pikir Mama.

"Bukan itu saja, Pak Adnan juga sering ngajak kamu berangkat pulang bareng, kan? Itu namanya apa, Kak? Kalau tidak baik." Kata Mama menolak penilaianku. Mama itu memang mudah percaya dan cenderung gampang menilai orang lain. Entahlah, jiwanya sangat suci hingga tidak bisa membedakan mana orang yang baik dan mana orang yang memanfaatkan dirinya.

"Ya, baik Ma. Tapi cuma gara-gara hal sederhana itu masa Mama menilai orang baik sih."

"Mama nggak tahu apa maksud perkataan kamu. Tapi Mama memang yakin kalau Pak Adnan orang baik. Sudah sekarang kamu bantu masak saja buat makan malam. Kayaknya Papa ngajakin Pak Adnan makan disini." Mama melangkah menuju dapur, akupun begegas berjalan kesana dan membantu Mama untuk berkutat dengan panci dan wajan.

***

"Sudah selesai masaknya?" Tanya Papa saat aku selesai menata meja makan. Aku menatap Papa dan mengangguk. "Sudah Pa."

"Yasudah kamu mandi, Papa tunggu disini." Aku berjalan menuju kamar, membersihkan tubuh yang sudah lengket.

Selesai membersihkan diri, aku melihat ruang meja makan sudah ramai dengan obrolan Papa dan Pak Adnan. Nampak Pak Adnan tidak sungkan melontarkan gurauan khas-nya.

"Sini duduk, Kak." Mama menepuk kursi yang berada disampingnya. Akupun mengikuti perintah Mama tanpa protes.

"Ayo kita mulai makannya, sebelumnya berdoa dulu." Papa memberikan perintah untuk mengucap syukur atas apa yang diberikan-Nya kepada kami. Bisa makan adalah nikmat yang tidak bisa kita abaikan, bagaimanapun diluaran sana masih banyak orang yang tidak mampu untuk makan. Bahkan mereka harus mengais sisa makanan orang lain.

Aku menatap satu per satu mereka, nampak dari raut wajahnya mereka cukup menikmati masakan karya Mama dan aku. Ada rasa bangga jika masakan kita bisa diapresiasi dan dinikmati.

"Enak, siapa yang memasak?" Tanya Papa saat menyelesaikan suapan terakhir.

"Mama sama Nisa." Jawabku.

"Yang ini? Mama kamu, Kak?" aku menggeleng, "itu Nisa Pa."

"Pantas rasanya tidak kaya biasanya." Aku jadi merasa malu akibat lontaran pernyataan Papa, mungkin kalau di nilai tanpa ada Pak Adnan akan jauh berbeda. La ini ada Pak Adnan.

"Nisa tahu apa niat Pak Adnan ke sini?" Papa bertanya kepadaku, aku seketika menatap wajah Pak Adnan, meskipun aku disini dalam tahap berpikir,cepat atau lambat Papa akan mendesakku untuk menjawabnya.

"Tahu."

"Lantas apa yang kamu inginkan, Kak?"

Menghela nafas perlahan, aku mencoba memberanikan diri untuk menjawab. Bagaimanapun ini hidupku, "Nisa nggak tahu yang pasti, tapi Nisa ingin menyelesaikan kuliah dulu, kerja dulu. Apalagi di kampus, Pak Adnan dosen Nisa, Nisa takut jika hubungan ini diketahui banyak orang, mereka menilai Nisa cewek nggak baik. Yang mengincar kekayaan Pak Adnan."

"Lantas apa maumu, Kak? Tolong diperjelas."

"Nisa akui, Nisa sayang sama Pak Adnan, tapi kalau nikah resmi belum ada dipikiran Nisa." Jawabku jujur.

Pak Adnan nampak berpikir dan mencerna kata-kata yang keluar dari mulutku. "Baik, bagaimana kalau kita nikah siri. Sebenarnya bukan ranah saya untuk pacaran, karena saya sudah terelalu tua untuk hal itu. Saya hanya ingin hubungan yang pasti dan sah menurut agama. Biar kesananya enak tidak ada beban."

Mama dan Papa nampak menimbang, aku yakin kalau Pak Adnan bukan orang yang habis manis sepah dibuang. Aku yakin kalau dia orang yang bertanggung jawab, jikapun kami memilih menikah siri, Pak Adnan akan tetap bertanggungjawab terhadapku. Bukan hanya memanfaatkanku.

"Papa setuju saja, karena Papa pikir alangkah lebih baik menikah siri dibandingkan pacaran. Gimana Ma?"

"Mama sih setuju, apalagi lihat pergaulan di luaran sana Mama jadi takut jika melepas Nisa sendiri. Jika ada Pak Adnan kan Mama jadi nggak kepikiran, Nisa sudah ada yang jaga. Jadi Mama tidak akan khawatir."

Seolah semesta mendukung keputusan ini, membuka pintu restu dengan mudahnya. Mengabaikan selisih umur yang jauh, bahkan kedua orangtuaku sangat mendukungnya. Rona bahagia muncul di wajah setiap orang yang berada disini termasuk Ilham.

Tbc


Cinta Beda Usia ✔ (KBM & KARYAKARSA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang