Pelajaran hidup hari ini: mulutmu harimaumu, dan jarimu hiumu.
Both are scary either way. Akan lebih baik buat nggak memilih.
Seharusnya itulah yang kulakukan. Benar sih, aku memang nggak memilih. Aku mengembat semuanya. Tapi aku bukan mendirikan kebun binatang atau akuarium. Aku malah membuat diri sendiri berdiri di depan jurang, dengan monster yang siap mendorongku detik ini juga.
"Jadi mana, Mi? Katanya lo mau dijemput pacar lo?"
Apa boleh aku bilang kalau pacarku nggak jadi menjemput karena sibuk? Sibuk ngonser di Korea Selatan dan sama sekali nggak kenal aku?
Yeah, definitely not. Mode haluku nggak separah itu. Walaupun, yah, kebodohanku jelas sudah masuk kelas kakap.
"Nggak tahu nih. Belum dikabarin lagi." Aku pura-pura memeriksa ponsel. Padahal isi chat-ku sebenarnya hanya dari Ibu, grup kantor, juga tukang air yang baru menginfokan aku perlu mengganti beberapa pipa air karena sudah nggak tertolong.
Pacar? 404: Not Found.
Apa ini saatnya untuk mengaku? Kurasa itu bukan opsi. Dari cara Sinta menatapku, pengakuanku akan jadi tiket kehancuran hidupku. Sudah susah-susah menata hidup, masa harus kurusak sekarang?
"Gue cek Maps daerah sini lagi nggak macet sih," komentar Sinta lagi. "Pacar lo jemput dari mana sih?"
"Dari—"
Lift di dekat kami tiba-tiba berdenting terbuka, dan ketika beberapa orang dari sana keluar, satu sosok familier muncul. Berbeda dengan tadi pagi, sekarang kacamata absen dari wajahnya. Meski sesaat ragu, keyakinan—sekaligus terdesak—memberanikanku untuk menariknya. Terlebih setelah cowok itu juga melirik ke arahku.
"Akhirnya datang juga."
Alis cowok itu terangkat, tapi sebelum dia sempat mengucapkan apa-apa, aku langsung menoleh ke arah Sinta. "Sin, kami pamit dulu, ya. Pacar gue buru-buru nih, kami udah harus balik ke kantor."
Buru-buru kutarik cowok itu keluar dari mall, berjalan keluar terus. Ke mana saja, asal menjauh dari rasa malu dan muka yang kutinggalkan di belakangku. Aku nggak menoleh dan enggan berhenti, tapi aku nyaris lupa kalau orang yang kutarik lebih besar dan bertenaga dariku. Dan begitu dia berhenti dan bersuara, aku tahu bahwa aku baru saja gali tutup lubang atas masalahku.
"What the hell was that, Mia?" []
---
Catatan Arata:
Halooo!
Udah berapa lama sejak terakhir kali akun ini ada notif kehidupan, ya? Aku sempat beberapa kali publish cerita (baru dan lama) tapi berujung dengan aku yang mentok di tengah. Bukan karena bingung sama ceritanya mau dibawa ke mana, tapi motivasi nulisku yang hilang. For a while now, aku mencoba buat balik lagi buat lebih bisa luwes buat nulis, but I ended up hating my writing. Mungkin karena di awal mulai cerita baru, aku keburu pasang ekspektasi sendiri.
But now, I want to start slow. Entah gimana dan ke mana cerita ini nanti, aku nggak mau terlalu mikirin. Aku cuman mau nikmatin proses menulisnya, dan aku harap kalian sebagai pembaca juga bisa menikmati.
I wrote this back in 2019-ish, dan kuputuskan untuk rewrite dari awal dengan tetap mempertahankan plot ceritanya yang ringan. Aku bakal coba update 1-2 kali seminggu, walaupun jadwalnya random. I might skip sometimes due to my schedule, but I'll let you know in my Instagram.
See you on the next chapter!
![](https://img.wattpad.com/cover/269768041-288-k854053.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Why You Should Love Me
ChickLitDi usia yang ke-25, Mia memutuskan untuk mengubah alur hidupnya menjadi lebih baik. Punya pekerjaan bagus, hidup tenang, dan pastinya pacar yang super sayang dan perhatian. Sial saja, targetnya terlalu sulit untuk dicapai. Bukannya punya pacar, Mia...