3 I Yang Mereka Gak Tahu tentang Supir Truk

8.1K 164 9
                                    

Aku tak bertemu dengan Bang Anton setelah kejadian hari itu yang terasa sangat tiba tiba. Selama beberapa hari menunggu, belum muncul tanda tanda kehadirannya lagi. Aku masih saja menyayangkan hari itu yang berlalu begitu saja tanpa ada komunikasi apa apa lagi. Meski penyesalan yang muncul tak merekah terlalu lebar, sebab kalau kupikir pikir kembali ... jika aku kembali ke masa yang sama, aku akan tetap melakukannya. Aku tak mungkin melancap perkakasku di depan Bang Anton. 

Membayangkan adegan adegan yang muncul dalam film film bokep yang direkomendasikan temanku saja, rasanya sudah membuat darahku berdesir. Tak karuan aku dibuatnya dan ingin melancap segera. Lantas apa yang bisa kutahan lagi jika hal yang terjadi padaku adalah memainkan langsung perkakas yang kutunggu tunggu secara nyata? Menyentuh dengan penuh hasrat atas setiap lekuk tubuhnya yang sebelumnya hanya berada dalam angan. 

Segala sesuatu yang terjadi padaku kemarin, telah membuatku pada suasana penantian. Berharap Bang Anton akan kembali hadir di warung depan sana. Bercengkrama kembali sembari makan apapun yang ada di sana, dan aku akan membangun skenario seolah secara tak sengaja membeli sesuatu kembali di sana. Apapun itu,  asal bisa kembali bersua dan berbincang dengan Bang Anton, akan kulakukan. 

Apapun yang membuatku merasa bahagia saat ini, jadi hal terpenting yang ingin aku capai dibanding aku harus menuntut  untuk mendapat sesuatu yang begitu besar dan jauh. 

Setiap pulang sekolah, aku menunggu Bang Anton dan kembali membayangkannya. Aku belum selera menonton kembali adegan adegan di film bokep, karena aku belum ingin menghapus memori terakhir yang masih menggenang di otakku tentang Bang Anton. Segala hal yang terjadi antara aku dengannya kemarin, tak ingin diganti dengan adegan adegan baru yang hanya bakalan menurunkan kadar kebahagiaan yang kupunya. 

Sampai di suatu hari, secara tak sengaja saat pulang sekolah ... sosok itu sudah kembali berada di sana. Bercengkrama dan bercanda tawa. Gelak tawanya kedengaran dari jarakku berdiri. Seolah ada dorongan magnet antara aku dan dirinya, aku melangkahkan kaki ke arah warung. 

"Bang ..."

Merasa sudah mengenalnya sebelumnya, aku memuntahkan skenario pura pura membeli sesuatu di sana dan langsung saja menggantinya dengan menyapanya secara langsung. Bila kupikir pikir kembali, menggunakan trik yang sama hanya akan membuatku kikuk sendiri di depannya. Jadi biarlah aku menyapanya secara langsung saja. Barangkali ingatannya masih ada tentangku.

"Wah ... elu. Gua cari cariin. Kemarin kenapa lu?"

"Kebelet Bang!"

Lagi lagi jawaban yang sudah kurancang sedemikian rupa di otakku kalau kalau Bang Anton kembali menanyakan perihal hari itu.

"Di kosan gua kan ada WC-nya padahal ..."

"Ngga lah, Bang. Lebih nyaman di tempat sendiri."

Ada ga sih orang yang pake alasan sama denganku? Tak bisa buang hajat di tempat orang lain, karena akan merasa tak nyaman. Tak mampu beradaptasi dengan tempat baru. Rumah sendiri selalu jadi the best place buat buang hajat.

"Oh gitu ya ... hmm. Eh, ngomong ngomong kemarin kan gua belum bayar tuh. Jadinya berapa?"

"Gapapa Bang. Ga usah. First service, free Bang. Kalau cocok, baru ke depannya bisa didiskusikan bayarannya berapa. Anggap aja tester Bang."

"Hahaha. Ada tester segala. Ya udahlah, demi kebaikan lu di hari itu, gua traktir dah hari ini lu mau jajan apa. Ambil aja yang lu mau."

Dia memberi isyarat lewat tatapan matanya, pada jajanan jajanan yang terhampar di depanku. Ya, aku agak lapar sih. Namanya juga baru pulang sekolah, kan? Berpikir bisa menghabiskan energi setara lari mengitari lapangan  bola. Wajar saja bagiku merasa kelaparan tiba tiba, langsung tergoda dengan gorengan depan mata yang tampak masih mengepul menguarkan panas dan aroma yang menggoda.

Supir TrukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang