Wakil Komandan Iblis

470 93 36
                                    

"Inspektur Dendi, di antara seluruh pasukanmu, siapa yang paling berbahaya?"

"Jika ditanya siapa yang terkuat, jawabannya Yudistira, tapi jika siapa yang paling berbahaya di antara mereka, itu beda urusan."

"Beda urusan?" Kolonel menatap fokus pada Inspektur Dendi. "Jadi, apa bocah berjaket merah? Dia terlihat mengerikan."

"Ya, dia memang mengerikan, tetapi bukan berarti berbahaya," sanggah Dendi. Inspektur menatap mata kolonel dalam-dalam. "Ada dua orang yang identitasnya dirahasiakan oleh negara. Mereka merubah nama, sikap dan penampilan mereka karena identitas asli mereka sudah dianggap mati oleh negara, tetapi sejatinya mereka berdua adalah monster yang berbahaya."

"Dua orang itu--jika kau harus memilih, mana yang lebih kau hindari jika kau adalah musuhnya?"

Inspektur menghela napas. "Yang jelas, aku lebih memilih melawan Tara."

* * *

"Apa kau yakin, mampu menghadapi mereka berdua, Septa?" Nathan membidik Dahlan, tetapi tak mengendurkan kewaspadaan terhadap dua orang lainnya.

"Memangnya, kalo enggak yakin--ada cara lain? Peluru kalian enggak akan bisa melukai mereka barang segores pun, Nathan."

Memang benar, peluru Guntur tak mampu melukai orang yang dipanggil Baoh itu, tetapi Baoh terluka cukup parah akibat pukulan Septa.

"Guntur, kita buru si pengkhianat." Nathan hendak melumpuhkan Dahlan, tetapi Dahlan bukanlah prajurit sembarangan, ia cukup terampil di medan tempur. Dahlan mengambil pistol dan berlari ke balik pohon, lalu berusaha menembaki Nathan dan Guntur. Sementara Nathan dan Guntur mencari tempat berlindung, Septa kini menatap pria berjubah yang masih terlihat segar.

"Lawanmu bukan aku, tapi Baoh."

Septa menatap pria besar yang sempat ia lumpuhkan. Kini orang itu sudah berdiri dan membuka jubahnya. Jelas rupanya sekarang, seorang pria besar berkulit hitam dengan kalung taring babi di lehernya.

"Selamat pagi, tuan babi besar." Septa tersenyum ramah pada Baoh yang tampak marah.

* * *

"Ku beri tahu satu hal, Kolonel." Inspektur Dendi menatap keluar jendela. "Orang itu menganggap bahwa hidup itu adalah permainan, ia tak pernah serius dalam urusan kekuatan karena ingin menikmati setiap pertempuran yang ia alami, tetapi jika ia berhenti tersenyum ... maka lawannya sungguh tak beruntung, karena orang itu pasti akan membunuh lawannya."

* * *

Septa berlari menghindari sebuah pohon besar yang tumbang akibat pukulan Baoh. "Wah, menyeramkan. Sekali pukul pohon segede gitu tumbang."

Baoh kembali berlari ke arah Septa dan melakukan pukulan yang sama kuatnya seperti pukulan sebelumnya, tetapi kali ini Septa memukul tinju milik Baoh. Lengan kanan Baoh patah dan pria besar itu tak bisa menggerakkan tangannya yang patah karena efek waringin sungsang yang menghancurkan ilmu hitam.

Septa menarik lengan kanan Baoh dan mengankatnya, kemudian ia menendang pinggang Baoh hingga orang itu tergeletak di tanah. "Sekarang tinggal bossnya." Septa menoleh ke arah pria yang satunya.

"Kiri atau kanan?" tutur pria berjubah yang sama sekali belum bergerak dari tempatnya.

"Hah?" Septa memicingkan matanya menatap orang itu. Apa maksudnya kiri atau kanan?

"Tak ada jawaban, aku anggap yang kiri."

"Apa-apaan ...." Belum selesai Septa berbicara, ia merasakan tangan kirinya tersentuh oleh sesuatu. Belum sempat ia bereaksi, lengannya berputar hingga mematahkan lenga kirnya. "Aaaaaaaaaaaaaaaa!" pekik Septa sambil memegangi lengannya.

Dharma : Ekspedisi Hutan KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang