Bab 6 |I'm the Captain|

12 3 0
                                    

"Oke," kataku menatap kedua lawan bicaraku secara bergantian.

Tanganku menggaruk tengkukku gemas. Salah tingkah dengan wanita berambut pendek di depanku yang kentara sekali tengah dilanda rasa adrenalin yang luar biasa.

Kutatap lagi matanya, menghela napas singkat. Seraya mengangguk mantap, setelahnya aku berkata, "aku tak keberatan dengan fakta itu."

"Why?" Tanyanya spontan dengan raut wajahnya yang kembali normal. Walau dapat kulihat keterkejutan yang terpancar jelas. Begitupun dengan Cyra yang refleks mendongak, melarikan tatapan matanya padaku.

Oh, tampaknya bukan itu jawaban yang ia harapkan dariku. Well, bagaimanapun juga, aku tak dapat melepasnya semudah itu. Kesepakatan tetap kesepakatan. Mungkin baginya itu hanya omong kosong belaka. Namun, bagiku, bagi kami para bajak laut, kesepakatan sama halnya dengan sumpah darah.

Hei! Ingat 2.500 Bard disakumu, Bung.

"Aku juga seorang kriminal?" Jawabku yang malah ikut ragu sembari mengedikkan bahu singkat. Persetan dengan tanggapan mereka.

Toh, memang itu kenyataannya. Bukan rahasia lagi jika kami, para bajak laut suka membunuh. Oh, bukan. Kukoreksi, maksudku... Semacam terlibat dalam hal bunuh-membunuh.

Wanita berambut pendek di hadapanku mencondongkan tubuhnya seraya melindungi bagian depan perut besarnya dengan telapak tangannya. Guna tak menyentuh bagian ujung meja. Dia berdehem singkat, sebelum mulutnya kembali terbuka.

"Aku tahu itu! Tapi... bukan pembunuhan konyol macam itu yang kumaksud." Cicitnya, memastikan ucapannya hanya terdengar oleh kami bertiga.

Dahiku berkerut. Bingung dengan ucapannya. Sebab dirinya yang secara tak langsung menganggap jika membunuh merupakan tindakan konyol. Itupun spekulasinya yang berdasar pada skala penilaiannya. Lingkup pemikirannya yang jelas berbeda dari jangkauanku.

Sejenak aku mengalihkan pandangan. Menatap Cyra yang tengah duduk dengan tangan terlipat di depan dada.

"Lantas pembunuhan apa yang kau lakukan, Madam?" Tanyaku, alih-alih menatap rekan berbicaraku, aku malah menatap sisi wajah Cyra. Sebab dirinya yang menolehkan wajahnya ke samping. Tak berani menatap satupun dari kami.

Seolah-olah dirinya tertinggal jauh dari regunya, seorang diri di tengah Hutan Draga. Hutan mencekam dimana kepanikan dan ketakutan yang kau peroleh dari pikiran negatif tentang Hutan Draga yang bersumber dari rumor tak pasti membuat kekuatan ilusi hutan tersebut semakin kuat.

Melahap habis aura positifmu. Ya, itu yang Adam katakan padaku tentang Hutan Draga. Sehari sebelum kami tiba di Hutan Draga untuk melakukan petualangan kami selanjutnya yang berujung dengan hilangnya Pit, lelaki kurus kering dengan mata panda, rambut kusut, punggung setengah bungkuk dan wajah yang selalu menatap permukaan tempatnya berpijak. Oh, dia Pit si penakut. Itu sebutannya.

Nah, anak-anak. Bermimpilah untuk kembali hidup-hidup dengan mental lemahmu itu.

Aku mengangguk singkat, masih menatap sisi wajah Cyra. Dapat kulihat kedua tangannya yang mencengkram erat masing-masing lengannya. Dia sadar jika dirinya diperhatikan.

Oh God. Tampaknya dia merasa bersalah. Bukan, bukan perasaan bersalah seperti yang kalian pikirkan. Tapi lebih mengarah kepada rasa gelisah?

I'm the CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang