Nakula

0 0 0
                                    

Jeremy Nakula.

Jere. Begitu semua orang memanggil gue. Kecuali satu orang.

"Jejeee!" Nah ini dia. Hanya dia satu-satunya orang di muka bumi ini manggil gue Jeje. Dan gue gak pernah protes. Artinya gue spesial kan?

"Tega kamu, gak nyanyi di nikahan aku," ucapnya cemberut. Please deh, jangan gitu. Gue gak kuat.

"Gak mau ah, ga ada honornya," balas gue bercanda.

Bella adalah tetangga gue. Kita berbeda empat tahun, tapi dia dengan kurang ajarnya gak pernah menambahkan 'kak' atau 'bang' di depan nama gue.

Sejak kecil hingga SMA gue selalu main bareng dia. Bareng tetangga yang lain juga sih, tapi satu persatu dari kami semakin sibuk dengan kehidupan sendiri. Bahkan hanya gue, Bella, dan Wira yang masih akrab hingga sekarang.

I love Bella. Not as a friend, but as a woman. Bahkan hingga dia udah jadi istri orang, gue masih mencintainya. Dan gak ada satupun yang tau tentang ini. Gue emang jago menyembunyikan semuanya.

"Gue mojok bentar, ya," gue memeragakan adegan merokok. Bella langsung memukul bahu gue.

"Gak ilang-ilang ya kebiasaan ngerokok kamu. Penyakitan, baru tau!" Bella selalu ngomel kalau tau gue merokok. Dia bahkan diemin gue seminggu pas tau gue mulai menghisap nikotin ini untuk pertama kalinya sewaktu kuliah.

Gue sudah menghabiskan satu batang rokok sambil duduk dibawah pohon. Pohon rambutan kayaknya. Gue memandang ke arah halaman yang sekarang dipenuhi tamu undangan. Musik dengan ketukan pelan mulai berbunyi. Tau banget gue mah, ini pasti mau dansa.

Ah, benci banget gue lihat ini. Bella dan suaminya, Nathan, sedang berdansa pelan. Apa-apaan tuh pake tatap-tatapan segala.

"Iri aja lo!" ucap setan dalam diri gue

"Sorry, gue boleh duduk?" seorang perempuan dengan gaun merah tua membuyarkan lamunan gue.

Sialan.

Dia yang tadi ngegep gue nangis pas akad. Kenapa harus ketemu lagi sih?

Gue tidak menjawab, hanya mengambil jas yang tadi gue geletakin di samping ke pangkuan biar dia bisa duduk. Mau ngelarang, gue gak punya hak. Emang gue yang punya bangku?

Beberapa menit setelahnya gue melihat Daren berjalan ke arah gue. Mungkin mau nyamperin nih cewek.

"Tuh kan bener elo, Mbak," Daren menoleh ke arah gue. " Eh, bang Jere. Apa kabar, bang?"

Gue menyambut men fist dari Daren. Gue mengenal Daren dari Bella sekitar beberapa bulan lalu. Gue punya apa ya, bisa dibilang genk yang hobi akustikan gitu. Iseng doang sih, sekali-kali nampil di kawinan orang, cafe, atau mall kalau jadwal memungkinkan. Tapi setahun belakang kami merasa membutuhkan seorang drummer, dan datanglah Bella memberitahukan bahwa adik dari pacarnya (waktu itu masih pacaran dengan Nathan) hobi nggebuk drum. Bahkan punya satu set drum di kamarnya. Yaudah, kita kopi darat, terus nyambung. Belum pernah nampil bareng sih, si Daren masih masa orientasi. Masih nyocokin chemistry sama anggota yang lain.

"Lo akad pagi tadi datang, ga sih, Bang? Kok gue gak lihat?" tanya Daren.

"Datang kok gue. Duduk di depan malah. Lo aja sibuk pacaran," Daren terkejut sama jawaban gue.

"Hah, gue? Pacaran sama siapa?" lah ini anak malah nanya ke gue. Gue menunjuk cewek yang dari tadi duduk di samping gue ini.

"Heh, ngadi-ngadi! Mana ada gue pacaran sama Daren. Sotoy banget!" ucap gadis itu defensif.

Ya, gue kan gak tau. Lagaknya Daren yang nemplok mulu sama nih cewek udah kayak pacaran, anjir.

Lagian nih cewek kok nyolot banget, ya?

Not MineWhere stories live. Discover now