Part 3

1 0 0
                                    

"Luka ku terbuka sekejap setelah bahagia ku mereda"
~Pena Arisha~


Keesokan harinya, Pahlevi benar-benar datang menemui paman dan bibinya Arisha, yang tidak lain adalah kedua orangtua Bella. Dikarenakan orangtua Arisha sudah tiada, maka yang menjadi wali bagi Arisha adalah pamannya, atau adik ayahnya.

"Kedatangan nak Levi kemari ini karena apa?". Tanya Reimond sambil menyeruput kopinya.

"Kedatangan saya kemari adalah untuk melamar keponakan om". Jawab Pahlevi dengan penuh percaya diri.

"Wah wah wah, ponakan om ini sudah besar lagi yah, udah ada yang ngelamar lagi nih, om bener-bener gak nyangka".

Ujar Reimond sambil mengelus-elus kepala Arisha yang tertutupi oleh hijabnya. Sedangkan Arisha hanya menunduk karena malu dan tidak tahu harus berkata apa.

"Kalau om sih gimana keputusan Aris aja, atau mungkin ibu punya usulan?". Tanya Reimond pada Lusi.

"Ibu juga gimana Aris nya aja ayah, kan yang mau ngejalaninnya juga Aris". Ujar Lusi sambil tersenyum gembira.

"Nah kalau gitu, kita tanya aja sama Aris nya yah.. Gimana keputusan kamu nak?". Tanya Reimond.

Aris hanya berdiam diri saja, ia tidak menjawab apa-apa.

"Aris, gimana keputusannya nak?". Reimond kembali bertanya.

"Gak apa-apa om, mungkin Aris belum siap menjawab". Ujar Pahlevi sambil tersenyum tenang.

Namun, tidak lama dari itu, Aris menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju.

"Alhamdulillah..."

Reimond, Lusi, dan juga Pahlevi mengucapkan syukur secara bersamaan.

Sedangkan dari kejauhan, ada seseorang yang tidak suka saat melihat kebahagiaan yang dirasakan oleh mereka itu.

***

Ketika Arisha memasuki kampusnya, ia langsung dipanggil oleh dosen nya.

"Arisha..." Ujar profesor Farrel dengan nada tajamnya itu.

"I.. Iya prof?..." Tanya Arisha hati-hati.

"Kamu dikeluarkan dari kampus ini".

Hanya satu kalimat, namun mampu meruntuhkan dinding pertahanan. Bagaikan disambar petir di siang hari, tak ada angin tak ada hujan, Arisha langsung dikeluarkan dari kampusnya begitu saja.

"Maaf prof, tapi kesalahan saya apa?". Tanya Arisha sambil berkaca-kaca.

Profesor Farrel tidak mau menjawab pertanyaan Arisha, ia langsung berjalan ke luar ruangannya begitu saja.

"Prof, profesor tunggu... Salah saya apa prof?"

Arisha terus berlari mengejar profesor Farrel, namun langkah kakinya begitu cepat sehingga Arisha tidak bisa menjangkaunya.

Ia lalu tersandung hingga terjatuh ke atas lantai. Arisha meringis menahan rasa sakitnya. Ia tidak malu diperhatikan oleh seantero kampus, ia hanya terfokus pada rasa sakit yang dirasakannya sekarang.

Bukan rasa sakit karena terjatuh ke atas lantai, melainkan rasa sakit karena dikeluarkan dari kampus impiannya begitu saja. Arisha bahkan tidak tahu apa kesalahannya sehingga ia dikeluarkan dari kampusnya.

Dari kejauhan, ada seseorang yang merasa sangat puas dengan pemandangan yang dilihatnya itu. Yaitu pemandangan Arisha yang sedang berusaha menahan air matanya yang hendak lepas landas.

"Padahal aku baru saja mendapatkan kebahagiaan, tapi mengapa aku langsung mendapatkan kembali luka yang mendalam?". Batin Arisha

Pena Arisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang