Part 4

1 0 0
                                    

"Luka yang ini belum mereda. Mengapa harus Hadir duka lara yang lainnya yang membuat luka ini semakin ternganga?"

~Pena Arisha~


Setelah dikeluarkan dari kampusnya, Arisha harus berhenti sejenak dari kuliahnya. Karena, selain dikeluarkan dari kampus, ia juga sudah tidak bisa menerima lagi beasiswa. Akhirnya, ia tidak bisa mengikuti SNMPTN, UTBK, SBMPTN ataupun yang semacamnya.

Karena itu, Arisha harus bekerja terlebih dahulu jika ingin meneruskan kuliahnya. Sebenarnya, paman dan bibi nya adalah orang yang kaya raya, mereka bahkan menawarkan Arisha untuk meneruskan kuliahnya ke kampus mana saja.

Namun, Arisha tidak ingin terus menerus merepotkan paman dan bibinya, ia ingin berusaha terlebih dahulu selagi ia bisa.

Akhirnya, ia pun diterima kerja di salah satu restoran yang ada di dekat rumah paman dan bibinya.

***

"Silahkan mas, dipilih dulu pesanannya".

Ujar Arisha menawarkan pesanan makanan dan minuman kepada pelanggan dengan sangat ramah.

"Saya pesan steak dan jus jeruk aja mba". Ujar pelanggan tersebut

"Baik mas". Ujar Arisha lalu pergi menghampiri meja pelanggan yang lainnya.

"Kayaknya aku kenal sama suaranya, tapi wajahnya gak keliatan karena pake masker". Gumam Arisha dalam hatinya.

***

Sudah 6 bulan Arisha bekerja di restoran. Selain menjadi pelayan restoran, ia juga menjadi reseller kerudung dan juga menjadi seorang penulis buku fiksi.

Selama itu, ia tidak pernah menghambur-hamburkan uangnya, sehingga dalam waktu 6 bulan saja Arisha sudah bisa mengumpulkan uang untuk daftar kuliahnya.

Namun, dikarenakan pamannya menyuruhnya untuk menikah terlebih dahulu, apalagi Arisha itu sudah dikhitbah oleh Pahlevi, akhirnya uang untuk daftar kuliah tersebut ia gunakan terlebih dahulu untuk mencukupi biaya pernikahannya. Karena, Arisha tidak ingin biaya pernikahannya ditanggung oleh paman dan bibinya.

***

Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Arisha kini berdiri di depan cermin untuk melihat hasil riasan tantenya.

"Maa syaa Allah nak, kamu jadi makin cantik". Ujar Lusi sambil terus memandangi wajah keponakannya itu.

Arisha tidak bisa berhenti tersenyum, ia sangat gembira dengan momen yang dinanti-nanti olehnya. Berbagai luka yang pernah menyayat hatinya seolah-olah sirna dan tergantikan dengan rasa bahagia yang menyelimuti hatinya.

***

Namun, sudah berjam-jam menunggu, Pahlevi masih belum menunjukkan batang hidungnya.

"Ya Allah... Nak Levi kemana ya? Harusnya, akad nikahnya itu dilaksanakan jam 9, ini sudah jam 10 loh". Ujar Lusi dengan raut wajahnya yang begitu pucat karena cemas.

"Ayah coba telpon dulu nak Levi nya yah, barangkali aja dia terjebak macet, Jakarta itu kan selalu padat jalanannya". Ujar Reimond mencoba untuk menenangkan.

Belum sempat Reimond menelpon, Pahlevi sudah menampakkan dirinya.

"Alhamdulillah..."

Semuanya menyambut kehadiran Pahlevi dengan gembira.

Rasa khawatir dalam diri Arisha juga telah hilang dan digantikan dengan rasa lega.

Namun, baru saja rasa lega itu datang, kini Arisha merasakan aura ketegangan yang lainnya.

"Om, tante, Arisha..." Ujar Pahlevi menggantungkan kalimatnya.

"Mohon maaf... Saya..."

"Saya membatalkan pernikahan ini".

Ucapan Pahlevi itu benar-benar menusuk hati Arisha. Rasa sakitnya itu bahkan lebih dalam daripada ditusuk oleh seribu pedang.

Karena tidak kuat menahan luka, Arisha akhirnya menangis sejadi-jadinya. Begitu pula dengan Lusi dan Reimond yang sangat kecewa.

"Apa alasan nak Levi membatalkan pernikahan ini!!". Bentak Reimond karena sudah tidak kuat menahan amarahnya.

"Mohon maaf om, saya terpaksa harus membatalkan pernikahan ini". Ujar Pahlevi sambil menunduk lemas.

"Maksud nak Levi ini mungkin mengundurkan pernikahan yah? Bukan membatalkan?". Tanya Lusi masih menahan senyuman getir di wajahnya.

"Tidak tante, saya ingin membatalkannya". Ujar Pahlevi serius.

Mendengar jawaban Pahlevi, Lusi juga ikut menangis tersedu-sedu.

"APA ALASANNYA LEVI?!". Amarah Reimond semakin memuncak.

"Karena saya ingin Arisha memasuki kuliah lagi, Arisha akan menjadi mahasiswi UI kembali dengan syarat saya tidak boleh menikah dengannya". Ujar Pahlevi sambil menahan keringat dinginnya.

"Aku gak akan pernah kuliah di kampus itu lagi, aku akan kuliah dengan kerja kerasku sendiri. Kalau Levi emang gak mau nikah sama aku, harusnya ngomong dari awal, bukan kaya gini caranya". Ujar Arisha yang masih terisak.

"Engga Aris, aku mau nikah sama kamu. Tapi, ini udah jadi kehendak Allah. Kalaupun kamu gak mau berkuliah lagi di UI, itu gak bakal ngebuat kita jadi bisa menikah. Maaf Aris, kita gak bisa bersama. Mungkin, aku bukanlah tulang rusukmu. Mungkin, ada orang lain yang lebih pantas bersanding denganmu. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu yang sesungguhnya".

Ujar Pahlevi lalu pergi meninggalkan rumah mereka.

Setelah mobil Pahlevi keluar dari gerbang rumah Reimond, di dalam mobil, Pahlevi juga menangis sejadi-jadinya. Ia juga sebenarnya sangat tertampar dan terluka. Namun mau bagaimana lagi? Ini sudah menjadi takdir-Nya dan tak ada satu pun yang bisa melawan kehendak-Nya.

Pena Arisha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang