part 6

584 45 0
                                    

Air dari shower mengguyur kepala-nya hingga membasahi tubuh telanjang-nya, menampilkan tubuh putih tanpa cacat namun sangat kurus.

Tangannya mematikan air dari shower, berjongkok saat kepalanya lagi-lagi terasa berat. Hingga cairan merah menetes pada lantai yang terdapat genangan sedikit air.

Tangan kecil itu menyeka kasar darah yang keluar dari hidung-nya, mencoba berdiri dan berjalan kearah wastafel dengan susah payah.

Mengambil beberapa lembar tisu untuk menyubat hidung-nya, sambil mendongakan kepalanya agar darahnya tidak terus keluar.

Setelah beberapa menit, barulah darah itu tidak keluar lagi. Alila segera membasuh wajahnya yang sangat pucat, agar terlihat sedikit lebih segar.

Setelah itu barulah ia keluar dari kamar mandi dengan sedikit linglung karena ia masih merasakan sedikit pusing.

Setelah memakai pakaiannya, Alila keluar dari kamar. Mendapati Novendra yang sedang meletakan masakan di meja makan.

"Kemarilah, aku memasak untuk sarapan" ucap Novendra sambil tersenyum kecil menatap Alila.

Alila menghampiri Novendra, menarik salah satu kursi dan mendudukinya.

"Cobalah" ucap Novendra.

Alila mulai menyendokan masakan Novendra kedalam mulutnya, rasanya masih sama. Namun entah kenapa dadanya terasa sesak.

"Bagaimana rasanya sayang" tanya Novendra

"Masih sama, belum berubah" ucap Alila sambil tersenyum kecil, kembali memakan makanannya.

Namun mata Alila mendapati tangan kiri Novendra yang polos tanpa apapun.

"Dimana cincin pernikahan kita" tanya Alila membuat Novendra langsung menatap tangannya sendiri.

"A- sepertinya aku meletakannya di suatu tempat, nanti akan ku cari" ucap Novendra gagap.

"Bagaimana kau bisa meletakan cincin pernikahan di sembarang tempat" ucap Alila tak percaya.

"Aku hanya lupa, nanti juga akan kutemukan" kesal Novendra.

"Apa cincin itu sudah tak berarti untukmu, jika memang begitu. Apakah hubungan kita saat ini juga tak berarti untukmu" ucap Alila dengan suara bergetar dan kedua mata yang berkaca-kaca.

"Jangan bertingkah berlebihan, kita bisa membeli  cincin yang baru. Bahkan yang lebih bagus lagi" sedikit menekan kata berlebihan.

"Tapi itu tak sama" isak Alila bangun dari duduknya.

"Aku ingin istirahat" ucap Alila pergi ke kamar sambil menghapus kasar airmatanya.

Dengan cepat Novendra mencekal tangan Alila, membuat tubuh Alila berbalik menatapnya dengan raut kecewa.

"Jangan seperti ini please" mohon Novendra, membuat Alila tersenyum miris.

Alila tidak tahu seberapa kerasnya ia berjuang dulu untuk bisa membeli cincin itu, keadaan dulu tidak sebaik keadaan sekarang.

Jangankan untuk cincin, untuk makan saja dulu mereka harus berusaha bekerja keras untuk sesuap nasi. Jadi bisa bayangkan betapa berusaha kerasnya Alila untuk bisa mendapatkan cincin itu.

"Lupakan, kau memang sudah tak peduli dengan pernikahan ini" ucap Alila pelan membuat Novendra mengeraskan rahangnya hingga mencengkram kuat tangan Alila karena emosi.

"Apa maksudmu" tanya Novendra dingin serta tatapan tajamnya.

"Aku mungkin menghilangkan cincin itu, tapi bukan berarti aku tak peduli. Lagipula kita bisa membeli yang baru dan yang lebih mahal, jadi jangan bertingkah berlebihan. Paham" lanjut Novendra emosi, namun Alila tersenyum sinis.

"Terserah, kau memang tak tahu berapa besar perjuanganku. Karena selama ini kau tak tahu itu" sinis Alila.

"Apa maksudmu sialan, jadi kau berpikir hanya kau yang berjuang begitu?! Lalu apa yang ku lakukan saat ini untukmu, apa itu bukan perjuangan ku untuk hubungan ini" tanya Novendra marah.

"Aku bekerja siang malam untukmu, dan ini balasanmu atas usahaku" tanya Novendra menggeleng tak percaya.

"Jika benar yang kau lakukan untukku, lalu kenapa kau harus selingkuh" batin Alila miris.

"Terserah, jika kau tak peduli menganggap cincin simbol hubungan kita tak berarti. Maka itu sama saja kau tak peduli dengan hubungan kita ini" ucap Alila pelan, melepas tangan Novendra yang menggenggam lengannya. Lalu pergi meninggalkan Novendra yang menghela nafas kasar.

"Shit!! Dimana aku meletakan cincin itu, apa jangan-jangan tertinggal di rumah dilla" gumam Novendra.

*****

"Tolong temukan cincin itu, kumohon" ucap Novendra pada seseorang di sembrang telpon.

"Baiklah, aku tahu" gumam Novendra dan mematikan panggilan tersebut.

Menghela nafas lelah, lalu berbalik menatap pintu kamar yang masih tertutup saat beberapa jam lalu.

Novendra melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, dan hal pertama yang di dapatinnya adalah Alila yang sedang tertidur di sofa yang ada di kamarnya.

Novendra menghampiri Alila yang damainya sedang tertidur, lalu mengangkat tubuh ringkih itu untuk ia pindahkan ke kasur agar Alila lebih nyaman tidurnya.

Membaringkan tubuh itu perlahan, dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Alila hingga dada. Setelah itu Novendra pergi keluar kamar.

Namun tanpa sosok itu sadari, istrinya yang ia anggap tidur nyatanya sedang pingsan. Alila tak sadarkan diri karena sakit yang tiba-tiba menyerang bagian kepalanya beberapa jam lalu.

Next..

Kukira Dia Tapi Aku Salah [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang