part2

657 47 0
                                    

Alila menatap datar dokter yang berada di hadapannya sedang fokus membaca hasil pemeriksaan Alila dengan serius.

Dokter itu menghela nafas lelah sambil meletakan hasil tes itu atas meja, Alila menatap kertas itu dalam diam.

"Kita harus melakukan operasi, secepatnya" ucap dokter itu serius Alila masih diam, menatap linglung kearah kertas itu. Seolah pikirannya tak ada dalam pembicaraan.

"Alila!" Panggil dokter itu sambil menepuk bahu Alila, membuat Alila terlonjak kaget.

"A- apa?" Tanya Alila linglung membuat dokter itu menghela nafas.

"Kita harus melakukan operasi secepatnya" ulang dokter itu.

"Aku tidak bisa" ucap Alila pelan sambil menundukan kepalanya, kedua tangannya saling meremat kuat.

"Jika kita membiarkannya, penyakitmu akan semakin parah. Dan bisa menyebabkan kau kehilangan nyawa" jelas dokter itu jelas kawatir dengan kondisi Alila.

"Jika aku melakukan operasi, apakah aku bisa sembuh" tanya Alila membuat dokter itu diam.

"Meskipun aku melakukan operasi, tetap saja aku tak akan sembuh. Jadi percuma saja" ucap Alila dengan suara mulai bergetar, matanya mulai mengumpulkan buliran bening hingga akhirnya menetes membasahi pipi putih bagai salju itu.

"Hasilnya akan tetap sama, aku akan tetap sakit. Dan hidupku tak akan bertahan lama" lanjut Alila sambil terisak.

"Tapi setidaknya kita berusaha, dan hasilnya kita serahkan kepada Allah" ucap sang dokter membujuk Alila.

"Kita hanya manusia Alila, kita harus berusaha dan hasil akhir apapun itu, kita hanya dapat tawakal kepada sang pencipta" sang dokter tak patah semangat untuk membujuk Alila untuk melakukan operasi.

"Aku selama ini juga berusaha untuk sembuh, namun sekarang rasanya aku sudah lelah. Dan aku hanya bisa pasrah" nada senduh.

"Jika kau menyerah, kau akan kehilangan nyawamu itu" ucap dokter mulai emosi.

Seketika Alila langsung menangis sambil menunduk, bahu kecil itu bergetar hebat. Air mata terus membasahi pipinya dan berakhir menetes.

"Kau harus kuat, ayo kita lakukan operasi. Dan minta persetujuan pada keluargamu" ucap dokter itu.

Keluarga?!...

Alila tak punya keluarga, setelah semua di rengguh dengan paksa oleh tuhan. Jadi saat ini dia harus minta persetujuan keluarga mana, karena ia sama sekali tak punya yang namanya keluarga.

"A- aku akan pikirkan kembali" ucap Alila susah payah.

"Kita harus mempercepatnya" ucap dokter menegaskan.

*****

Saat ini musim hujan, karena itu hampir setiap hari hujan akan turun. Dan saat itu terjadi membuat orang begitu malas untuk melakukan apapun, hanya satu yang di inginkan. Yaitu terus bergelung di atas kasur menikmati kehangatan selimut tebal.

Namun itu tidak berlaku untuk seorang Alila, faktanya dia tetap berjalan-jalan di bawah gerimis saat ini. Cuaca sudah semakin gelap, namun dirinya masih tetap di luar dengan tubuh berbalut sweter abu tuanya.

Wajah pucat itu semakin pucat, bibirpun sudah sangat kering. Di tambah angin yang cukup kencang mempengaruhi tubuh lemahnya, namun dia tetap tak peduli.

"Alila!!" Panggil seorang pria sambil membawa payung di tangannya.

"Apa yang kau lakukan disini" tanya-nya marah saat melihat wajah pucat Alila.

Alila menatap sosok tampan di hadapannya, senyum kecil terbit di bibir pucat itu. Namun bagi sosok di hadapannya, senyuman itu sangat menyedihkan.

"Aku sedang ingin jalan-jalan, aku merasa bosan di rumah" ucap Alila pelan, dan sosok di depannya menghela nafas lelah.

"Ayo ikut" ucap sosok itu mengajak Alila kesalah satu cafe yang dekat di tempat itu.

Lalu disinilah mereka, duduk di salah satu meja cafe tepat di dekat jendela yang menampilkan hujan deras saat ini. Dan secangkir teh hangat di hadapan mereka masing-masing.

"Novendra masih belum pulang?" tanya sosok itu membuat Alila menunduk.

"Bajingan itu, apa dia lupa kalau dia itu punya istri" kesalnya.

"Hentikan itu" ucap Alila pelan.

"Tapi Alila..."

"Aku mohon"

"Baiklah, lalu bagaimana hasil cek siang tadi. Bukankah kau tadi pergi kerumah sakit"

"Aku harus melakukan operasi" ucap Alila masih menunduk.

"Lalu... apa yang akan kau lakukan" tanya nya.

"Aku tak bisa melakukannya, fonis hidupku kurang lebih satu tahun. Aku tidak yakin operasi bisa menyembuhkan penyakitku"

"Tapi Alila, menurutku tidak masalah melakukan operasi"

"Jika aku melakukan operasi, maka Novendra akan tahu apa yang terjadi denganku. Aku tidak bisa melakukan itu" ucap Alila memandang kearah luar.

"Memangnya kenapa?"

"Aku tidak bisa melakukan itu" ucap Alila menggelengkan kepalanya pelan.

"Sudah saatnya Novendra tahu penderitaanmu selama ini" ucap sosok itu.

"Aku tak bisa melakukan itu jef. Tak pernah akan bisa"

"Kalau begitu katakan kenap-"

"Bagaimana jika dia tak peduli dengan itu. Lalu dia meninggalkanku" potong Alila membuat jefri terdiam.

"Alila..."

"Aku baik-baik saja dia mengabaikanku, apalagi sakit. Dia pasti akan makin tak peduli denganku" Isak Alila pada akhirnya ia kembali menangis.

Jefri Bagun dari duduknya, menarik bahu Alila dan langsung memeluk tubuh Alila. Membiarkan sosok yang sudah jefri anggap sebagai kakak ini menangis sepuasnya dalam pelukannya.

"Aku merindukan Novendra..." Gumangnya hingga sedikit tak terdengar

Next...

Kukira Dia Tapi Aku Salah [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang