i.

17 1 0
                                    

Matahari sudah hampir sampai di titik puncaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari sudah hampir sampai di titik puncaknya. Mobil berlalu lalang, kebanyakan dari Kota. Banyak anak SD terlihat berjalan menyusuri jalan menuju sekolah. Toko toko berisi buku berjejer di kanan kiri jalan. Aroma buku sangat pekat. Kampung Pustaka namanya. Jika kalian tanya orang orang, kemungkinan besar mereka tidak tahu kampung ini. Ya, resiko kampung kecil.

Aku menuruni sepeda, lantas berlari kecil. Aku memutuskan untuk berhenti di kedai buku keluarga Aji. Ramai sekali rupanya,

'Klining klining!'

Aji melihatku sekilas sembari tersenyum. Lalu, kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Hai! Selamat datang! Mau beli apa?" Sudah capai aku, mendengar kalimat itu. Sepertinya sudah kebiasaan Aji, menyapa pembelinya dengan kalimat itu. Aku menaruh sepatu di rak sepatu. Dan, mendekati Aji.

"Aji, tolong novel Lupus 3!" Aku harus cepat cepat. Dina menungguku.

"Serius itu aja? Coba lihat lihat aja dulu, Akasia!" Ugh, pasti selalu begini. Aji lihai sekali urusan begini.

"Tidak, Terimakasih." Aku langsung pergi ke bagian Komik. Sibuk mencari Lupus yang diminta Dina itu.

"Yah, beneran nih, Neng Sia?" Aku menoleh ke arah suara. Sekarang Pak Jaya menyahut. Keluarga ini sangat keras kepala.

"Iya, makasih tawarannya." Lalu aku pergi ke kasir, untuk membayar.

"15 rebu Neng!" Ucap Pak Jaya. Wah, tumben, sudah turun harga ya?

"Nih, pak. Makasih ya pak!"

Lalu, ku gowes sepeda butut warna cokelat ini menuju Pusat Makanan di dekat Sekolah.

Hari ini terik sekali! Ingin cepat cepat pulang, menyalakan kipas angin dan tiduran. Sebentar lagi sampai!

Ku duduk di salah satu meja, hendak mengomel. "Nih, Din! Susah kali permintaan kau kali ini!" Dina hanya tertawa kecil.

"Jadi gimana? Ada kemajuan?" Dia memajukan kepalanya kepadaku, sedang menahan tawa. Dina menggodaku.

"Nggak." Aku menggeleng sambil mendoroong dada Dina pelan yang langsung kelihatan bingung.

"Beneran, Kas? Apa cuma malas jawab?" Sambil menyendok bakso ke mulutnya.

'Benar! Kau lihat saja bagaimana Aji memperlakukanku, tak ada spesial spesialnya'

"Alasan kedua paling tepat. "

010621
0

50621

akasia✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang