02.

622 60 5
                                    

  Jisoo duduk didepan jendela kamarnya sambil memperhatikan burung yang berterbangan dengan bebas. Ia ingin seperti mereka terbang bebas tanpa beban. Air matanya mengalir tanpa ia suruh dikedua pipinya. Hatinya kembali sakit.

Suho mengantarkan irene pulang dengan alasan takut terjadi apa-apa dijalan padahal ia berangkat kesini sendirian naik taksi. Ia lebih takut sahabatnya terjadi apa-apa ketimbang meninggalkan istrinya sendiri dalam keadaan sakit tengah malam. Sungguh malang nasibmu jisoo pikirnya.

"Hiks..."

Jisoo semakin menangis keras. Ia tak perduli jiak nanti suho akan melihatnya karena saat ini ia ingin menumpahkan sakit dihatinya.

"Jika begini mengapa kau menikahiku suho"

Jisoo terduduk dibawah tak memperdulikan ubin yang dingin. Tangannya meremas kuat rambutnya sendiri melampiaskan amarahnya.

"Kau selalu perduli padanya, kau selalu menghawatirkan keadaannya bahkan kau lupa dengan keadaan istrimu sendiri."

Jisoo terus saja mengeluarkan semua ucapan yang ia tahan dari tadi. Jika kalian diposisi jisoo saat ini apa yang akan kalian lakukan?

Jisoo mengusap perutnya sambil menangis. Apa suho akan terus begitu meski nanti anak mereka telah lahir?

"Nak kau harus kuat didalam sana."

Jisoo kembali menangis bahkan ia berteriak keras. Menendang kursi yang tadi didudukinya. Ia berteriak seperti kesetanan sampai suho datang dan menghentikannya.

"Jisoo kau kenapa?" suho memegang tangan jisoo yang akan melempar gelas.

"LEPASKAN!!" teriak jisoo mencoba melepas tangannya.

"Kau akan menyakiti tubuhmu soo-ya"

"Aku tidak perduli!!!"

Suho mengambil gelas yang jisoo pegang dan melemparnya kesamping tubuhnya.

Prangg

Jisoo memandang gelas tersebut dan tertawa kecil

"Kau ingin seperti itu bukan?" tunjuk suho pada pecahan gelas. Ia menyugar rambutnya dan membuang nafasnya kasar. Ia tak boleh lepas kendali.

"Kau ini kenapa? Jangan seperti ini kau tak hanya membahayakan dirimu sendiri tapi bayi kita" ucap suho sambil memegangi kedua tangan jisoo.

Jisoo menghempasnya kasar lalu memasang wajah dinginnya.

"Kau tanya aku kenapa? Hah!! Justru aku yang bertanya kau yang kenapa?" jisoo berteriak sambil menunjuk-nunjuk wajah suho.

"Jangan berbelit-belit jisoo. Katakan ada apa?" suho mencoba untuk tidak membentak jisoo.

"Sampai kapan oppa. Sampai kapan kau terus menghawatirkan irene." tanya jisoo dengan lirih.

"Jisoo jangan kekanakan, dia sahabatku dari kecil wajar saja aku menghawatirkannya" jawab suho dengan sedikit memelas.

"Wajar? Kau bilang wajar oppa? Kau meninggalkanku tengah malam dalam keadaan sakit demi dia yang menangis bahkan kau tidak tau penyebab dia menangis. Apa itu yang disebut wajar? Hah." jisoo menangis menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Suho diam, pandangannya kosong pikirannya sedang menata ulang kejadian semalam. Wajah bersalah tercetak jelas setelah dipikir-pikir ia sedikit berlebihan. Suho memegang tangan jisoo yang menutupi wajahnya. Lalu membukanya perlahan. Hatinya sakit melihat air mata jisoo yang mengalir dengan derasnya. Ia langsung saja memeluk jisoo dan bergumam kata maaf berkali-kali.

Suho akui ia salah, tapi entah kenapa ia tidak bisa menghilangkan kebiasaan tersebut. Ia terbiasa mengantar jemput irene bahkan kebiasaannya terbawa sampai menikah.

Say goodbye|Mini SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang